Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Curhat Warga dan Bandung yang Kian Mirip Jakarta

Kompas.com - 19/09/2016, 13:14 WIB
Dendi Ramdhani

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com — Di bawah kolong jembatan Pasupati, Kota Bandung, Sukiman dan Herdi Kujat tampak asyik mengobrol. Obrolannya pun ngalor-ngidul, dari mulai urusan dapur hingga peliknya persoalan politik.

Sesekali, simpul tawa mereka merekah, memecah deras suara aliran Sungai Cikapundung yang bercampur bisingnya mesin kendaraan. Secangkir teh dan semilir angin pagi melengkapi keakraban keduanya.

Namun, potret keakraban warga RW 11 Kelurahan Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, itu terancam sirna seiring gencarnya rencana penggusuran kampung padat penduduk di bantaran Sungai Cikapundung yang digagas Pemerintah Kota Bandung di bawah komando Ridwan Kamil.

Saat dihampiri dan ditanyakan tentang rencana penggusuran itu, kedua pria yang tengah duduk di bangku sebuah warung kecil tidak begitu terkejut.

Pembangunan apartemen rakyat di Tamansari memang sudah berembus ketika Bandung dipimpin Dada Rosada.

Sukiman bertutur, pada tahun 2012-2013, Pemerintah Kota Bandung mulai terjun ke lapangan untuk menyosialisasikan rencana pembangunan rusunawa di tanah milik pemerintah yang sudah rapat dengan rumah warga.

"Pernah ada rencana pembangunan rusunawa, tetapi belum ada realisasinya. Dari zaman Pak Dada Rosada sudah ada rencananya. Bahkan pernah ditinjau sama Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat saat itu," kata pria berusia 75 tahun tersebut, Senin (19/9/2016).

Sebagai warga terdampak, kakek lima anak itu sadar betul rumahnya berdiri di lahan pemerintah. Oleh sebab itu, dia pun tak akan menolak program tersebut, selama hasil negosiasi berpihak pada warga.

"Saya pribadi tidak akan membangkang, mayoritas warga tidak menolak. Namun, keinginannya harus terpenuhi, misalkan ada uang pengganti yang sepadan," tuturnya.

Meski tinggal di lahan yang bukan haknya, Sukiman tidak mau jika pemerintah mengusir warga begitu saja. Sebab, dia melanjutkan, ada nilai penghidupan yang telah dirintisnya sejak dulu.

"Saya tinggal di sini sejak tahun 1959, dari zaman Tamansari masih hutan. Sebetulnya kalau digusur ya rugi karena saya sudah punya rumah dan lima kamar kontrakan, paling mahal Rp. 800.000 per bulan," ungkapnya.

Dia pun menolak skema penggusuran ala Ridwan Kamil yang meminta warga pindah sementara dan bisa kembali ditempati jika rusunawa telah rampung dibangun.

"Di RW 11 ada sekitar 140 kepala keluarga. Masyarakat menolak dengan konsep dipindahkan terus diisi lagi. Membangun itu kan lama. Kalau mau adil tidak akan menyengsarakan. Sederhana saja, keinginan warga penuhi, nanti terserah mau pindah ke mana," kata dia.

Kian mirip Jakarta

Di bawah kepemimpinan Ridwan Kamil, aktivitas penggusuran berdalih penghapusan kekumuhan kian masif dilakukan. Sejak menjabat sebagai orang nomor satu di Bandung, Ridwan Kamil berencana membangun 15 apartemen rakyat untuk kelas menengah ke bawah dengan harga jual Rp 50 juta-Rp 260 juta.

Dari lima lokasi yang diwacanakan, kawasan Tamansari menjadi prioritas. Herdi Kujat (60) menilai, arah pembangunan Kota Bandung kian bergeser menyerupai Jakarta.

"Kalau menyerupai Jakarta belum, tetapi ke arah sana sudah mulai. Programnya sudah hampir sama," ucap Herdi.

Pria yang tinggal di RW 15 Kampung Pulosari, Kelurahan Tamansari, ini agak khawatir rumahnya turut terdampak penggusuran. Pasalnya, RW 15 hanya berjarak sepelempar batu dari tanah Pemkot Bandung di RW 11, Kelurahan Tamansari.

"RW 15 katanya terkena juga, rumah saya pas di tengah. Kalau Kampung Pulosari, itu bukan tanah milik pemkot, ini bersertifikat semua. Ya kekhawatiran ada. Namun, katanya, di sini mau dijadikan hutan kota," papar Herdi.

Senada dengan Sukiman, Herdi mengaku tak akan menolak jika tempat tinggalnya ikut tergusur. Selama program itu berdampak positif serta melahirkan solusi yang berpihak, Herdi rela angkat kaki.

"Tak ada masalah selama positif, mah, tetapi jangan sampai menyengsarakan masyarakat. Harus ada solusi nyata," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com