SALATIGA, KOMPAS.com - Belakangan ini muncul kelompok yang hendak mengganti Pancasila dan NKRI dengan sistem khilafah. Alih-alih menarik simpati dari masyarakat, kalangan umat muslim sendiri jelas-jelas menolak gagasan ini dan menentangnya dengan tegas.
Salah satunya dari pendiri Pondok Pesantren Pancasila Salatiga, Kiai Muhlasin (59). Menurut Muhlasin, bentuk negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan dasar negara Pancasila dan UUD 1945 merupakan keputusan final para pendiri negara ini.
Adanya kelompok yang hendak mengganti dasar negara, menurutnya, karena masyarakat Indonesia sudah banyak yang melupakan sejarah.
"Perjuangan merebut kemerdekaan republik ini panjang, dengan darah, harta dan nyawa. Nenek moyangnya tidak pernah panggul senjata, kok enak saja masuk rumah orang mau impor paham ke Indonesia," kata Kiai Muhlasin, Selasa (30/5/2017) kemarin.
Baca juga: Belajar Hidup Toleransi dari "Desa Pancasila" di Lamongan
Kiai Muhlasin mengungkapkan, bukan tanpa alasan dirinya mengatakan hal itu, sebab ayahnya, KH Abdurrohim adalah Komandan Banser Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang yang pernah bersinggungan dengan peristiwa G30 S/PKI.
Sedangkan kakeknya, Kiai Raden Affandi adalah salah satu pelaku sejarah melawan tentara sekutu dalam peristiwa Palagan Ambarawa.
"Kakek saya ikut menggempur Benteng Ambarawa waktu itu," imbuhnya.
Para pendiri negara ini, menurut Kiai Muhlasin, sudah menyepakati bentuk negara dan sistem pemerintahan yang mengakomodasi seluruh kelompok, golongan dan semua agama yang ada di Indonesia.
"Kalau NU dan Muhammadiyah karena bagian dari republik ini, sehingga dari nenek moyangnya hingga sekarang tetap dalam bingkai NKRI," jelasnya.
Melihat sejarah panjang negara ini, pihaknya mendesak kepada pemerintah agar bersikap tegas terhadap setiap gerakan yang hendak mengganti dasar dan bentuk negara Indonesia.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.