Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga TKW Korban Perdagangan Manusia Dievakuasi dari Pub di Malaysia

Kompas.com - 13/11/2016, 13:47 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan

Penulis

SARAWAK, KOMPAS.com – Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kuching mengevakuasi tiga wanita warga negara Indonesia yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (human traficking) di tempat hiburan malam Yoko Pub and Lounge, Miri, Sarawak, Malaysia.

Tiga wanita tersebut masing-masing berinisial TW (21), NS (34) dan SS (30) berasal dari Bandung, Jawa Barat.

Pelaksana Fungsi Konsuler 1 KJRI Kuching, Windu Setiyoso memaparkan, pengungkapan kasus trafiking ini berawal dari email pengaduan yang diterima KBRI Kuala Lumpur pada 29 Oktober 2016 yang lalu yang dikirim oleh suami TW.

Email tersebut menyebutkan bahwa istrinya beserta dua rekan lainnya diperkejakan seorang agen berinisial W untuk melayani tamu di klub malam dangdut Yoko Pub dan Lounge di daerah Miri.

Disebutkan juga, ketiga korban diwajibkan untuk melayani BO (Booking Out) para lelaki hidung belang pelanggan pub tersebut.

“Dalam pengaduan, disebutkan bahwa TW dilarikan oleh seorang agen ke Sarawak untuk dipekerjakan di sebuah pub secara ilegal dan bisa di BO,” ujar Windu, Minggu (13/11/2016).

Menindaklanjuti informasi tersebut, ungkap Windu, pada tanggal 1 November 2016 pihaknya melalui Laision Officer (LO) Polri, Kompol Taufik Noor Isya kemudian menghubungi counterpart di Miri untuk melakukan pengecekan informasi di lokasi Yoko dan berkoordinasi.

Berdasarkan pengecekan dan informasi awal, diketahui di dalam pub tersebut terdapat tujuh WNI, tiga di antaranya meminta untuk dipulangkan dan segera dijemput karena merasa pekerjaan yang dijalani di pub tersebut tidak sesuai dengan yang dijanjikan agen.

Setelah melakukan komunikasi dan koordinasi, dua pekerja yaitu TW dan NS masih menutup informasi. Namun, pada keesokan harinya, seseorang yang mengaku dari sebuah LSM menghubungi LO Polri dan menyampaikan bahwa korban akan memberikan informasi, terkait apa yang mereka alami.

“Informasi yang diperoleh, korban bisa dipulangkan, namun harus membayar ganti rugi sebesar RM. 8.000 (setara Rp. 25 juta) jika ingin dipulangkan,” papar Windu.

Sementara itu, Kompol Taufik Noor Isya menjelaskan, setelah ia melakukan negosiasi dengan pihak management Yoko, akhirnya ketiga korban bisa dilepaskan tanpa membayar ganti rugi sepeser pun.

Sejauh ini, ungkap Taufik, pihak keluarga belum melaporkan kasus ini ke polisi. Namun, untuk agen penyalur dan siapa saja yang terlibat dalam kasus ini akan terus didalami.

“Untuk kasus ketiga WNI ini, harus didasari dengan laporan polisi terlebih dahulu,“ ujarnya.

Akhirnya, Jumat, (11/11/2016) sekitar pukul 09.00 waktu setempat, ketiga korban berhasil dibawa meunuju kantor KJRI di Kuching untuk menjalani pemeriksaan dan dimintai keterangan.

Pihak konsulat kemudian berkoordinasi dengan Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Provinsi Jawa Barat terkait pemulangan ketiga korban perdagangan manusia ini Sembari menjalani pemeriksaan dan menunggu proses pemulangan, ketiga korban untuk sementara ditampung dan diinapkan di rumah perlindungan (shelter) KJRI Kuching.

Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara ketiga korban mengaku dirayu agen serta sindikatnya untuk bekerja sebagai penyanyi dangdut di Malaysia. Korban pun mengaku diiming-imingi dengan gaji yang besar.

Salah satu korban, TW menyebutkan, ia diiming-imingi gaji Rp.3 juta per bulan selama lima bulan sebagai penyanyi dangdut di negeri jiran. Biaya hidup selama di Malaysia pun dijanjikan ditanggung oleh sang majikan, sehingga TW kemudian tergiur dan meninggalkan keluarganya di Bandung. Setibanya di tempat bekerja, apa yang dijanjikan tidak sesuai dan jauh berbeda dengan yang harus mereka kerjakan.

“Makan kami tanggung sendiri, dan kami juga disuruh pakai pakaian minim dan seksi saat melayani tamu,” ujar TW.

Padahal, ungkap TW, perjanjian awal sebelum berangkat, dijanjikan bekerja dengan pakai pakaian lengkap.

“Kami juga baru mengetahui jika ingin mendapat uang yang lebih, kami juga harus melayani tamu dengan sistem BO itu,” kata TW.

Korban lainnya, SS menceritakan, mereka bertiga awalnya tidak saling mengenal saat berangkat dari Bandung menuju Pontianak pada bulan September 2016 yang lalu. Saat berangkat, mereka tidak memiliki paspor sama sekali dan hanya memiliki KTP sebagai penunjuk identitas.

Seminggu di Pontianak, ketiga korban kemudian dibawa ke Singkawang untuk dibuatkan Paspor oleh agen di Kantor Imigrasi Singkawang. Setelah paspor jadi dalam waktu singkat hanya bermodalkan KTP, mereka bertiga kemudian diberangkatkan ke Miri melalui jalur darat melewati Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong.

“Kami ditemukan dengan majikan Yoko, dan diinapkan di kamar kos yang ada di lantai atas pub tersebut,” ujar SS.

Dari penuturan SS, ia dan rekan lainnya diwajibkan harus melayani tamu menyanyi sambil minum alkohol dan dipaksa bisa BO dengan bayaran sebesar RM 300 (setara Rp 1,1 juta) untuk sekali booking. Ia dan rekannya pun berusaha dan selalu menolak ajakan BO dari para tamu.

“Kami merasa tidak nyaman dengan pekerjaan ini, makanya kami minta dipulangkan,” kata SS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com