PALU, KOMPAS.com — Di tengah duka yang masih menyelimuti Palu dan Donggala pasca-gempa dan tsunami pada Jumat (28/9/2018), aksi penjarahan meresahkan warga.
Polresta Palu telah menangkap 45 orang yang diduga sebagai pelaku penjarahan minimarket, gudang, serta ATM. Bersama dengan mereka, polisi mengamankan puluhan jenis barang bukti dan alat yang digunakan pelaku saat beraksi.
“Sebanyak 45 pelaku penjarahan yang selama ini meresahkan masyarakat Kota Palu, Sulawesi Tengah, akhirnya berhasil dibekuk. Para pelaku merupakan kelompok penjarahan sejumlah fasilitas umum, seperti kios, minimarket, ataupun gudang elektronik yang ditinggal pergi oleh para pemiliknya saat gempa terjadi,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Polisi Dedi Prasetyo dalam jumpa pers di halaman Mapolresta Palu, Selasa (2/10/2018).
Menurut polisi, sebagian pelaku yang ditangkap merupakan residivis dan narapidana dari Lapas Petobo yang kabur saat gempa terjadi.
Aksi mereka dinilai meresahkan karena barang-barang yang diambil bukanlah kebutuhan pokok yang dibutuhkan darurat pasca-bencana.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sempat mempersilakan warga mengambil bahan-bahan pangan dan sandang dari sejumlah toko dan minimarket. Namun, dia membantah itu berarti boleh menjarah.
Berikut ini barang-barang bukan pangan dan sandang yang dijarah dari toko, minimarket, pusat perbelanjaan hingga gudang elektronik yang didata polisi:
Televisi, komputer hingga kulkas yang disita sebagai barang bukti dijarah dari sejumlah pusat perbelanjaan dan gudang elektronik dengan lokasi yang berbeda-beda.
Polisi menyebutkan, para pelaku mengambil sepeda motor yang ditinggalkan pemiliknya. Setidaknya, ada belasan unit sepeda motor yang disita polisi dari penangkapan 45 pelaku penjarahan di Palu ini. Diduga, banyak mobil juga turut dijarah.
Bukan sekadar membobol ATM, tak tanggung-tanggung para pelaku juga membawa kabur mesin ATM.
"Mereka beraksi di ATM centre. Barang bukti linggis dan peralatannya, termasuk mesin ATM BNI, dalam kondisi utuh," ungkap Dedi.
Dedi menambahkan, para pelaku menjalankan aksinya secara berpindah-pindah dengan target lokasi yang ditinggal pergi para pemiliknya pasca-gempa bumi dan tsunami terjadi.