Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cahaya Terang dari Arang di Pedalaman Kalimantan

Kompas.com - 01/11/2016, 05:43 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan

Penulis

SADANIANG, KOMPAS.com – Mimpi warga Dusun Satak mendapatkan penerangan di malam hari dari lampu pijar terwujud. Dusun itu tidak lagi gelap di malam hari.

Dusun yang dihuni 208 kepala keluarga ini terletak di Desa Bumbung, Kecamatan Sadaniang, Kabpuaten Mempawah, Kalimantan Barat.

Untuk mencapai dusun ini tidaklah mudah. Perjalanan dari ibu kota kecamatan ditempuh menggunakan sepeda motor dengan waktu tempuh sekitar 1 jam perjalanan.

Kondisi tersebut bisa lebih lama pada musim penghujan ketika jalan setapak menuju dusun tersebut menjadi licin.

Meski berjarak satu jam dari ibu kota kecamatan, dusun ini belum mendapat pasokan aliran listrik dari PLN.

Selama ini, warga sudah mendapatkan penerangan yang bersumber dari generator listrik atau genset yang dimiliki pribadi. Satu genset digunakan secara bersamaan dua hingga tiga rumah sekaligus.

Dalam satu malam, satu genset menghabiskan bahan bakar bensin rata-rata 3-5 liter. Harga bensin eceran Rp 10.000 per liter di dusun tersebut.

Sejak setahun terakhir, warga kampung Dusun Satak mendapatkan pelatihan dan pendampingan dari Yayasan Dian Tama Pontianak untuk pembuatan arang melalui Pusat Pengembangan Teknologi Arang Terpadu (PPTAT).

Penerapan teknologi arang ini mulai dilakukan PPTAT sejak 1987 dengan fokus pengembangan teknologi tepat guna untuk masyarakat pedesaan melalui pengembangan teknologi arang terpadu.

Direktur Yayasan Dian Tama Herculana Ersinta mengatakan, fokus yang menjadi tujuan utama dari PPTAT adalah terciptanya sebuah gerakan pemberdayaan masyarakat melalui sebuah model pengembangan kawasan dan pengorganisasian masyarakat di lingkungan pedesaan melalui terobosan teknologi arang.

"Banyak sekali manfaat dari pengembangan teknologi arang, bisa digunakan untuk pertanian organik, peternakan, hingga pembangunan masyarakat dan kelestarian hutan, serta yang terbaru adalah inovasi teknologi gasifikasi arang sebagai bahan bakar untuk sumber energi listrik," ujar Ersinta, Senin (31/10/2016).

Proses penelitian hasil pembakaran arang yang dikonversi menjadi gas karbon monoksida (CO) ini mulai dilakukan sejak dua tahun lalu.

Bekerja sama dengan lembaga Asian Peoples Exchange (Apex) dari Jepang dan Dian Desa dari Yogyakarta, mereka menciptakan teknologi pembangkit listrik dengan gasifikasi arang.

Alat tersebut dirancang oleh Nao Tanaka, Direktur Eksekutiv Apex yang sejak tahun 1980-an sering ke Indonesia untuk membantu masyarakat pedesaan dengan penerapan teknologi tepat guna.

Prototipe alat tersebut diujicobakan pertama kali di Dusun Satak beberapa bulan lalu. Sempat berfungsi selama satu minggu, alat tersebut kemudian mengalami kendala teknis.

Setelah melakukan evaluasi, pada 27 Oktober 2016, Tanaka kembali menguji alat terbaru dari pengembangan yang sebelumnya.

Hasil percobaan yang kedua berhasil. Hasil pembakaran arang yang disaring menjadi gas CO berhasil menghidupkan genset dengan kapasitas daya 2,5 kilowatt yang biasanya menggunakan bahan bakar gas.

Secara umum, sistem pembangkit listrik dengan gasifikasi arang ini terdiri dari tabung gasifier yang berfungsi untuk pembakaran arang.

Ada pula pendingin, penyaring, dan genset yang terhubung melalui selang dari alat tersebut.

Gasifier terdiri dari tungku gasifikasi dengan diameter 23 sentimeter dengan ketinggian 58 sentimeter.

Pada tabung tersebut terdapat lubang angin untuk pembakaran arang yang memerlukan gas oksigen.

"Kemudian terdapat pendingin yang terdiri dari pipa enam batang pipa kecil yang menyalurkan gas dari tabung gasifier menuju tabung penyaring. Pipa kecil ini didinginkan dengan cara direndam dengan air dalam wadah khusus yang dirancang sedemikan rupa," ujar Tanaka di sela-sela pemaparan teknologi tersebut kepada masyarakat.

Dari pendingin, gas tersebut masuk ke tabung penyaring berdiameter 20 sentimeter dengan ketinggian 44 sentimeter.

Di dalam tabung ini terdapat tiga keranjang besi yang diisi dengan arang "Bincho".

Tanaka pun turun langsung memberikan pelatihan cara pengoperasian tersebut kepada masyarakat. Didampingi oleh Sudaryanto atau yang disapa Yanto dari Lembaga Dian Desa Yogyakarta, mereka melatih masyarakat yang ditunjuk dalam kelompok sebagai operator.

Pertama di dunia

Arang sebagai bahan baku sangat mudah ditemui di daerah tersebut. Dusun Satak dan beberapa kampung lain yang ada di Kecamatan Sadaniang dan Toho sudah lama memproduksi arang.

Secara khusus, Tanaka berharap metode menggunakan arang tetap digunakan masyarakat.

Inovasi penerapan teknologi gasifikasi arang ini diklaim sebagai yang pertama di dunia dan baru diujicobakan di Dusun Satak ini.

"Proyek pengembangan alat ini masih terus dikembangkan, dan apabila berhasil, ini merupakan sebuah terobosan. Karena selama ini kita mengenal dan menggunakan energi fosil dan minyak bumi sebagai sumber energi," ujar Tanaka.

Meski tak dimungkiri, saat ini yang lebih populer sebagai energi terbarukan adalah solar cell atau panel surya. Namun, alat ini masih memiliki beberapa kelemahan, terutama dalam perawatan. Jika rusak, alat itu sangat sulit diperbaharui dan panel surya juga masih harus diimpor dari luar negeri sehingga ada semacam ketergantungan.

Adapun untuk pembangkit listrik gasifikasi bisa dibuat secara swadaya dengan total biaya kurang dari Rp 10 juta. Alatnya pun mudah dibuat dan sumber energi yaitu arang mudah didapat.

"Mungkin di Satak ini pertama kali di dunia yang menggunakan arang, untuk itu sangat penting jika itu berhasil. Apabila itu berhasil, itu merupakan potensi pasar untuk daerah-daerah yang masih terisolir dan belum terjangkau listrik," ujar Tanaka.

Apabila peralatan tersebut bisa berhasil dan dibuktikan, tentunyanya akan sangat potensial untuk daerah lain. Tak hanya di Kalimantan Barat, tetapi di propinsi atau bahkan negara lain selain di Indonesia.

Sementara itu, Sudaryanto, yang merakit peralatan tersebut mengatakan, meski sudah bisa berfungsi total menggunakan gasifikasi arang, tetapi untuk penerapan ke masyarakat saat ini masih disarankan untuk dicampur dengan bensin dengan perbandingan 1 banding 5.

Hal itu karena masyarakat masih dalam tahap proses belajar mengoperasikan peralatan tersebut.

Apabila pengguna sudah memahami cara pengoperasian peralatan ini maka bisa langsung menggunakan arang tanpa harus dipancing menggunakan bensin.

"Jadi, misalnya dalam satu malam menggunakan 5 liter bensin untuk durasi 10 jam, dengan alat ini hanya cukup menggunakan 1 liter bensin," ujar Sudaryanto.

Ia mengakui bahwa penggunaan arang sebagai bahan bakar listrik ini masih tergolong rumit. Harus ada kontrol secara berkala untuk memastikan ketersediaan arang di dalam tabung gasifier.

Dalam satu jam, dibutuhkan sekitar 4 kilogram arang yang dipecah menjadi ukuran 1-2 sentimeter untuk pemanasan awal.

Pada jam –jam selanjutnya, arang hanya tinggal diisikan sesuai dengan takaran yang diukur menggunakan tuas pada tabung tersebut.

Saat ini, dari satu mesin generator tersebut bisa menyuplai listrik untuk untuk penggunaan rumah tangga pada 20-24 rumah.

Listrik tersebut hanya digunakan pada saat malam hari. Pada siang hari hanya digunakan untuk acara-acara atau kondisi tertentu saja.

Kepala Dusun Satak Marianus mengatakan, teknologi yang dibawa Tanaka tersebut membawa manfaat besar bagi warga di kampungnya. Ia menyatakan, tidak semua rumah warga yang memiliki genset.

Warga yang memilik genset membutuhkan biaya cukup besar setiap hari hanya untuk menikmati penerangan di malam hari atau sekadar menonton televisi.

"Puji Tuhan dan terima kasih, sekian lama kami merindukan penerangan, Tuhan menjawab segala impian ini. Alat ini akan dipelihara dan dirawat dengan baik sehingga akan terus berfungsi. Selagi kami mampu, kami akan menjaganya," kata Marianus.

Apa yang diungkapkan Marianus, tentu juga menjadi impian setiap masyarakat pedalaman yang masih memimpikan sentuhan pembangunan dari pemerintah khsusunya infrastruktur untuk penerangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com