Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerinduan kepada Burung Citarum

Kompas.com - 04/05/2011, 16:30 WIB

Awalnya, Johan hanya menjadi pendamping Bastian untuk memenuhi keperluan sehari-hari, seperti menyediakan tempat tinggal atau berinteraksi dengan masyarakat setempat. Namun, pengetahuan masa kecil tentang burung ternyata memegang peranan penting bagi kepentingan penelitian Bastian.

Besar sebagai anak desa di Purwakarta memberikan pengetahuan tentang beragam jenis burung hanya dari suara atau kekhasan tingkah lakunya. Ia biasanya memberikan nama daerah, suara, dan kriteria fisik kemudian dicocokan dengan buku lapangan mengenal jenis-jenis burung di alam milik Bastian.

Contohnya, burung gagak (Corvus enca), cipeuw (Aegithina tiphia), dan perkutut (Geopelia striata). Ada juga yang khas tingkah lakunya seperti manuk jantung (Arachnotera longirostra) dan manuk apung (Mirafra javanica).

Belum akrab

Di luar dugaan, Bastian terkesan dengan kemampuan Johan. Bastian lantas merekomendasikan Johan mendapatkan program kursus tentang Ekologi Burung (ornitologi) selama delapan bulan di Belanda pada tahun 1983/1984. Beragam jenis burung dari berbagai daerah, seperti di Wageningen, Leiden, dan Utrecht lantas ia data dan kenali aktivitasnya. Johan begitu terkesan dengan minat Belanda pada burung meski jumlahnya jauh lebih sedikit ketimbang Indonesia.

Pulang ke Indonesia tahun 1984, ia menjadi satu dari sedikit ornitolog di Indonesia. Kiprahnya di Tanah Air dilanjutkan dengan mendata ratusan jenis burung di Citarum, Cimanuk, Citanduy, dan Ciliwung. Johan mengaku banyak belajar dari masyarakat setempat tentang ciri atau jenis kelamin burung yang diamatinya.

”Masyarakat di beberapa daerah sudah sadar benar dengan perlindungan burung. Mereka percaya, burung bisa memberikan banyak pertanda dalam kehidupan,” katanya.

Akan tetapi, ia merasa terpukul saat tak kuasa berbuat maksimal melindungi populasi burung kowak malam (Nycticorax nycticorax) di Kota Bandung. Keberadaan mereka tidak diterima masyarakat yang tinggal di sekitar Kebun Binatang Bandung dan Institut Teknologi Bandung, yang notabene dekat dengan Sungai Cikapundung.

”Masyarakat terganggu dengan kotoran yang bau. Bahkan, sempat ada yang mengusulkan agar burung itu ditembak sehingga lekas pergi ke tempat lain,” katanya.

Agar niat buruk itu tidak terlaksana, dibantu beberapa rekan, Johan berusaha memindahkan kawanan yang jumlahnya mencapai 1.073 ekor dengan berbagai cara yang lebih bersahabat. Di antaranya, memasang jaring ditalikan di balon gas untuk menangkap burung kowak malam dewasa, memindahkan anaknya ke tempat lain, dan mengusirnya dengan bunyi riuh kaleng. Dana yang digunakan untuk membiayainya kebanyakan berasal dari koceknya sendiri.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com