Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerinduan kepada Burung Citarum

Kompas.com - 04/05/2011, 16:30 WIB

Oleh Cornelius Helmy

BANDUNG, KOMPAS.com — Aliran Sungai Citarum yang membelah wilayah delapan kota dan kabupaten di Jawa Barat sesungguhnya anugerah. Citarum tidak hanya menjadi sumber air bagi irigasi, tapi juga bagi pembangkit listrik, bahkan saluran pembuangan limbah bagi perusahaan nakal di sepanjang Citarum.

Sungai terpanjang di Jawa Barat beserta anak sungai menjadi rumah bagi 314 jenis burung. Namun, seiring hancurnya lingkungan Citarum mulai dari hulu hingga hilir, perlahan burung pun menjauhi sungai itu. Mereka mencari lingkungan yang mampu menopang hidup mereka.

”Citarum yang pernah jadi ’surga’ kini menjadi tempat menyeramkan bagi burung,” ujar ornitolog alias pakar ilmu burung, Johan Iskandar (57). Dia merasakan benar rasa rindu itu. Dahaganya terpuaskan saat melihat kembali kuntul kerbau dan blekok di Kota Bandung. Kedua burung itu dulu banyak terlihat di Citarum dan anak-anak sungainya. Namun, terdesak pembangunan, pencemaran air, dan aktivitas manusia lainnya, keberadaan kuntul kerbau dan blekok pun tak terlacak.

Hingga sekitar beberapa tahun lalu, Johan mendapat kabar bahwa blekok (Ardeola speciosa) dan kuntul kerbau (Bubulcus ibis) berkembang biak dengan baik di empat rumpun bambu besar di Kampung Rancabayawak, Kelurahan Cisaranten Kulon, Kecamatan Gedebage, Kota Bandung. Ratusan blekok dan kuntul kerbau hidup berbaur dengan masyarakat setempat yang tinggal di antara dua aliran sungai anak Citarum, Cinambo dan Cisaranten.

”Sore hari saat mereka pulang setelah mencari makan, adalah saat terindah,” katanya.

Selain daya jelajah yang bisa mencapai lebih dari seratusan kilometer, khusus keberadaan kuntul kerbau sangat penting bagi ekosistem sawah. Mereka memakan hama serangga dan ulat yang rentan merusak tanaman padi. Namun, yang lebih penting, keberadaan kuntul adalah bukti masih sehatnya lingkungan di sekitar.

”Kehadiran mereka bisa jadi momentum warga Bandung melestarikan lingkungan ekosistem sungai yang kini ternoda oleh limbah berat dan sampah rumah tangga,” kata Johan.

Pertemuan

Bagi Johan, Citarum dengan anak sungainya adalah tempat yang mempertemukannya dengan dunia burung. Secara tidak sengaja ia diminta profesornya di Universitas Padjadjaran, Bandung, Prof Dr Ir Otto Soemarwoto, mendampingi mahasiswa dari Universitas Wagenigen Belanda bernama Bastian van Helvoort, yang hendak melakukan penelitian burung di DAS Citarum tahun 1975. Bastian ingin mengisi kekosongan penelitian burung di Citarum yang dilakukan Hoogerwerf pada tahun 1948.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com