Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral Oknum Guru Aniaya Murid di Lumajang, Alasan Kedisiplinan hingga Mediasi Polisi

Kompas.com - 30/08/2019, 13:55 WIB
Michael Hangga Wismabrata

Editor

KOMPAS.com - Viral video seorang oknum guru di Lumajang, Jawa Timur, yang menganiaya muridnya sendiri, sempat menjadi sorotan masyarakat.

Tim penyidik dari Polres Lumajang sudah diterjunkan untuk melakukan penyelidikan. Menurut HWP, dirinya melakukan tindakan kekerasan tersebut adalah semata untuk mendisiplinkan MF (15).

Kasus tersebut pun berakhir damai setelah pihak keluarga korban memaafkan tindakan oknum guru berinisial HWP (45) terhadap MF.

Berikut ini fakta dari kasus tersebut:

1. Aksi HWP jadi viral di media sosial

Ilustrasi media sosialTHINKSTOCKS/IPOPBA Ilustrasi media sosial

Kapolres Lumajang AKBP Muh Arsal menjelaskan, peristiwa itu terjadi pada Juli 2019 di SMP Muhammadiyah Jatiroto, Kecamatan Jatiroto, Lumajang.

Namun, peristiwa tersebut justru menjadi viral di media sosial dan beredar luas di grup-grup WhatsApp dan Facebook. Para netizen pun menyayangkan tindakan yang dilakukan oknum guru tersebut kepada muridnya.

Salah satunya dari akun Aldi yang menulis: "Ini guru se enaknya mukul anak orang....hai guru kamu itu sudah di gaji oleh pemerintah..jangan se enaknya mukul anak orang."

Baca juga: Guru Aniaya Murid di Lumajang Viral, Polisi Pilih Jalur Mediasi

2. Alasan oknum guru lakukan tindak kekerasan kepada HW

Ilustrasi sekolah rusakShutterstock Ilustrasi sekolah rusak

Polisi segera melakukan penyelidikan setelah video tersebut menjadi viral. Oknum guru tersebut merupakan salah satu pengajar di SMP Muhammadiyah Jatiroto.

Sedangkan korbannya berinisial MF (15), warga Desa Kaliboto Kidul Kecamatan Jatiroto. Kapolsek Jatiroto dan Katim Cobra Polres Lumajang ditugaskan untuk mendatangi rumah korban.

"Dalam investigasi tersebut diketahui bahwa tindakan yang dilakukan Herna sebenarnya bertujuan untuk mendisiplinkan MF," katanya, Kamis (29/8/2019)

Baca juga: Cerita Pengungsi Pasca-kerusuhan Jayapura, Trauma dan Ketakutan

3. Kasus diselesaikan secara kekeluargaan

Ilustrasi PolisiThinkstock/Antoni Halim Ilustrasi Polisi

Arsal menyayangkan cara HWP mendisiplinkan anak didiknya. Ada cara lain yang lebih sesuai untuk mengajarkan kedisiplinan.

"Polisi sebenarnya menyayangkan tindak kekerasan tersebut," tandas Arsal.

Setelah itu, polisi mencoba melakukan mediasi dan menghindari penyelesaian melalui jalur pidana. Saat itu, Kapolsek ditunjuk sebagai mediator.

“Alhamdulillah, jiwa besar dari pihak keluarga korban untuk memaafkan oknum guru tersebut saya apresiasi," kata Arsal.

Baca juga: Hari Pertama Operasi Patuh, 1.828 Kendaraan Kena Tilang

4. Permintaan maaf HWP

Ilustrasi guru galakbowie15 Ilustrasi guru galak

Oknum guru HWP meminta maaf atas kejadian tersebut kepada MF dan orangtuanya.

HWP mengakui apa yang dilakukannya salah dan tidak sesuai dengan nilai-nilai seorang pendidik.

"Kejadian ini menjadi pelajaran bagi saya dan juga bagi guru-guru yang lain untuk tidak melakukan cara-cara kekerasan dalam mendisiplinkan anak didiknya,” ujarnya.

Sementara itu, polisi menjelaskan alasan mengapa kasus tersebut tidak dibawa ke jalur pidana.

"Bisa dikatakan guru itu adalah orangtuanya murid di sekolah. Pastilah setiap guru punya tujuan-tujuan yang mulia terhadap anak didiknya. Hanya dalam kasus ini, cara yang dilakukan oleh oknum guru tersebut tidak tepat," katanya.

Baca juga: Terungkap, Ini Alasan Istri Sewa Pembunuh Bayaran Habisi Suami dan Anak Tirinya

Sumber: KOMPAS.com (Ahmad Faisol)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com