MAUMERE, KOMPAS.com - Meski usianya tak lagi muda, kakek Abdon Dindus tetap bekerja keras untuk menghidupi keluarganya. Kakek itu merupakan satu-satunya tulang punggung keluarga.
Setiap hari, tepat pukul 06.00 Wita, kakek Abdon berangkat ke sebuah sungai yang berjarak sekitar satu kilometer dari rumahnya di Kelurahan Nangameting, Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka.
Di sungai itu, ia mengumpulkan batu-batu. Setelah terkumpul, batu itu dipikul ke rumah.
Pekerjaan kakek Abdon tak berhenti di situ. Batu-batu itu dipecahkan menjadi kerikil di rumahnya. Cuaca panas di sekitar tempat tinggalnya, membuat kakek Abdon harus bekerja tanpa baju.
Ia memikul batu dari kali menuju rumah tanpa alas dan pakaian untuk mengusir hawa panas. Keringat dan peluh membasahi badan kakek Abdon.
Pagi hingga siang, ia memikul batu dari kali ke rumah. Sorenya, ia memecahkan batu-batu itu menjadi kerikil dengan palu seorang diri.
Update: Pembaca Kompas.com dapat berpartisipasi dalam meringankan beban penderitaan Kakek Abdon dengan cara berdonasi klik di sini
Kondisi itu tak mematahkan asa kakek Abdon. Ia tetap tegar dan tidak kenal lelah. Satu hal yang ada di hati dan pikirannya, anak, cucu, dan istri harus bisa makan.
"Dari pagi sampai siang, saya kumpul dan pikul batu pakai karung ke rumah. Sorenya lanjutkan meniti batu-batu ini," tutur kakek Abdon kepada Kompas.com, Kamis (29/4/2021) siang.
Kakek Abdon menceritakan, dirinya mulai memecahkan batu-batu itu sejak 2001. Pekerjaan itu tetap ia geluti karena memang tidak ada lahan yang mau digarap.
Untuk pergi menjadi buruh harian juga ia tak sanggup. Satu-satunya jalan agar ia dan keluarga bisa hidup adalah mengambil batu kali.
"Batu-batu yang sudah dipecahkan ini saya taruh dalam karung. Kemudian dijual dengan harga Rp 25.000 per karungnya," ungkapnya.
Hasil jual batu tersebut dimanfaatkan untuk membeli kebutuhan pokok keluarga, membeli obat untuk istrinya yang sedang sakit lever, dan membayar uang sekolah satu anak dan tiga cucunya.