Benar saja, semakin mendekat ke pantai ia melihat banyak pohon tumbang terseret air.
Tanpa pikir panjang, ia menuju ke area pantai dan menyalakan lampu senter ke pemukiman penduduk yang sudah rata dengan tanah.
Saat itu, ada 200 kepala keluarga yang tinggal di pemukiman pinggir pantai.
Melihat ada lampu, sejumlah warga terdengar berteriak minta tolong.
Kadir bersama temannya kemudian mendekat ke pantai untuk melakukan penyisiran.
Ia kemudian mengarahkan lampunya ke area laut. Saat itu ia melihat gelombang besar dari kejauhan.
"Kami lari sekencangnya menjauh pantai. Saat itu, saya diterjang gelombang setinggi dada. Saya selamat dan pergi ke masjid untuk melihat warga yang mengungsi," kata dia.
Di masjid semua warga selamat berkumpul dan terjadi kepanikan luar biasa.
Dalam kegelapan malam, warga kebingungan mencari keluarganya dan masih tak tahu bencana apa yang menerjang desanya.
"Saat itu, tahunya ya banjir segoro (laut). Belum tahu ada istilah tsunami. Semua panik, malam sampai pagi, yang selamat cari keluarganya ke sana kemari," kata dia.
Baca juga: Video Viral Bupati Alor Marah terhadap Menteri Risma dan Usir Staf Kemensos
Kadir memutuskan penyisiran dilakukan pagi harinya karena takut ada gelombang susulan.
Sebab, dari laporan warga, gelombang tinggi yang menerjang pantai tak hanya sekali.
Namun, berulang kali dengan ketinggian berbeda-beda.
Pagi harinya, Kadir menuju pantai dan melihat pemukiman warga hancur.
Kemudian, dilakukan penyelamatan warga yang terjebak hingga terjepit di antara bangunan di rumahnya.
Kemudian mengumpulkan korban dan ditemukan sekitar 33 mayat warga.
Untuk memakamkan para korban itu, kata dia, memakan waktu hingga dua hari.
Sebab, saat itu bantuan belum datang dan banyak warga masih kebingungan mencari keluarganya masing-masing.