Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ususnya di Luar Perut, Sudah Dua Tahun Anggi Hanya Bisa Berbaring..

Kompas.com - 22/02/2017, 05:46 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

MEDAN, KOMPAS.com - Siapa yang menduga, piknik keluarga pada April 2015 silam menjadi awal penderitaan Anggirlan Nasution (10). Mulanya Anggi, begitu biasa bocah periang itu dipanggil, mengeluh nyeri di perutnya dan tidak bisa buang air besar.

Kedua orangtua Anggi, Adlin Nasution (35) dan Marina (32) mengira anaknya hanya masuk angin karena kelamaan berenang.

Namun, sakit perut itu tak kunjung sembuh, malah semakin menjadi hingga lewat sepekan. Adlin dan istrinya lalu membawa anak kedua mereka itu ke bidan terdekat, namun tidak ada hasil.

Mereka lalu mendatangi dokter Zulfahri yang berpraktik di Patumbak. Hasil diagnosa dokter menyatakan Anggi mengalami bocor usus. Mengakibatkan perutnya membesar karena banyaknya tinja di luar usus.

"Kami kira cuma masuk angin aja, rupanya dokter Zul bilang harus dibawa ke rumah sakit dan cepat dioperasi. Mei 2015, kami bawa Anggi ke RS Pirngadi Medan untuk dioperasi. Kami waktu itu cuma punya kartu Jamkesmas," kata Adlin, Selasa (21/2/2017).

Pasca operasi, Adlin membawa anaknya pulang ke rumah untuk dirawat jalan. Namun belum lama di rumah, Anggi mengeluh perutnya sakit kembali. Rupanya jahitan bekas operasi terbuka membuat ususnya berpindah tempat menjadi di luar perut.

Warga Dusun VI, Pondok I, Desa Marindal II, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara ini lalu mendatangi kembali RS Pirngadi Medan, jawaban pihak rumah sakit, Anggi harus dioperasi kembali.

"Dokter bilang ini jalan satu-satunya menyelamatkan Anggi, tapi dia tak mau kasih tahu kami sakit apa sebenarnya si Anggi ini," ucapnya.

Usai operasi kedua, tiga bulan Anggi dirawat di ruang bedah. Setelah itu, dokter meminta dia dipindahkan ke ruang gizi supaya naik berat badannya. Sebulan di ruang gizi, Adlin merasa ditelantarkan pihak rumah sakit karena perawat hanya datang untuk membersihkan usus dan mengganti kantong penampung tinja (plastomi).

Hasil rembug keluarga, diputuskan Anggi pulang saja. Pihak rumah sakit tak menghalangi, mereka hanya menyarankan untuk melakukan kontrol rutin. Seiring berjalannya waktu, berat badan Anggi terus turun, dari 21 kilogram kini menjadi 12 kilogram.

"Kayak mana mau naik, orang tiap makan keluar lagi makanannya. Kami disuruh beli obat di apotik, tapi kami diminta tidak memberitahukan apa yang terjadi sama Anggi. Perawat-perawat itu yang bilang, bukan dokternya. Kami cari obat yang disarankan mereka, tapi tak pernah kami dapatkan," timpal Marina.

Menurut perempuan yang tengah hamil anak ke empat itu, dirinya pernah mencegat dokter yang menangani anaknya. Bertanya dan meminta kejelasan kenapa perut Anggi semakin besar dan daging di perutnya membusuk.

"Kalau jahitan itu kita jahit, tetap pecah lagi, kata dokter Iqbal waktu itu. Kami tak mengerti, kami menduga dokter sudah malpraktek. Masa habis dioperasi, ususnya di luar perut dan dibiarkan saja. Kami cuma minta pihak rumah sakit bertanggung jawab menyembuhkan anak kami," katanya.

Adlin yang hanya seorang buruh bangunan harus pontang-panting mencari uang untuk biaya hidup dan perawatan ala kadarnya kepada Anggi. Sementara istrinya tak punya penghasilan.

Dua tahun pun dilewati Anggi dengan hanya berbaring dan kesakitan. Setiap makanan yang masuk ke mulutnya, akan keluar menjadi fases di usus yang bentuknya sudah seperti daging tumbuh di samping kiri perutnya.

Warnanya merah muda, kini berubah fungsi menjadi anus karena anusnya sudah tak berfungsi lagi.

Ketika ditemui wartawan, Anggi hanya mengenakan kaos dan sarung, tidur diatas selembar tilam di ruang tamu sebuah rumah berdinding papan.

Waktu sarungnya tersingkap, terlihat luka bekas operasi di perut bagian bawah. Ada ruam kebiru-biruan dan merah di sekitar luka itu. Ususnya menyembul dengan lubang kecil menganga. Tumpukan kapas seperti mengganjal usus.

Anggi melupakan sakit dengan memandangi dua foto rontgennya, sesekali dia terlihat tertawa kecil. Ditanya apa yang akan dilakukannya kalau nanti sembuh, dia bilang ingin sekolah biar bisa jadi astronot.

"Anggi bisa sembuh, kan? Bisa hidup dan sekolah lagi, kan?" tanya anak periang itu.

Tak ada yang bisa menutupi kesedihan saat mendengar pertanyaan polos Anggi. Semua menjawab bisa walau isi kepala membayangkan ketidakpastian.

"Kami sudah pasrah, tinggal berdoa saja. Sudah tidak ada lagi biaya untuk berobat. Syukur Anggi punya ibu angkat, perawat di RS Pirngadi, dialah yang sering datang bawa obat dan sarung untuk Anggi," kata Adlin dengan suara lirih.

Dirawat

Sekitar dua pekan lalu, Kepala Desa Marindal II Jufri Antono yang mendengar kabar penderitaan Anggi menjemputnya dan langsung membawanya ke RSUD Deliserdang di Lubuk Pakam untuk mendapat perawatan. Dua minggu berada di rumah sakit ini, Anggi dirujuk ke RSUP Haji Adam Malik Medan.

"Waktu kami antar ke RSUD Deliserdang, bupati mengintruksikan supaya dibawa ke Penang saja. Karena kondisi Anggi semakin lemah. Kita sedang membantu menyiapkan berkas dan membuatkan paspornya," kata Jufri.

Sementara Kepala Sub Bagian Humas RSUP Haji Adam Malik, Masahadat Ginting menyatakan, pihaknya siap menerima Anggi.

"Kita sudah cek, belum ada masuk pasien bernama Anggirlan Nasution. Kita siap menerimanya, kami akan pantau terus dan akan menginformasikannya nanti," kata Masahadat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com