Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semangat Mbah Paiyem Jual Wedang Ronde Kesukaan Soeharto

Kompas.com - 03/12/2016, 00:00 WIB
Wijaya Kusuma

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pada usia ke-85, Paiyem Karsowiyono enggan berdiam diri rumah. Hujan yang mengguyur Yogyakarta tak menjadi halangan baginya untuk tetap berjualan wedang ronde di pinggiran trotoar Jalan Kauman, Kota Yogyakarta.

Sembari menunggu pembeli, Paiyem duduk di kursi kayu panjang. Tepat di atasnya, sebuah terpal kecil berwarna coklat berukuran sekitar 2 meter X 2 meter terikat antara gerobak dan tiang kayu untuk melindunginya dari guyuran air hujan.

Meski embusan angin sering kali membawa butiran-butiran air hujan hingga mengenai kulit tuanya. Lampu teplok satu-satunya cahaya yang meneranginya setiap kali menyajikan wedang ronde.

"Ya kalau hujan seperti ini dingin, tapi karena sudah biasa ya tidak apa-apa. Seneng jualan, bisa ngobrol sama pembeli, cerita-cerita, nambah saudara," ujar Paiyem sambil memasukan satu demi satu bahan wedang ronde ke dalam mangkok, Kamis (1/12/2016).

Setelah membuat satu mangkok wedang ronde, Paiyem kembali duduk. Sambil menunggu pembeli, Paiyem bercerita telah menekuni usaha jualan wedang ronde sejak lama. Dia pertama kali berjualan wedang ronde sebelum tahun 1965.

Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma Paiyem Karsowiyono (85) penjual Wedang ronde di Jalan Kauman Kota Yogyakarta
"Sebelum PKI sudah jualan ronde sama kacang rebus," ucapnya.

Pertama kali, Paiyem menjajakan wedang rondenya berdua bersama suaminya. Ia berjualan pertama kali di Ngampilan kota Yogyakarta, setelah itu ia pindah ke Pasar Ngasem. Lama di Pasar Ngasem, Paiyem lalu pindah ke Jalan Kauman, Kota Yogyakarta hingga saat ini.

"Saya lupa pindah disini (Jalan Kauman) kapan, tapi sudah lama saya di sini dari harga ronde masih Rp 1.500 sampai sekarang Rp 5.000," ucapnya.

Kemampuannya membuat wedang ronde ini diperolehnya secara otodidak. Dia dan suaminya hanya menghafalkan bahan-bahan lalu mempraktikannya.

Satu yang membedakan, wedang ronde buatan Paiyem hingga digemari pembeli karena semuanya dari bahan alami, tanpa pengawet. Bahan-bahan itu dibeli langsung di pasar. Bahkan untuk tetap mempertahankan kualitas dan citarasa, serta kekenyalan ronde yang pas, Paiyem mengolah sendiri dengan membeli ketan di pasar.

Kini, Paiyem masih menumbuk beras ketan hingga halus. Setelah itu, dengan jarinya, dia membuat bentuk bulatan ronde. Setiap hari, Paiyem masih membuat rata-rata sekitar 200 porsi.

"Tidak beli tepung jadi, rasanya nanti beda, saya numbuk ketan sendiri untuk rondenya, jahenya juga saya bakar sendiri. Mulai proses membuat wedang ronde itu jam 2 siang," tuturnya.

Paiyem setiap hari membuka dagangan wedang rondenya mulai pukul 19.00 WIB. Paling malam, dia berjualan hingga pukul 00.00 WIB.

"Tutup jam 12 malam, tapi sering jam 9 malam sudah habis. Tapi bulan ini memang lagi sepi," tuturnya.

Nenek yang telah memiliki dua orang cicit ini mengaku belum akan berhenti berjualan sendiri sampai fisiknya benar-benar tidak kuat lagi. Sebab baginya wedang ronde sudah menjadi bagian dari perjalanan hidupnya.

"Hasilnya tidak tentu, tetapi rejeki sudah ada yang mengatur, kita hanya berusaha. Pokoknya tetep jualan," kata Paiyem.

Namun, sepeninggal suaminya dan karena usianya sudah 85 tahun, Paiyem sudah tidak kuat lagi mendorong gerobaknya dari rumahnya di Kadipaten Kulon menuju ke Jalan Kauman. Kini, dia dibantu putranya yang keenam mendorong gerobak hingga memasangkan terpal.

"Itu anak saya yang keenam, setiap hari bantu dorong gerobak. Setelah itu pulang nemani cucu belajar, yang jualan saya," ucapnya.

Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma Paiyem Karsowiyono (85) penjual Wedang ronde di Jalan Kauman Kota Yogyakarta
Langganan Soeharto

Dilihat sepintas, wedang ronde milik Paiyem tak berbeda dengan yang lainnya. Namun, di balik kesederhanaan gerobak dan tempatnya berjualan yang hanya di pinggir jalan, ternyata rasa wedang rondenya ni digemari oleh Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto.

Ketika Soeharto masih menjabat sebagai Presiden, wedang ronde Paiyem sering dipanggil datang ke Istana Negara Gedung Agung.

"Ya dulu sering dipanggil ke Istana (Gedung Agung. Ya seneng, bangga wedang ronde saya diundang ke Istana Negara (Gedung Agung)," ucapnya.

Nenek yang telah memiliki 11 cucu ini lalu bercerita, ketika berjualan di Pasar Ngasem Kota Yogyakarta, ada seorang ajudan Soeharto yang datang. Sang ajudan meminta agar Paiyem datang karena Soeharto sedang di Yogyakarta dan ingin wedang ronde.

Kesempatan itu tak hanya datang sekali. Paiyem ingat, dia diundang beberapa kali untuk menjamu para tamu negara yang datang ke Gedung Agung Yogyakarta.

"Saya hanya membuat, yang melayani dan menyerahkan ke Pak Suharto, Ajudanya. Kalau ada tamu negara juga sering diundang ke istana," kata Paiyem sambil tersenyum.

Dulu, lanjutnya, wedang rondenya juga sering dipesan untuk acara-acara pernikahan di Yogyakarta. Bahkan wedang ronde Paiyem pernah dipanggil ke Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat saat acara pernikahan salah satu Putri Sri Sultan HB X.

"Kalau sekarang di acara pernikahan saya sudah tidak kuat lagi," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com