Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik Menterengnya Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi

Kompas.com - 06/10/2016, 09:34 WIB
Ahmad Faisol

Penulis

PROBOLINGGO, KOMPAS.com — Jika ada mobil-mobil mewah kerap berseliweran melaju ke selatan, sudah hampir dipastikan mengarah ke Padepokan Dimas Kanjeng.

Akses menuju Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi di Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, tergolong bagus. Jalannya beraspal dan lebar.

Dari jalur pantura, Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, jarak tempuh menuju Padepokan sekitar 13 km atau setengah jam. Perjalanan ke Padepokan bisa melewati Kecamatan Besuk ataupun Kecamatan Maron, tetapi harus memutar dan jarak tempuhnya lebih jauh.

Para tamu atau santri yang hendak ke Padepokan kebanyakan melalui jalur dari arah Kraksaan ke selatan, tepatnya pertigaan depan kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Probolinggo ke selatan.

Lewat Pasar Semampir menuju Kecamatan Krejengan, setelah 10 kilometer, pengunjung akan tiba di Pasar Wangkal, Kecamatan Gading. Setelah Pasar Wangkal, gapura dengan tulisan Padepokan Dimas Kanjeng segera menyambut.

KOMPAS.com/Ahmad Faisol Gapura menyambut tamu di pintu masuk Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi.
Memasuki kompleks Padepokan, pengunjung langsung disuguhkan pemandangan ukiran di mana-mana, baik mulai dari gapura hingga ke dinding-dinding, serta lapangan parkir yang luas di sisi timur.

Di area Padepokan, terdapat asrama putra dua lantai. Ada tempat menerima tamu di sebuah kantor di asrama putra. Di sebelah barat asrama putra, terdapat pendopo Rahmatan Lil Alamin. Di belakang asrama putra dan pendopo terdapat rumah penduduk warga sekitar.

Di timur pendopo, rumah utama Dimas Kanjeng, pengasuh Padepokan yang kini disorot secara nasional karena dugaan kasus pembunuhan dan penipuan, berdiri. Rumah utama Dimas Kanjeng berjejer dengan rumah warga. Namun, akses menuju rumahnya dihalangi pagar besi.

Sementara itu, di sebelah barat rumah Dimas terdapat jalan desa yang menghubungkan Desa Wangkal dengan Desa Gading Wetan. Lalu di sebelah selatan jalan desa itu terdapat masjid, kantor yayasan, asrama santri, dan halaman parkir luas beralas paving.

Acara pengajian, istigasah, peringatan hari besar keagamaan, kerap digelar di situ karena daya tampung halaman parkir cukup untuk memuat sekitar 10.000 orang.

Jika tak ada acara, mobil-mobil yang digunakan Dimas Kanjeng berada di garasi dengan atap besi dan aluminium. Sebelum Dimas Kanjeng ditangkap, mobil-mobil yang terparkir di lapangan itu mulai dari Alphard, Pajero, Fortuner, CRV, Mercedez-Benz, hingga Nav1.

KOMPAS.com/Ahmad Faisol Mobil-mobil mewah kerap terparkir di halaman Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi.
Namun, pada Jumat (23/9/2016), sehari setelah Dimas Kanjeng ditangkap, mobil yang terparkir hanya mobil biasa, seperti Agya, sedan Honda, dan Fortuner hitam.

Di belakang rumah Dimas Kanjeng terdapat lapangan yang luas pula. Sekitar dua hektar luasnya. Pagar tembok lapangan juga dihiasi ukiran khas gapura lengkap dengan lampu.

Kini, Padepokan ini berdiri di atas lahan seluas lima hektar.

Berubah

Padepokan Dimas Kanjeng kini berubah menjadi jauh lebih megah dibandingkan tahun 2009. Saat itu, akses menuju Padepokan buruk. Jalan dari Pasar Wangkal menuju Padepokan harus melalui jalan rusak dan sempit yang di samping kanan dan kirinya berupa semak belukar.

Kini, akses jalannya bagus dan sudah beraspal. Semuanya dipercantik dengan dana pribadi Dimas Kanjeng sendiri.

Lalu, pada tahun 2009, rumah Dimas Kanjeng masih berukuran kecil dengan warna dominan hijau. Kini, rumah berlantai dua itu megah dan mentereng. Tak sembarang orang bisa masuk, kecuali tamu penting dan sudah memiliki janji dengan Dimas Kanjeng.

Padepokan Dimas Kanjeng selalu ramai setiap hari oleh para santri yang berasal dari berbagai daerah, mulai Sulawesi hingga Kalimantan, mulai Jawa Barat hingga Bali. Banyak juga santri yang berasal dari luar Kabupaten Probolinggo.

handout Dimas Kanjeng Taat Pribadi saat menemui santri dalam kegiatan di padepokan.
Shalat berjemaah lima waktu rutin dilakukan di masjid Padepokan. Suara azan, wirid, hingga mengaji terlihat sehari-hari. Ibadah mereka seperti ibadah kaum Muslim kebanyakan.
Bahkan, saat hari besar keagamaan, seperti Tahun Baru Islam, Maulid Nabi, Isra’ Miraj, Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, Padepokan selalu ramai oleh kegiatan, yaitu berupa pengajian umum, istigasah, hingga pembagian santunan.

Santunan di Padepokan yang diberikan Dimas Kanjeng nilainya juga fantastis. Mencapai miliaran rupiah. Kaum duafa dan anak yatim masing-masing mendapatkan santunan Rp 100.000. Para penerima santuan mencapai 10.000 orang.

“Kami di sini hanya mengaji, wirid, berdoa, dan menggelar istigasah. Bahkan jika malam Jumat manis, kami selalu istigasah. Aktivitas kami di sini seperti kaum muslimin kebanyakan, seperti di pondok pesantrenlah,” ujar seorang santri asal Jawa Barat.

Ajaran mencurigakan

Namun, Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Probolinggo H Yasin mengatakan, ajaran di Padepokan Dimas Kanjeng ada yang terbuka dan ada yang tertutup. Ajaran yang terbuka tidak ada yang aneh, seperti istigasah, pengajian umum dengan mendatangkan kiai, dan memperingati hari besar keagamaan.

“Namun, ada ajaran yang tertutup. Ajaran yang tertutup inilah yang dicurigai. Dari laporan yang sudah sampai ke MUI, ajaran tertutup itu berupa wirid, bacaan-bacaan, mandi, dan ritual lainnya yang mengarah ke pencairan uang atau penggandaan uang,” ungkap Yasin.

Dari temuan MUI dan laporan santri, lanjut Yasin, santri Padepokan diwajibkan membayar mahar dan memperoleh dapur ATM berupa kotak dan kantong. Kotak itu sudah berisi jimat yang bisa menyedot banyak uang. Nah, sebagai ritual agar dapur ATM itu terus berisi uang, santri harus membayar mahar untuk membeli gelang, sabuk, dan kartu ATM, yang nilainya hingga jutaan rupiah.

handout Dimas Kanjeng Taat Pribadi saat meresmikan jalan desa yang dia bangun dengan dana pribadi.
“Kotak itu terlebih dulu diisi Rp 10.000. Nah, jika ingin terus bertambah, kotak tidak boleh dibuka. Dan santri harus terus membayar mahar supaya kotak itu terus bertambah uangnya. Begitu modus dan temuan kami,” katanya.

MUI juga menemukan selebaran bacaan Shalawat Fulus, yang dibaca pengikut Padepokan dalam setiap kegiatan. Shalawat Fulus, kata Yasin, adalah bacaan yang diyakini bisa mendatangkan uang gaib. 

Ajaran tertutup atau ritual pencairan itulah yang disampaikan MUI Kabupaten Probolinggo ke MUI Jatim dan akan disampaikan ke MUI Pusat. 

“Kami masih belum memvonis ajaran Padepokan. Kami sepakat untuk menyampaikan laporan ajaran Padepokan Dimas Kanjeng ke MUI Pusat pada Selasa (4/10/2016). Nanti MUI Pusat yang akan memberikan vonis atas fatwa. MUI hanya fokus pada ajaran ritual di sana,” imbuh Yasin.

Jumlah santri di Padepokan Dimas Kanjeng dikabarkan mencapai 20.000-30.000 orang yang berasal dari banyak daerah di Indonesia. Yasin membenarkannya. Menurut dia, video mendatangkan uang yang diunggah di YouTube berhasil menarik orang untuk berlomba-lomba mendatangi dan berguru kepada Dimas Kanjeng.

“Siapa yang tidak tergiur dengan keberadaan uang sebanyak itu di Youtube,” ujarnya.

Santri Padepokan berasal dari berbagai profesi, mulai PNS, pengusaha, pedagang, guru, petani, wirawaswasta, pegawai BUMN, hingga politisi. Bahkan, seorang mantan wakil bupati juga terlihat mengikuti kegiatan Padepokan Dimas Kanjeng. 

Para santri, lanjut Yasin, terlihat berpendidikan dengan penampilan rapi dan bersih. Namun, kebanyakan santrinya berasal dari ekonomi menengah ke bawah.

“Soal berpendidikan atau tidaknya santri, kan bisa dilihat sendiri. Wong Marwah Daud Ibrahim saja jadi santrinya,” ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com