Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Obati Pasien yang Tak Mampu, RS di Kaltim Terlilit Utang

Kompas.com - 12/05/2017, 23:47 WIB
Dani Julius Zebua

Penulis

BALIKPAPAN, KOMPAS.com - Sejumlah rumah sakit pemerintah di Kalimantan Timur terlilit utang biaya pengobatan pasien yang tidak mampu bayar.

Salah satunya adalah RS Kanudjoso Djatiwibowo. Rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Kaltim itu mencatat tunggakan utang sekitar Rp 700 juta pada 2016.

Baca juga: Telisik Indikasi 1 Juta Klaim Fiktif, Ini Langkah Satgas BPJS, KPK, dan Kemenkes

Tunggakan itu akibat pihak RS menerima pasien yang tidak mampu membayar dengan latar belakang orang telantar dan tidak memiliki kartu tanda penduduk.

"Dari 120-an pasien di tahun lalu. Ratusan juta itu kini jadi beban yang terkatung (di RSKD)," kata Edy Iskandar, ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia di Kalimantan Timur, Jumat (12/5/2017).

Persoalan ini muncul seiring dicabutnya pembiayaan daerah untuk warga lewat jaminan kesehatan provinsi atau kota pada 2016. RS kemudian seutuhnya terintegrasi dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan menjalankan program BPJS.

Basis data JKN bagi warga miskin berdasar penerimaan bantuan Iuran. Pasien yang tidak terdaftar di BPJS penerima bantuan iuran (PBI), tidak memiliki KTP dan telantar tidak bisa menerima layanan BPJS.

Edy mengatakan, rumah sakit pun akhirnya harus menanggungnya saat mereka berobat. Sebesar 60 persen dari tunggakan itu adalah pemberian obat, asupan, hingga gizi bagi sang pasien.

"Semua rumah sakit pemerintah merasakan seperti ini. Kalau kami Rp 700 juta di 2016, RS lain bisa Rp 500 juta-an," kata Edy.

Edy mengharapkan, mesti ada pendataan ulang untuk PBI, sehingga layanan mereka yg terlantar tidak membebani operasional RS.

"Karenanya sekarang kami melakukan penghematan dan efisiensi, contoh: waktu menginap dipercepat untuk dipulangkan," kata Edy.

Kendali mutu dan biaya

RS pada umumnya menekan biaya ketika mulai mengikuti sistem JKN. Upaya menekan biaya itu dilatari kerja sama BPJS dengan RS yang berupaya mewujudkan mutu pelayanan dengan cara efisien.

Karenanya, RS mesti menyiasati layanan sehingga tidak mengurangi mutu layanan.

Direktur RS Siloam Balikpapan, dr Danie Poluan MKes, mengatakan, akibat efisiensi itu dokter pun jadi serba berhitung demi mempertahankan mutu layanan.

"Terjadi perubahan paradigma layanan bagi masyarakat," kata Danie.

Masyarakat yang belum menerima sosialisasi tentu terkejut dengan perubahan ini. Masyarakat ini akan merasa tidak mendapat pelayanan yang pernah didapatkannya.

Padahal, kata Danie, dokter dan rumah sakit tidak menurunkan mutu layanan.

"Persepsi masyarakat belum beranjak dari mengharapkan layanan maksimal RS," kata Danie.

Akibat kendali mutu dan kendali biaya RS itu, biaya pengobatan dan perawatan bisa turun hingga 50 persen.

RS juga bisa mengalami penurunan pendapatan hingga Rp 700 juta hingga Rp 1 miliar tiap bulan dari potensi yang bisa diraih.

"Harus pintar mengelola RS sekarang. Kalau tidak bisa banyak yang tutup. Manajemen, dokter, perawat harus satu persepsi," kata Danie.

Baca juga: Risma: Tahun Ini, 12.000 Guru Ngaji Dijamin BPJS Kesehatan

Tidak hanya itu. Penghasilan dokter konon turun antara 10 hingga 50 persen. Namun, volume kerjanya bertambah dan jam kerja jadi lebih panjang.

Namun ia memastikan, mutu dokter tidak berubah. "Karena dokter terikat sumpah," kata Danie.

Kompas TV Mengenal BPJS Lebih Dalam
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com