Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemuda Ini "Sulap" Kotoran Gajah Jadi Lukisan Bernilai Seni dan Ekonomi Tinggi

Kompas.com - 21/11/2015, 13:14 WIB
Kontributor Bengkulu, Firmansyah

Penulis

BENGKULU, KOMPAS.com - "Saat mengikuti pelatihan pemberdayaan masyarakat digelar Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) saya bingung apa yang bisa saya kelola bernilai ekonomi di kampung saya, lalu terfikirlah membuat lukisan dari kotoran gajah."

Itulah pengakuan Anang Widyatmoko, seorang pemuda asal Desa Sukabaru, Kecamatan Marga Sakti, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu.

Kampung tempat tinggal Moko, sapaan akrab pemuda itu, memang berbatasan dengan Taman Wisata Alam (TWA) Pusat Latihan Gajah (PLG) Sebelat.

Awal tahun 2010 Anang bersama beberapa pemuda yang tergabung dalam Elephant Care Community (ECC) melakukan uji coba membuat lukisan dari kotoran gajah dan berhasil.

Setahun kemudian Anang dan teman-temannya mulai banyak menerima pesanan lukisan kotoran gajah.

"Itu dilakukan setelah saya mengikuti pelatihan pembuatan suvenir yang dilakukan BKSDA, awalnya saya pilih kaleng tapi kaleng tak banyak di kampung saya, maka terpikirlah kotoran gajah," ujarnya sambil tertawa.

Harga yang ditawarkan untuk lukisan ukuran 40 sentimeter X 30 sentimeter adalah Rp 300.000 yang bisa dibuat dalam waktu 10 hari.

Membuat lukisan dari kotoran gajah, kata Moko, memang tidak mudah.

Langkah awal yang harus dilakukan yakni kotoran gajah dicacah, lalu dijemur selama tiga hari, setelah itu dipisah serat kasar dan halus.

Setelah dipisahkan serat kasar dan halus maka direbus, lalu dijemur kembali, usai dijemur baru dicincang.

"Setelah itu baru serat tersebut direndam dengan alkohol agar higienis, tahan lama dan tak berbau tentunya," Moko menjelaskan.

Sepanjang 2011-2014, pesanan yang datang cukup banyak baik masyarakat Bengkulu maupun luar Bengkulu. Pelanggan lain adalah turis pengunjung TWA PLG Sebelat.

"Tahun 2015 penjualan menurun maklum karena krisis ekonomi, jadi pesanan juga berkurang," ujarnya.

Multi talenta

Lukisan yang dibuat Moko dan rekannya cukup unik, memiliki serat kasar dan tanpa pewarna. Jika terdapat warna merah, atau kuning itu murni pengaruh makanan yang dikonsumsi gajah.

Seperti lukisan berjudul "Memadu Kasih" terlihat dua ekor gajah dewasa dan satu ekor anak gajah bermain di bawah pohon yang berbaris rapi membentuk kerucut di tengah lukisan.

Lukisan tampak kaya saat gestur batang pohon dan jalan juga ia munculkan semua berbahan dasar kotoran gajah.

Sementara itu, uang hasil penjualan lukisan berbahan dasar kotoran gajah itu dimanfaatkan Moko dan teman-temannya untuk kampanye penyelamatan gajah dan lingkungan hidup di sekolah-sekolah.

"Uangnya tidak kami gunakan untuk kepentingan sendiri, tapi kami gunakan untuk biaya kampanye penyelamatan lingkungan hidup termasuk gajah ke sekolah-sekolah di Kabupaten Bengkulu Utara," papar dia.

Uniknya lagi, anggota ECC terdiri dari anak-anak para mantan dan perambah hutan.

"Kami menyadari sulit menyadarkan perambah hutan, lalu kami dekati anak-anaknya," tambahnya.

Moko merupakan pemuda desa yang memiliki banyak talenta, mengajar Bahasa Inggris, komputer, melukis dia lakoni di sekolah-sekolah kampungya.

Pemuda ini sempat kuliah di Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB) namun karena beberapa masalah dia harus meninggalkan bangku kuliahnya.

Nainggolan, warga Desa Sukabaru menyebutkan Moko dan kawan-kawannya pernah mendapatkan penghargaan Wanalestari dari Presiden SBY.

Penghargaan itu diterima karena keberhasilan Moko dan organisasinya dalam melakukan konservasi kawasan hutan.

"Ia anak yang cerdas mengharumkan nama desa ini, daerah beruntung punya orang sepintar dia," kata Nainggolan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com