Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indikasi Perubahan Iklim Mengancam Sulawesi Utara

Kompas.com - 27/04/2016, 10:50 WIB

Tim Redaksi

MANADO, KOMPAS.com - Tommy tercenggang. Wartawan media online nasional ini seakan tak percaya melihat data yang disajikan Joula Pelealu dari Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara.

Ia terkesima melihat angka kerusakan hutan semakin masif, memberikan kontribusi terhadap perubahan iklim. Data itu disajikan secara terbuka dalam Lokakarya Wartawan Meliput Perubahan Iklim, yang diselenggarakan di Manado, 26-27 April 2016.

Lokakarya itu bertujuan agar peserta melek iklim dan memperoleh kemampuan menulis tentang masalah ini dengan efektif. Tommy salah satu dari 30 peserta. Adapun Joula menjadi salah satu pembicara.

Data yang ditunjukkan oleh Joula memperlihatkan, pada tahun 2014, ada 274.786 hektar lahan kritis di Sulut dan 23.785 hektar masuk dalam kategori sangat kritis.

"Saya memang sering melihat terjadinya kerusakan hutan sewaktu meliput. Tapi tidak menyangka luasnya sebesar itu," ujar Tommy, Rabu (27/4/2016).

Jika luas hutan di Sulut 764.739 hektar, berarti ada 38,8 persen lahan yang bermasalah.

Perubahan lingkungan itu membawa dampak bagi wilayah Sulawesi Utara (Sulut). Kota Tomohon kini tak sesejuk dulu lagi. Padahal kota ini terkenal karena berhawa dingin.

Semakin luasnya pendangkalan Danau Tondano merupakan indikator lain. Enceng gondok telah menutupi 10 persen area dari danau seluas 4.616 hektar itu.

Eutrofikasi mempercepat penyebaran tumbuhan invasif itu. Dampaknya, pasokan air ke wilayah sekitar semakin berkurang. Salah satunya menjadi penyebab krisis listrik di Sulut dalam beberapa tahun terakhir.

Perusahaan Listrik Negara (PLN) wilayah Sulawesi Utara, Suwesi Tengah, dan Gorontalo bergantung pada debit air Danau Tondano untuk menggerakkan turbin pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang mereka miliki. Ada beberapa PLTA yang dikelola oleh PLN di Sulut.

Hawa Kota Manado juga terasa lebih panas dibanding beberapa tahun sebelumnya. Area terbuka hijau kian terkikis di Ibu Kota Provinsi Sulut itu dan ditenggarai menjadi salah satu penyebab naiknya suhu.

"Dulu tidak sepanas ini, tetapi sekarang, jam 06.00 pagi saja sudah seperti siang hari," kata Epner, warga Tuminting, Manado.

Reklamasi pesisir pantai Manado juga memberikan dampak yang signifikan bagi hamparan terumbu karang di Teluk Manado. Padahal Sulawesi Utara berada di salah satu jantung Segitiga Terumbu Karang Dunia.

"Indonesia memiliki 14 persen luas terumbu karang dunia, tetapi yang relatif utuh hanya berada di bawah 7 persen," ujar Martina Langi, pemateri dari Universitas Sam Ratulangi Manado.

Fakta-fakta itu, ditambah dengan berbagai fakta lain mengenai kerusakan lingkungan dan pengelolaan lingkungan yang tidak tepat, memberikan dampak pada perubahan iklim.

Kepala Subdirektorat Pemantauan Pelaksanaan Mitigasi Direktorat Mitigas Perubahan Iklim pada Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Yulia Suryanti menjelaskan beberapa potensi dampak perubahan iklim.

"Perubahan iklim dapat menyebabkan naiknya muka laut, berubahnya pola hujan, mewabahnya penyakit, penurunan luas lahan, berkurangnya kuantitas dan kualitas air, serta ancaman kepunahan spesies dan kerusakan habitat," papar Julia.

Julia menegaskan perlunya mitigasi yang segera dan terpadu sebagai usaha penanggulangan untuk mencegah perubahan iklim. Itu dapat dilakukan melalui kegiatan yang dapat menurunkan emisi dan meningkatkan penyerapan gas rumah kaca dari berbagai sumber.

"Di samping itu perlunya adaptasi perubahan iklim sebagai suatu proses untuk memperkuat dan membangun strategi antisipasi dampak keragaman dan perubahan serta melaksanakannya sehingga mampu mengurangi dampak negatif dan mengambil manfaat positifnya," kata Julia.

Masyarakat harus mendapat informasi mengenai dampak perubahan iklim dan pemanasan global serta langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah. Terutama terhadap target penurunan 26 persen emisi karbon pada tahun 2020 nanti.

"Media memegang peran penting dalam menyampaikan informasi itu, sekaligus mengedukasi dan mengadvokasi. Wartawan perlu menempuh proses peliputan perubahan iklim secara benar dan tepat. Proses yang sebenarnya juga menjadi syarat mutlak bagi setiap wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik bagi kepentingan publik," ujar Direktur Eksekutif Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) tersebut.

LPDS bersama Kedutaan Kerajaan Norwegia menggelar lokakarya ini di beberapa kota. Tujuannya memberikan pemahaman menyeluruh bagi wartawan dalam meliput isu perubahan iklim.

"Kami merasa gembira diberi kesempatan belajar selama dua hari mengenai isu yang sangat penting ini," ujar Ketua Aliansi Jurnalis Independen Manado Yoseph Ikanubun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com