Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merawat Cita-cita Menjadi Petani Sukses

Kompas.com - 22/11/2016, 15:16 WIB
Irma Tambunan

Penulis

KOMPAS - Dari lubang-lubang paralon, semprotan air lembut memercik hamparan benih bawang merah berusia sebulan. Hanim (42) dan anak-anak didiknya telah sejak pagi berkeringat merawat tanaman-tanaman itu. Di kebun belakang sekolah, semangat dan harapan besar tengah menggantung pada proyek budidaya terbaru mereka.

"Kalau kondisinya tetap baik, hasil panennya akan sangat besar," ujar Hanim, guru lapangan studi hortikultura SMK Pertanian-Pembangunan di Desa Teluk, Kecamatan Pemayung, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi, Oktober lalu.

Hanim mengawasi para siswa berbagi tugas. Ada yang mencabuti rerumputan liar, menabur pupuk, memeriksa tanaman yang sakit, hingga menyemprotkan cairan pembasmi hama dan penyakit.

Proyek budidaya bawang merah baru kali ini mereka jalankan. Sebelumnya, para siswa menanam berbagai jenis sayuran, seperti kangkung, bayam, kacang panjang, terong, timun, hingga kacang kedelai.

Di tengah keterbatasan anggaran pendidikan kejuruan, proyek ini terbilang ambisius. Sebanyak 178 kilogram bibit dipesan sang guru dari sentra penanaman bawang di Brebes, Jawa Tengah. Biaya untuk satu musim tanam itu diperkirakan Rp 26 juta mencakup pembelian benih, pupuk, dan obat.

Hasil panen pada lahan seluas 0,5 hektar diperkirakan mencapai 2,5 ton atau bernilai jual sekitar Rp 50 juta. Hasil ini tentu menggiurkan. Meski demikian, setiap hari Hanim mengingatkan para siswa bahwa budidaya bawang merah juga memiliki risiko besar.

"Itu sebabnya, jika sudah memulai usaha ini, jangan tanggung-tanggung. Akan sia-sia jika perawatannya setengah-setengah, padahal modalnya sudah sangat besar," kata Hanim.

SMK Pertanian-Pembangunan beruntung. Pendanaan budidaya bawang merah tersebut mendapat dukungan penuh dari Bank Indonesia Perwakilan Jambi. Tidak hanya itu, pihak BI juga mendatangkan tenaga pendamping. Budidaya bawang merah diharapkan meneruskan kisah sukses proyek budidaya cabai merah yang digarap tahun sebelumnya oleh SMK Pertanian-Pembangunan dan BI.

Bawang merah dan cabai merah dipilih karena dua komoditas ini merupakan penyumbang inflasi terbesar dan harganya cenderung fluktuatif di Jambi. Inflasi bawang merah rata-rata di atas 200 persen setiap bulan sepanjang 2016. Tingkat inflasinya jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 dan 2014. Begitu pula inflasi cabai merah rata-rata di atas 100 persen.

Fluktuatifnya harga kedua komoditas ini disebabkan produksi dari Jambi tak mencukupi sehingga selalu mendatangkan dari luar daerah. Perkembangan harga bergantung pada pedagang besar. Padahal, kebutuhan masyarakat Jambi, yang gemar masakan pedas dan berbumbu, terhadap bawang dan cabai merah sangat tinggi.

Wirausaha pertanian

Apabila budidaya kedua komoditas tersebut sukses dikembangkan dan terus diperluas, tingkat inflasi akan bisa ditekan. SMK tumbuh sebagai motor bagi tumbuhnya wirausaha pertanian. Kepala BI Perwakilan Jambi V Carlusa mengatakan, SMK menjadi target proyek percontohan ini dengan harapan setelah lulus para siswa dapat berdikari. "Anak-anak muda ini sangat potensial sebagai agen kewirausahaan," kata Carlusa.

Bantuan budidaya cabai merah dan bawang merah merupakan bagian dari Program Sosial Bank Indonesia (PSBI). Nilai PSBI yang disalurkan ke sekolah itu Rp 83,1 juta pada 2015 dan Rp 50 juta tahun 2016.

Tahun lalu, hasil penjualan panen cabai 1,5 ton bernilai Rp 52,5 juta dimanfaatkan siswa sebagai modal produksi pengembangan lanjutan budidaya cabai, pare, dan jagung. Budidaya itu rupanya makin berkembang sehingga modal terus meningkat menjadi hampir Rp 60 juta. Hasilnya dimanfaatkan tidak hanya untuk budidaya bawang merah dan cabai merah, tetapi juga untuk meningkatkan kompetensi bidang usaha olahan makanan dan minuman.

"Misalnya untuk hasil panen kedelai dan pisang, siswa mendapat pelatihan pengolahan makanan. Hasil olahannya kami fasilitasi untuk dipromosikan dan dipasarkan secara langsung di sejumlah pameran di Kota Jambi," ujar Carlusa.

Tidak hanya Hanim, sejumlah guru lainnya turut mendukung para siswa mengawal proyek tersebut. Paling tidak ada 11 guru lapangan yang berfokus pada sejumlah studi terkait budidaya, mulai dari teknologi benih, perlindungan tanaman, hingga perbanyakan tanaman. Ada pula guru kewirausahaan, perkebunan tahunan, hingga keselamatan dan kesehatan kerja.

SMK Pertanian-Pembangunan berdiri pada 1969. Sekolah ini memiliki lahan seluas 68 hektar, tetapi belum dimanfaatkan maksimal. Selain pertanian, lahan itu baru dimanfaatkan untuk memelihara sapi, kambing, dan produksi alat-alat pertanian.

Peminat SMK Pertanian-Pembangunan terbilang tinggi. Kepala sekolah, Nurlaily, mengatakan, ada 373 calon siswa yang mendaftar pada tahun ajaran lalu. Adapun yang diterima 205 siswa. Pendidikan gratis diakuinya sebagai daya tarik sekolah. Pihaknya menyediakan asrama agar siswa dapat fokus belajar pertanian dan kegiatan praktik lebih intensif.

"Mereka yang serius ingin mendalami pertanian, biasanya betah. Bahkan, tidak sedikit yang akhirnya memang sukses bertani dan berkebun," katanya.

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jambi, awal November ini, merilis informasi bahwa lulusan SMK menempati posisi tertinggi tingkat pengangguran terbuka di Jambi. Persentasenya 8,24 persen atau 5.578 orang dari total 67.700 penganggur di Provinsi Jambi pada Agustus 2016.

Tingginya angka pengangguran lulusan SMK itu menunjukkan bahwa penerapan pendidikan kejuruan di Jambi belum mampu menempa generasi muda menjadi wirausaha atau bersaing dalam dunia kerja. Bandingkan dengan pengangguran terbuka dari lulusan SMA 6,79 persen dan lulusan SD ke bawah 1,87 persen.

Adam Priski (16), siswa SMK Pertanian-Pembangunan yang berasal dari kawasan hortikultura Palmerah, Kota Jambi, bertekad tidak ingin menjadi seperti ayah dan ibunya yang bertahun-tahun menjadi petani sayuran, tetapi tak mampu mengangkat perekonomian keluarga. "Saya mau jadi petani sukses," katanya.

Hal serupa dikemukakan Ade Firmansyah (15), siswa lainnya. Ia ingin memperbaiki penerapan budidaya di desanya. Ia melihat kebun-kebun karet petani setempat sering terbengkalai dan terserang jamur. Padahal, jika bisa dikelola dengan baik, mulai dari budidaya hingga pascapanen, petani pasti memperoleh hasil dan manfaat ekonomi yang lebih baik.

Ketatnya persaingan di era Masyarakat Ekonomi ASEAN tentunya menuntut kesiapan kita. Kolaborasi diperlukan untuk melahirkan pelaku-pelaku usaha muda yang ahli dan berdaya saing tinggi.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 November 2016, di halaman 24 dengan judul "Merawat Cita-cita Menjadi Petani Sukses".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com