Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belasan Tahun Hidup di Rumah Nyaris Rubuh, Elegi Guru di Pelosok Kukar

Kompas.com - 29/04/2017, 15:11 WIB
Dani Julius Zebua

Penulis

KUTAI KARTANEGARA, KOMPAS.com - Sebuah rumah kayu berkelir pudar berdiri pada tonggak-tonggak kayu ulin di belakang Sekolah Dasar Negeri 14 Desa Tani Baru, Kecamatan Anggana, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Desa Tani Baru merupakan desa terluar di muara Sungai Mahakam, bersebelahan dengan Selat Makassar.

Seperti kepala yang terkulai karena leher tak mampu menyangga dengan baik, begitu pula rumah kayu ini. Dari sisi mana pun dipandang, rumah itu terlihat miring.

Tak hanya miring, tiap ujung seng pada bagian depan rumah sudah terangkat, tirai kain hijau kelabu berkibar-kibar menutupi kusen tanpa daun jendela luar.

Langit terasnya bolong. Beberapa kayu pada dinding luar tampak keropos dan lapuk. Lantai terasnya amblas hampir selutut.

Memasuki rumah itu, aroma apak menyambut. Setiap langkah menimbulkan derit. Pertama, di ruang tamunya seluas 3x3 meter.

Apak berasal dari arah dinding yang kelabu dan basah, lantai kayunya empuk, dingin, lembab, keropos, tetapi ditutupi terpal. Ruang utama itu dibiarkan kosong melompong.

(Baca juga: Demi Mengajar, Tiap Hari 6 Guru Lewati Bukit, Sawah, Kebun dan 3 Kali Seberangi Sungai)

Ada ruangan lain dengan ukuran sama, yakni kamar depan yang tidak berjendela tadi, kamar samping yang lantainya sudah terbuka, serta sebuah bangunan WC yang jebol dan menganga.

Langit-langit terkoyak dan tampak compang-camping dari bagian teras sampai kamar tengah.

Sementara itu, lantai kayunya tertutup karpet plastik yang penuh tanah. Sinar matahari menembus rumah dari banyak sekali celah dan lubang di dinding.

Satu-satunya ruang yang sedikit terawat ada di bagian paling belakang. Di situ, ada satu kamar tidur, gang sempit pengganti ruang tengah, dan dapur terbuka.

Bagian belakang ini saja yang masih bertahan dan berdiri baik. Karpet plastik warna pink belum koyak sana-sini. Gang sempitnya saja dipakai untuk meletakkan televisi dan lemari.

Namun, lagi-lagi melihat langit-langitnya yang penuh lubang, sungguh meragukan sisa bangunan ini akan bertahan lama.

Rumah kayu yang nyaris rubuh ini merupakan fasilitas tinggal bagi guru di Desa Tani Baru, sebuah kawasan terluar dari Kaltim dan berada di muara Sungai Mahakam.

Desa ini hanya bisa dijangkau dengan perahu bermesin dalam waktu paling cepat 3 jam dari Samarinda, Ibu Kota Kaltim. Laut Selat Makassar hanya sejauh 10 menit dengan perahu.

Tani Baru adalah desa yang penuh tambak. Hampir semua warganya nelayan dan penjaga tambak. Kawasan ini dikelilingi air payau dan tanahnya berlumpur.

Mangrove tumbuh subur di sana. Karenanya, rumah, dermaga, maupun jalan dibangun di atas tonggak.

Sepasang guru SD 14 tinggal di rumah reyot itu. Adalah Samelan, guru kelas 4, dan Saudah, guru kelas 6, yang sudah belasan tahun tinggal di sana. Kedua suami dan istri ini menetap di situ sejak 2001.

Warga di sana juga tinggal sambil menyiasati pasang surut air laut. Air pasang membuat bangunan kerap terendam.

Biasanya, air pasang datang 2 kali dalam sebulan. Rumah yang ditinggali Saat dan Saudah ini juga yang sering terendam air saat pasang. 

"Kalau air bisa naik sampai segini (lutut). Hari ini saja baru surut tadi siang. Air pasang seperti ini sering kali terjadi," kata Saat.

Keseringan terendam air, bangunan pun terlihat lapuk, nyaris hancur, miring, dan nyaris ambruk.

Meski rumah itu memprihatinkan, keduanya bertahan. Sulitnya dapat rumah sewa maupun properti yang dijual beli, menjadi alasan mereka bertahan.

"Sulit mendapat rumah dan sewaan di sini (desa Tani Baru)," kata Saat. "Belum ada perbaikan selama ini," katanya.

Saat mengabdi jadi guru SD sejak 2003. Tadinya, Saat hanyalah pekerja tambak pada tahun 1994.

Ia terpanggil dua tahun kemudian setelah Saudah jadi pengajar di 2001. "Pengangkatan (PNS) kami di 2008," katanya.

Darta, Kepala Sekolah SD 14, prihatin pengajarnya hidup bertahan seperti ini. Menurut Darta, hidup guru yang layak diyakini bisa memacu semangat belajar mengajar.

"Guru baru mana yang mau bertahan melihat perumahan guru seperti ini," kata Darta.

Sebagai guru yang telah mengabdi sejak 1994 di Tani Baru, Darta tak berharap kesulitan masa lalu dirasakan guru-guru baru di generasi berikutnya. "Kita mesti mendapat perhatian pemerintah," kata Darta.

Guru muda lain juga mengungkap hal senada. Siti Aisyah, 24 tahun, guru agama untuk SD 14 dan guru IPS dan Agama untuk SMP, berharap bisa diangkat menjadi PNS.

Namun, tentu rumah layak bagi guru di pedalaman menjadi program yang mengikuti. "Perumahan guru mesti ada," kata Siti.

Pihak sekolah bukan tidak pernah mengusulkan perbaikan. "Pernah mengusulkan ketika pejabat pemkab datang berkunjung, tetapi sampai 3 tahun penantian tanpa realisasi," katanya.

Kondisi rumah guru di tempat terpencil ini ironi dengan upaya pemerintah Kukar yang sedang getol menonjolkan upaya peningkatan kualitas gurunya.

Seperti baru-baru ini, Pemkab Kukar tengah mengirim 24 guru dari sejumlah SMP dan SMA yang ada di kabupaten ini terbang ke Inggris untuk mengikuti pelatihan belajar mengajar Bahasa Inggris di Universitas Cambridge.

(Baca juga: Perdalam Bahasa Inggris, Bupati Kukar Terbangkan 20 Guru ke Cambridge)

Pengiriman guru belajar ke Inggris ini merupakan satu dari beberapa kebijakan populis Pemkab terkait nasib guru. Pemkab pernah juga meluncurkan program 1 komputer jinjing (laptop) bagi 1 guru.

Awal mula SDN 14

Semula, SD Negeri 14 berdiri dengan siswa yang hampir semuanya berasal dari tiga dusun sekitar.

Sekolah itu dibangun dari pembiayaan maupun bantuan Pemkab Kukar dan Total E&P Indonesie.

TEPI terlibat di sana lantaran Tani Baru salah satu yang paling dekat dengan kegiatan operasi hulu migas mereka di Delta Mahakam.

Bantuan dari pemerintah dan perusahaan itu disalurkan untuk membangun ruang sekolah, UKS, laboratorium komputer, bahkan lapangan futsal dan bulu tangkis.

"Semua itu dibiayai 50 percen dari pemerintah, 50 persen lagi dari Total. Seperti solar cell di 5 titik itu juga dari Total," kata Darta.

(Baca juga: Sri Mulyani: Ada Pilkada, Ada Perekrutan Guru...)

Sekolah ini akhirnya berkembang sangat pesat. "Hingga kita bisa meraih predikat Adiwiyata tingkat Kabupaten Kota," ujar dia.

Kini, sekolah memiliki SMP dan SMA. Siswanya yang tadinya 60 orang pada 1994, kini lebih dari 100 orang dengan 10 guru.

Darta berharap, perumahan guru membuat semangat mengajar semakin besar untuk guru-gurunya kini.

Terlebih, dengan berkembangnya sekolah dari SD hingga kini SMA, akan diperlukan lebih banyak guru.

"Bagaimana guru baru bisa bertahan kalau perumahannya seperti ini?" kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com