Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dideportasi dari Malaysia, Nurdin Terpaksa Tidur dari Masjid ke Masjid

Kompas.com - 18/10/2016, 16:13 WIB
Sukoco

Penulis

NUNUKAN, KOMPAS.com — Tangan Nurdin (52) terlihat bergetar mengemasi sarung dan handuk yang digunakan sebagai bantal untuk tidur semalam di Masjid Nurul Asyiyah.

Tangan itu masih bergetar kedinginan karena Nurdin tidur di lantai keramik tanpa alas tidur. Di lantai 2 masjid yang cukup besar tersebut sebenarnya bertumpuk karpet di sudutnya. Namun, Nurdin takut memakainya sebagai alas tidur.

Setelah sarung, handuk, dan sepatu karet—yang merupakan harta tersisa seusai ia dideportasi dari Malaysia—masuk ke dalam tas bekas belanja, Nurdin kemudian meninggalkan masjid untuk mencari lagi masjid yang mengizinkannya untuk menginap barang semalam.

”Sudah sebulan ini pindah masjid untuk tidur. Masih beruntung kalau ada masjid yang mengizinkan untuk numpang tidur barang semalam,” ujarnya, Selasa (18/10/2016).

Entah sudah berapa masjid yang telah disinggahi Nurdin untuk sekadar menumpang tidur selama sebulan terakhir. Meski kebanyakan pengurus masjid mengizinkan pria asal Bone tersebut menginap, ada juga pengurus masjid yang menolak kehadirannya.

Kadang-kadang Nurdin juga harus tidur di teras masjid.

“Sempat diusir, minta maaf ini petang sudah tidak nampak jalan,” ujar Nurdin dengan logat Malaysia.

Untuk urusan makan, pria yang sempat bekerja di Sandakan, Malaysia, sebagai buruh tombak sawit ini terpaksa makan apa yang ada. Dia mengaku sempat hanya memakan permen yang dia sebut gula-gula untuk mengganjal perutnya yang lapar.

Terkadang seharian dia hanya makan pisang goreng karena hanya itu yang diberikan orang. Bila beruntung, dia bisa makan nasi jika ada warga yang mengajaknya makan di warung.

“Pernah seharian gula-gula karena lapar tak ada duit. Dihisap-hisap saja,” sambung Nurdin.

Dia mengaku tidak tahu harus pergi ke mana saat sebulan lalu dideportasi dari Malaysia melalui Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan.

Usai didata bersama 90 TKI lainnya, dia keluar dari pelabuhan tanpa tujuan jelas. Sebagian TKI di tampung oleh pengurusnya, atau memilih kembali ke Malaysia melalui jalur tikus.

Nurdin sempat diajak untuk kembali ke Malaysia melalui jalur tikus. Namun, kenangan pahit selama berada di Penjara Batu 7 Malaysia membuat dia mengurungkan niatnya. Dia memilih menggelandang dari masjid satu ke masjid lainnya untuk menumpang tidur.

“Pertama saya tidur di masjid pelabuhan selama 10 hari. Masih ada uang 130 ringgit. Setelah itu berganti-ganti masjid,” katanya.

Nurdin masih berharap bisa kembali ke Malaysia untuk mengambil gaji terakhirnya di sebuah perkebunan sawit Borneo Eco Tour SDN BHD yang berada di Sandakan, Sabah, Malaysia. Namun, untuk ongkos pulang kampung saja, dia mengaku tidak punya uang.

”Masih ada gaji 300 ringgit, ada juga sedikit emas di pondok. Maunya kembali ke sana untuk ngambil,” ujarnya.

Sekarang Nurdin hanya bisa pasrah dengan nasib yang menimpanya.

Sebenarnya, Nurdin memiliki 3 anak, 2 anaknya bekerja di Bontang, sementara 1 anaknya bekerja di Makasaar. Namun, dia enggan menghubungi anaknya karena takut disuruh pulang. Sementara itu, di kampung halamannya, dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi.

Keinginan terbesarnya adalah bisa kembali bekerja di Malaysia. Nurdin mengaku nekat ke Malaysia melalui jalur tikus pada tahun 2010.

Setahun bekerja di perkebunan sawit, dia mengikuti program pemutihan dengan mendaftar diri untuk pembuatan paspor di konsulat yang berada di Kota Kinabalu Malaysia. Untuk memiliki paspor tersebut, Nudirn mengaku harus rela gajinya dipotong oleh majikan tempatnya bekerja.

Dari upah yang dijanjikan sebesar 800 ringgit, Nurdin mengaku hanya bisa mengantongi uang 300 ringgit hingga 350 ringgit sebulan. Meski tidak cukup, Nurdin lebih memilih bertahan bekerja di Malaysia.

“Teruk kalau gaji hanya 300 ringgit. Makan seadanya. Sekarang jarang overtime (lembur),” ujarnya.

Bulan Agustus lalu, Nurdin mengaku ditangkap aparat Malaysia saat akan mengunjungi rekan kerjanya di Batu 7. DIa langsung dijebloskan ke penjara oleh aparat Malaysia karena kedapatan bahwa dokumen yang dia miliki sudah kedaluwarsa.

Hingga pertengahan September lalu, Nurdin dideportasi melalaui Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan.

Hari ini, Nurdin mengaku akan mencari kerja seadanya dan mencari masjid yang bisa ditumpangi untuk beristirahat. Dia berharap nanti malam ada masjid yang mengizinkannya beristirahat sejenak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com