Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ditinggalkan Temannya Mencari Ikan, Seorang Bocah Menghilang di Sungai

Kompas.com - 16/04/2016, 11:41 WIB
Kontributor Takengon, Iwan Bahagia

Penulis

TAKEONGON, KOMPAS.com - Seorang bocah bernama Dea Mauliza diduga hilang terseret arus sungai Berawang Kunyit, Kecamatan Jagong Jeget, Kabupaten Aceh Tengah, Aceh.

Anak dari pasangan Syeh Rudin (34) dan Sekar Sari (30) tersebut belum ditemukan sejak dinyatakan hilang, Rabu (13/4/2016).

Seorang tetangga korban, Jahidin saat ditemui di lokasi pencarian korban, Jumat (15/4/2016), menceritakan, bocah tersebut pergi bersama enam teman seusianya sekitar pukul 14.00 WIB.

Saat itu, korban menemani rekannya yang mencari ikan di sungai Berawang Kunyit itu.

Dari ketujuh orang itu, Dea Mauliza ditinggalkan bersama salah satu rekannya. Sedangkan lima temannya yang lain pergi untuk mencari ikan sekitar 500 meter dari tempat korban tersebut.

Merasa gelisah melihat Dea menangis karena ditinggalkan, temannya itu panik dan pergi memanggil lima rekannya yang mencari ikan tadi, sedangkan Dea ditinggal sendiri di pinggir sungai.

Setelah semua rekannya kembali, bocah itu sudah tidak ada di tempat.

"Yang kita temukan hanya bekas terpeleset, ada bekasnya di dekat lokasi tempat dia ditinggalkan di pinggir sungai itu," terang Jahidin yang juga Sekretaris Kampung Atu Lintang itu.

Sementara itu, orangtua korban, Syeh Rudin kepada Kompas.com mengaku tidak yakin anak semata wayangnya itu hilang karena diseret air sungai.

"Bisa jadi hilang karena itu (makhluk gaib, red), saya pikir begitu, tetapi itu juga bisa jadi salah," ungkap dia.

Kronologi

Dikisahkannya, anak itu mulanya tidak mau pergi dengan temannya itu.

Biasanya Dea segan meminta bermain dengan rekan-rekannya secara langsung, ayah atau ibunya harus langsung menyampaikan kepada temannya agar anak itu dibawa untuk bermain.

Sekitar tiga puluh menit kemudian, suara anak-anak itu sudah tidak terdengar lagi, kemudian dia turun mencari rombongan tersebut.

"Setelah saya cari kesana kemari, saya kembali, saat saya tanya sama anak-anak itu, kemana Dea? Mereka diam tidak menjawab," tambah dia.

Merasa penasaran, dia pun membawa serta dua orang dari anak-anak itu mengecek ke lokasi tempat Dea ditinggalkan, setelah mendengar cerira mereka, barulah dia paham kenapa anak-anak diam saat ditanya, ternyata mereka takut untuk mengisahkan.

"Jujur, saya ragu (bahwa Dea sudah hilang dibawa arus sungai, red), kenapa ragu? Karena sebagai orangtuanya saya ingin dia di luar (sungai), kalau dia di dalam 100 persen dia sudah tidak bernyawa," tambah dia.

"Kitakan masih berusaha, karena peristiwa ini tidak ada saksi, kecuali ada satu orang yang melihat," lanjut Syeh Rudin.

Meski demikian dia tidak menampik kemungkinan Dea hilang terbawa arus sungai.

"Saya enggak bisa jawabnya, Bang. Cuma kata orang-orang sini sudah sering terjadi (orang hilang, red), makanya Dea bisa jadi hilang karena 'isangkan Kemang'," pungkas dia.

Isangkan kemang

Istilah 'Isangkan kemang' merupakan kepercayaan sebagian masyarakat suku Gayo yang merupakan suku kedua di Aceh. Istilah itu berarti "dilarikan makhluk gaib'.

Sejumlah warga setempat yamg ditemui Kompas.com membenarkan kemungkin tersebut.

Sementara itu, Kapolres Aceh Tengah Dodi Rahmawan SIK seusai melakukan koordinasi dengan tim pencarian dari berbagai instansi, Kamis (15/4/2016), menjelaskan, untuk pencarian tubuh korban harus tetap melibatkan kearifan lokal masyarakat sekitar.

"Keterbatasan sarana dan prasarana bukan berarti membuat kita kendor, tetapi kita harus memahami bahwa lingkungan yang ekstrem, mungkin perlu dukungan dari masyarakat yang memiliki kemampuan spiritual yang lain, itu juga cukup membantu pencarian korban yang hanyut," kata dia.

Mapolres sendiri mengerahkan puluhan anggotanya untuk bergabung bersama para pencari korban, di antaranya Tim Reaksi Cepat (TRC), personel BPBD Aceh Tengah, Tagana dan masyarakat sekitar.

Pantauan Kompas.com di lokasi kejadian, pencarian korban dihentikan Kamis sore, karena kawasan yang terletak kurang lebih 50 kilometer dari pusat kota Takengon itu didera hujan lebat.

Selain itu, sungai yang terletak di kaki gunung tersebut berada sekitar satu kilometer dari jalan raya, hanya dapat ditempuh dengan sepeda motor jenis trail atau berjalan kaki. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi tim pencarian korban serta masyarakat yang ingin mendatangi lokasi tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com