Fenomena tingginya kematian di luar fasilitas kesehatan menurut epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, "mencerminkan keparahan pandemi dan kegagalan Indonesia mengendalikan pandemi".
Banyaknya pasien yang meninggal di rumah-rumah ketika isolasi mandiri menandakan buruknya sistem 3T meliputi tracing, testing dan treatment sebagai deteksi dini.
"Ini tentu yang harus kita cegah lebih banyak, karena potensi perburukan masih ada. Karena potensi puncak masih di akhir Juli. PPKM Darurat ini adalah modal, asal dilakukan dengan komitmen tinggi semua pihak, konsisten dan disiplin," tutur Dicky kepada wartawan Nurika Manan yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Keseriusan kebijakan PPKM Darurat harus dibarengi penguatan 3T, vaksinasi dan khusus untuk Indonesia dengan peningkatan visitasi atau program kunjungan rumah. Mengingat, lanjut Dicky, 80%-85% warga yang terinfeksi ada di rumah-rumah.
"Kalau tidak dilakukan, kematian di rumah-rumah akan tinggi. [...] kalau mirip dengan India, tidak. Tapi kalau The Little India, bisa, berpotensi sekali,"imbuh Dicky.
Harapan Dicky senada dengan Wirawan—salah satu warga yang saban hari kini dihadapkan dari jenazah satu ke jenazah lain di rumah-rumah. Ia ingin pemerintah bersungguh-sungguh menghargai dan melindungi nyawa warganya.
"Harapannya, pemerintah segera bisa mengatasi ini, karena kesehatan itu utama. Pembangunan biar bagaimana juga kalau rakyatnya meninggal semua, ya buat apa?" ucap bapak dua anak tersebut.
"Siapa yang mau nempatin negara? Siapa yang mau diatur, negaranya, kalau rakyatnya nggak ada (banyak yang meninggal)," seloroh Wirawan.
Wartawan di Jakarta, Nurika Manan, dan wartawan di Bandung, Yulia Saputra, berkontribusi untuk artikel ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.