MALANG, KOMPAS.com - Tim Astrofotografi Universitas Brawijaya Malang, gagal memantau hilal karena cuaca hujan, Jumat (26/5/2017). Rencananya, tim dari Fakultas Teknik itu akan memantau hilal untuk menentukan awal Bulan Ramadhan 2017 M/1438 H.
Pemantauan dilakukan dari gedung SMA Islam Sabilillah, Kota Malang. Ada dua jenis teleskop yang disiapkan untuk melakukan pengamatan. Yakni teleskop jenis losmandy gemini 2 dan teleskop jenis celestron.
Sayang, cuaca hujan membuat upaya pemantauan gagal. "Hilal tidak bisa dilihat. Pasti tidak bisa dilihat. Kendala utamanya cuaca," kata Ketua Tim Astrofotografi Universitas Brawijaya, Rudy Yuwono.
(Baca juga: 1 Ramadhan 1438 H Diputuskan Setelah Terlihat Hilal di Empat Lokasi)
Rudy menjelaskan, Indonesia banyak mengandung uap air. Berbeda dengan negara-negara di Arab yang cenderung cerah. Kondisi itu membuat hilal di Indonesia kerap terkendala. "Makanya akan sulit untuk dilihat," jelasnya.
Ia menyayangkan cuaca yang tiba-tiba mendung dan hujan. Padahal, persiapan untuk melakukan pengamatan sudah dilakukan sejak malam sebelumnya.
Persiapan itu meliputi proses alligment, yakni mengkaliberasikan teleskop yang ingin digunakan dengan benda langit. Tujuannya supaya teleskop bisa merekam munculnya bulan sabit atau hilal.
"Tadi malam sudah alligment. Ini (teleskop) kita kaliberasikan dengan pergerakan benda langit," jelasnya.
(Baca juga: Inilah Wajah Hilal Penanda Awal Ramadhan 2017)
Meski gagal melakukan rukyat hilal, tujuan edukasi kepada para siswa SMA Islam Sabilillah tetap berjalan. Sebab selain untuk menentukan awal Ramadhan, rukyat itu juga dilakukan sebagai pembelajaran bagi siswa.
"Jadi begini, anak-anak di SMA Islam Sabilillah ada ekstrakurikuler. Terus kemudian kita adakan pembelajaran tadi," jelasnya.
Selain melihat hilal melalui teleskop, para siswa yang berjumlah 31 orang juga diajari rukyat menggunakan hilal tracker, yakni alat memantau hilal secara manual.