Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumitnya Prosedur Meneliti Sampel Mamalia Laut Dilindungi Ini

Kompas.com - 15/06/2016, 11:44 WIB
Dani Julius Zebua

Penulis

BALIKPAPAN, KOMPAS.com – Tiga mamalia laut, yakni dua lumba-lumba hidung botol dan satu porpoise, ditemukan mati dan terdampar di waktu dan tempat berbeda Balikpapan, Kalimantan Timur, beberapa waktu lalu. Hingga kini belum ada kepastian penyebab matinya mamalia laut berstatus dilindungi ini.

Potongan kulit maupun potongan tubuh satwa itu sudah didapat untuk diteliti, baik DNA maupun dugaan adanya polutan sebagai menyebabkan kematiannya.

"Masih ada di sini (belum dikirim untuk diteliti)," kata Andi Muh. Ishak Yusma, Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak, Satuan Kerja Balikpapan, Selasa (14/6/2016).

Finless porpoise (Neophocaena phocaenoides) terdampar dalam kondisi mati di sekitar Pantai Lamaru pada 24/4/2016 lalu.

Tak lama setelah itu, lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus) juga ditemukan mati di perairan Pelabuhan Semayang Balikpapan pada 27 April 2016 pagi. Ishak memimpin pengambilan sampel ini berupa kulit dan bagian tubuh satwa.

(Baca Lagi, Lumba-lumba Hidung Botol Ditemukan Mati di Pantai Balikpapan)

Rencananya, sampel diteliti di Pusat Penelitian Oseanografi (PPO) dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang berkantor di Jakarta.

Namun, sampel itu tidak bisa dikirim maupun dibawa begitu saja. Mereka menanti terbitnya Surat Angkutan Tanaman dan Satwa Dalam Negeri (SATS-DN).

"Belum keluar SATS-DN. Mamalia ini masuk kategori dilindungi, termasuk bagian-bagiannya, maka perlu SATS-DN ini," kata Posda Gressya, Pejabat Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan, Balai Karantina Sumber Daya Alam Wilayah III Kaltim.

Kerumitan terjadi ketika BKSDA belum memiliki kerja sama dengan PPO-LIPI. Si pembawa sampel, kata Gressya, harus meminta surat dari Dirjen Konservasi SDA dan Ekosistem agar segera terbit SATS-DN. Ini membuat penelitian sebuah sampel menjadi rumit dan memakan waktu lama.

BPSPL merupakan unit pelaksana teknis di bawah Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan.

Adapun BKSDA adalah unit pelaksana teknis dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

Lebih dari satu setengah bulan berjalan BPSPL, BKSDA, dan PPO baru berkutat di komunikasi lisan dan surat menyurat. Di antaranya, surat dari LIPI kepada BKSDA Kaltim pada 4 Mei 2016, tentang rekomendasi permohonan menerbitkan SATS-DN. Pada tanggal yang sama, LIPI menerbitkan Surat Keterangan Membawa Sampel untuk Ishak.

Dua minggu kemudian, BPSPL Pontianak juga menyurati PPO yang intinya meminta LIPI menerbitkan rekomendasi untuk memperoleh SATS-DN. Sepuluh hari kemudian, Satker justru menyurati Dirjen KSDAE dengan permohonan sama.

Namun hingga kini, SATS-DN belum juga terbit dan sampel masih tertahan di BPSPL Pontianak Satker Balikpapan. Warga juga terus menanti misteri penyebab kematian beruntun mamalia laut di Teluk Balikpapan ini.

Sampel Busuk

Kerumitan serupa dirasa peneliti dari Yayasan Rare Aquatic Spesies for Indonesia (RASI), Danielle Kreb. Penantian Danielle lebih lama dari Ishak.

Danielle menemukan lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik berkelamin jantan, mati di sekitar pemukiman Graha Indah, Balikpapan, pada 26 Maret 2016. Sampel telah diambil namun juga tertahan menunggu terbitnya SATS-DN untuk dibawa ke PPO.

Danielle mengatakan, proses serupa pernah dialaminya empat tahun silam. Hasilnya berakhir dengan rasa kecewa. Selama menanti banyaknya surat menyurat itu, sampel pesut dari Sungai Mahakam menjadi busuk dalam pendingin.

"Sampel pesut di 2012. Pesut itu terjerat jaring," kata Danielle.

Saat itu, ia menunggu lebih dari delapan bulan. Sudah menunggu, penantian pun justru tak berujung dengan kabar gembira. Sampelnya ditolak untuk diteliti hingga soal alasan surat permohonnya sudah hilang.

"Sangat administratif," kata Danielle.

Danielle membandingkan dengan prosedur meneliti di negara lain. Sampel pesut pernah juga diteliti di Belanda dan Amerika.

"Saya dapat surat izin mengirim ke Belanda. Hasilnya, bisa diketahui kandungan yang sering ditemui di perairan pesisir," kata Danielle.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com