BANYUWANGI, KOMPAS.com - Hari ini 2 Juni pada 27 tahun yang lalu atau 1994 gempa bumi yang disusul tsunami setinggi 13 meter menghantam pesisir selatan Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Peristiwa tersebut hampir menewaskan sekitar 200 lebih warga di pesisir selatan Banyuwangi.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Banyuwangi Abdul Kadir mengaku tak akan pernah melupakan peristiwa kelam itu.
Saat itu, usianya masih 29 tahun dan sedang menjabat sebagai Kepala Desa Sarongan, Kecamatan Pesanggaran.
Baca juga: Aksi Bupati Alor Marah terhadap Menteri Risma, Usir Staf Kemensos, Ancam Lempar Pakai Kursi
Desa Sarongan kala itu menjadi salah satu wilayah yang terdampak tsunami.
Hampir 33 warga desa ditemukan meninggal dunia dan puluhan orang hilang saat bencana menerjang.
Pada saat kejadian, Kadir mengaku masih terjaga di rumahnya yang berjarak 3 kilometer dari pantai.
Sekitar pukul 01.00 WIB dini hari, seorang warganya bernama Sujai mengetuk pintunya berulang kali.
Sambil menangis, Sujai melaporkan bahwa wilayah pesisir Desa Sarongan atau area Pantai Rajegwesi diterjang banjir dan merobohkan pohon-pohon.
Saat itu, Sujai hendak ke area Pantai Rajegwesi dengan mengendarai pikap.
Namun, saat mau masuk, ia melihat jalanan hancur, pohon tumbang, dan ada gelombang besar.
Sujai lalu memutar balik mobilnya dan menuju ke rumah kepala desa untuk melapor.
Awalnya, Kadir tak begitu saja percaya karena saat itu sedang musim kemarau tak ada hujan.
Ia juga heran bagaimana mungkin area pantai bisa terjadi banjir tinggi hampir setinggi pohon kelapa.
"Hampir 30 menit saya mikir bagaimana mungkin bisa ada banjir di musim kemarau. Akhirnya saya ambil celurit untuk jaga-jaga dan menuju pantai," kata Kadir, saat dihubungi, Rabu (2/5/2021).
Sekitar pukul 01.10 WIB, ia menuju ke area Pantai Rajegwesi bersama salah satu stafnya bernama Gunoto mengendarai sepeda motor.