Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Permainan Sudah Dimulai, "Game On"!

Kompas.com - 11/05/2016, 15:22 WIB

Oleh: Jerry S Justianto

Makna permainan dalam pertandingan pada umumnya adalah sebuah kompetisi yang pada akhirnya akan ada satu pemenang. Tentunya kekompakan sebuah tim menjadi faktor yang menentukan. Siapa yang akan membuat skor, siapa yang akan berkorban. Ia dapat dilakukan secara berkelompok maupun individual. Dalam hal kelompok, tujuan akhirnya adalah menang. Menang adalah segalanya.

Ada era media konvensional, "permainan" dimaksudkan se­bagai kompetisi untuk mencari pemenang utama. Sang juara secara sederhana dapat ditentukan hanya dengan berapa jumlah pemirsa, pendengar, atau pembaca. Selain itu, media yang mana yang paling banyak dibicarakan massa dan berpengaruh terhadap khalayak ramai. Pemenang yang digeneralisasi ini juga tidak terpisah dengan masih sedikitnya jenis media yang tersedia. Oleh karena itu, sebuah kanal media mencoba untuk menjadi segalanya untuk semua target market.

Namun, sekarang berubah dengan mempertimbangkan aspek lainnya. Definisi pemenang pun ternyata sangat beragam. Ditambah dengan semakin majunya metode penghitungan, penentuan pemenang dikaitkan dengan justifikasi berdasarkan berbagai kepentingan dan tujuan. Rating pun bisa memilah, sebuah media menjadi pemenang dalam hal apa, demografis dan psikografis yang mana sehingga sangat memungkinkan untuk terdapat lebih dari satu pemenang.

Dengan demikian, mulailah muncul istilah media untuk anak muda, media untuk perempuan, media untuk kesehatan, dan seterusnya. Perlu diingat, ekosistem media konvensional adalah gabungan dari media, periklanan, pemilik brand, dan komunitas. Pemilahan ini merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari dunia media masa kini.

Ketika dunia digital mulai muncul, metodologi statistik yang dipakai pada era media konvensional untuk menentukan pemenang mulai tergeser dengan kemampuan analisis real-time di dunia digital. Bahkan, kini, pada era internet 3.0, terminologi "e" di depan e-media, e-marketing, e-commerce, dan e-business mulai menjadi "prefiks" yang tidak lagi bermakna khusus, semua ini mau tidak mau, suka tidak suka, disebabkan aneka macam media konvensional sudah mulai disisipi unsur digital, entah itu dalam pengembangan konten ataupun bagian dari alur kreasi dari konten tersebut.

Contohnya dalam hal ekspansi media. Media konvensional melirik jalur digital tidak hanya untuk perluasan menjangkau konsumen baru. Namun, ranah digital ini juga merupakan sebuah keharusan dalam proses kreasi konten.

Kita bisa melihat betapa TV swasta di Indonesia mulai melirik video streaming platform untuk menggapai konsumen yang sudah tidak menonton TV lagi, tetapi memilih media yang bersifat on-demand.

Bagi pengiklan, hal ini tentu menarik karena melalui video streaming inilah bermula adanya kemungkinan penggunaan konten media konvensional dengan teknologi targeting. Dengan kata lain, iklan yang dituju untuk perempuan umur 25 tahun, misalnya, dapat tercapai dengan metode on-demand ini.

Selain itu, media streaming tidak hanya memberikan tambahan pendapatan, tetapi juga data analitis lainnya untuk melihat siapa sebenarnya pemirsa dan bagaimana "behaviour"-nya. Contoh terbaik adalah bagaimana Netflix mempelajari perilaku penontonnya dari menit ke menit, untuk membuat program acara yang baru.

Konon, user generated content bahkan sudah menguasai mayoritas konten yang ada di internet. Kita bisa lihat top website, seperti Facebook, Twitter, dan Wordpress, merupakan media berbasis platform, yang isinya dibuat oleh para penggunanya. Hal ini bertentangan dengan kaidah konvensional yang konten diciptakan oleh media untuk dikonsumsi oleh konsumen.

Demikian juga konten konvensional, semisal berita, akan dibuat supaya memancing untuk pembaca memberikan pendapat yang kontroversial sehingga terjadi perdebatan yang hangat. Ini merupakan bagian dari strategi konten untuk menyediakan ruang terhadap isi yang dibuat oleh pembaca.

Strategi "viral" juga menjadi hal yang sangat diminati oleh media. Kecepatan fasilitas untuk sharing membuat hampir semua situs berita sekarang gemar menggunakan judul berita yang ringkas, tetapi menarik untuk pembaca yang membaca isinya lewat sebuah klik.

Bahkan, bukan saja diminati oleh media pembuat berita, media e-commerce pun memanfaatkan review pembeli untuk strategi penyediaan konten yang jujur. Hal ini dilakukan Amazon yang di awal kemunculannya biasanya penjual hanya menyediakan informasi yang bagus-bagus. Namun, kelebihan adanya konten review memisahkan Amazon dari kebiasaan lama.

Sekarang, metode konten dari konsumen merupakan strategi tak terpisahkan di dunia e-commerce. Dengan demikian, saat ini, makna "per­tandingan" (dalam dunia media) mengajak semua pemangku kepentingan bermain di dalam arena. Ekosistem yang memisahkan antara media dan consumer dalam menjalankan tugas marketing yang dipantau dengan rating seperti dijelaskan sebelumnya sekarang menjadi hal yang mencakup segala aspek. Hal ini karena konsumen telah menjadi pencipta konten yang canggih. Bahkan, tak dapat disangkal brand pun dapat beralih fungsi sebagai broadcaster. Semuanya teramplifikasi melalui maraknya media sosial.

Pertarungan sesungguhnya, bagaimana dengan Indonesia? Di Indonesia, media sangat piawai dalam menciptakan konten yang menawan dan viral dan didukung dengan kecepatan konsumen dalam mengadaptasi teknologi terkini. Namun, keahlian di bidang kreasi konten perlu diimbangi dengan keahlian teknologi back-end. Yang dimaksud adalah pengolahan database yang menyediakan kemampuan untuk memberikan targeting yang tepat. Google, misalnya, mendapatkan data lokasi dan search, untuk bisa memprediksi apa yang kita butuhkan. Facebook pun menggunakan database konsumennya ketika me-like sesuatu atau meng-update status untuk memberikan solusi targeting ad terhadap kliennya.

Sebenarnya, solusi back-end inilah yang akan banyak berkembang pada era selanjutnya dan menjadi arena pertarungan sesungguhnya. Mungkin saja suatu saat, pertarungan media seperti yang kita lihat sekarang ini akan berubah. Mungkin pada suatu hari, pemenangnya sama sekali tidak ditentukan oleh rating, tetapi dengan seberapa banyak hasil yang dapat diberikan kepada komunitas yang dituju dalam sebuah keunikan ekosistem terkini.

Bersiaplah untuk bermain. Game on!

Jerry S Justianto
Chairman AAPAM dan Board of Advisor APMF

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com