SEMARANG, KOMPAS.com - Kondisi penyintas yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh suaminya masih dalam pemulihan psikologis.
Koordinator jaringan peduli perempuan dan anak (JPPA) Jawa Tengah Nihayatul Mukharomah mengatakan saat ini korban masih merasa ketakutan akibat kekerasan yang menimpanya
Untuk itu, pihaknya terus melakukan pendampingan terhadap korban agar kondisinya bisa kembali pulih secara psikis.
"Korban saat ini masih proses pemulihan psikologis. Hari ini melakukan konseling dengan psikolog," jelasnya saat dihubungi, Jumat (9/4/2021).
Baca juga: Jadi Korban KDRT Lebih 10 Tahun, Warga Semarang Alami Luka Fisik dan Psikis
Selain itu, kata dia korban yang merupakan ibu dari dua anak ini juga sudah tidak menjalin komunikasi dengan terlapor.
"Korban sementara masih tinggal bersama pelaku tapi tidak ada komunikasi sama sekali," ungkapnya.
Kendati demikian, pihaknya berupaya mitigasi keamanan untuk perlindungan kepada korban dari tindak kekerasan yang dilakukan terlapor.
"Kita berjaga-jaga jika nanti terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Kemarin kita sudah minta tolong ke Babin setempat untuk jaga-jaga ke lingkungan korban dan meminta korban menyimpan nomor-nomor penting," ujarnya.
Baca juga: Istri Pegiat HAM Jadi Korban KDRT 10 Tahun, Tak Laporkan Suaminya Demi Hal Ini
Terpisah, Wakil Ketua Komisi Informasi Provinsi (KIP) Jawa Tengah Zainal Abidin Petir menegaskan bahwa KIP Jawa Tengah tidak akan pernah melindungi pelaku KDRT.
"KIP tidak melindungi pelaku KDRT. Sudah saya coba ngrogoh ati supaya baik lagi. Korban sebetulnya mau untuk memperbaiki hubungan. Tapi kalau sudah begini ya sudah saya lepas. Senin sudah ada ramai-ramai ke kantor enggak bisa dibendung kalau begitu," ujarnya.
Ia menjelaskan dalam waktu dekat akan menggelar rapat pleno bersama jajaran internal KIP Jawa Tengah untuk kemungkinan pembentukan Majelis Etik.
Rencana rapat pleno dilakukan setelah pihaknya melakukan mediasi tehadap pelapor dan terlapor.
"Majelis Etik dibentuk oleh Komisi Informasi bertugas menegakkan kode etik. Majelis Etik berjumlah 3 untuk Provinsi dari unsur akademisi, praktisi, dan tokoh masyarakat berdasarkan keputusan rapat pleno Komisi Informasi," ujarnya.
Menurut Peraturan Komisi Informasi nomer 3 tahun 2016 tentang Kode Etik Anggota Komisi Informasi jika terjadi pelanggaran bisa dikenakan sanksi ringan, sedang dan berat.
"Anggota Komisi Informasi harus berintegritas, yakni wajib menjaga diri dari berperilaku tidak patut atau tercela, baik dari sudut pandang norma hukum, kesusilaan maupun kesopanan," ungkapnya.
Adapun hukuman yang diberikan yakni sanksi ringan berupa teguran lisan dan tertulis. Sanksi sedang berupa pembebasan tugas selama 3 bulan. Lalu sanksi berat pemberhentian tetap.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.