Salin Artikel

Kisah Yasin, Pengungsi Rohingya yang Berlayar dari Cox's Bazar ke Aceh

Yasin dan Keluarga adalah warga Rohingya yang terusir dari Myanmar.

Bagi Yasin, tinggal di kamp pengungsian sungguh tidak menyenangkan, semua aktivitas terbatas.

Sering kali mereka mendapat perlakukan tidak baik, dirundung, dipukul, dan perlakukan tidak baik lainnya baik dari pemerintah setempat atau militer.

Sangat susah bekerja dan mendapatkan uang untuk memenuhi kehidupan keluarga, anak-anak tidak bisa mendapat pendidikan, pengungsi tidak dapat layanan kesehatan.

Pengungsi tidak diperlakukan selayaknya manusia lainnya.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Yasin menjadi pedagang kecil.

Setiap hari, dia membeli beberapa penganan ringan, dengan uang yang dimiliki.

Lalu sebagian dikonsumsi keluarga dan sebagian dijual kembali kepada pengungsi lain.

Alasan itu yang membuat Yasin dan keluarga memutuskan untuk pergi mengungsi ke negara lain.

Mereka berlayar 20 hari dan perahunya terdampar di pantai timur Aceh yakni di Kuala Matang Peulawi, Kecamatan Perlak, Kabupaten Aceh Timur, pada 27 Maret 2023.

Kemudian mereka dipindahkan ke penampungan Mina Raya, Kabupaten Pidie, pada 28 Maret 2023, bersama 150 pengungsi Rohingya lainnya.

“Selama perjalanan di laut, kondisi kami buruk, kekurangan air, makanan terbatas, sering diterjang badai. anak-anak menjadi sakit. Saya tidak tahu tujuan mengungsi ke mana, tidak pilih negara mana pun. Yang penting tiba selamat dan bisa hidup lebih layak. Terserah mau di Indonesia atau Malaysia,” tutur Yasin kepada Kompas.com saat disambangi di Camp Mina Raya, Padang Tiji, Kabupaten Pidie, akhir September 2023.


Saat tiba di penampungan, awalnya Yasin ragu dan cemas. Namun, kemudian mereka mendapat perlakuan yang baik, diberi makanan dan pakaian, dan tinggal bersama di penampungan.

“Tidak ada kendala berarti selain bahasa, tapi lambat laun semua bisa berkomunikasi dengan baik,” sebut Yasin

Sekarang sudah delapan bulan tinggal di penampungan, Yasin dan keluarga merasa aman. Hanya saja, tidak ada aktivitas berarti yang dilakukan selama di penampungan.

Sehari-hari mereka hanya duduk dan berdiam, sesekali menanam sayuran dalam jumlah kecil, di kompleks penampungan, dan hasilnya nanti bisa untuk dimakan bersama.

Untuk anak-anak, kini mereka sudah mendapat pendidikan, walau tidak sempurna, anak-anak diajarkan berbagai hal oleh guru relawan dari Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan Pengungsi, UNHCR dan IOM.

Mereka belajar mengenal bahasa Indonesia, belajar kebudayaan, etika, dan lainnya.

Selain itu ada tujuh orang anak yang sudah bisa bersekolah di sekolah dasar setempat dengan pendampingan.

Warga lokal bisa menerima keberadaan pengungsi rohingya di kamp penampungan Minaraya, Kecamatan Padang Tiji, Kabupaten Pidie.

Sekarang, Yasin bisa berkomunikasi dengan keluarga lain di Cox's Bazar, sambil menceritakan kehidupan mereka.

Yasin bermimpi bisa hidup baik dan layak serta dihargai sebagai manusia, di satu tempat bersama pengungsi Rohingya lainnya.


Baru-baru ini, warga kembali dikejutkan dengan kedatangan rombongan pengungsi dalam jumlah besar saling susul menyusul di sejumlah titik pesisir di Aceh.

Dua pekan ini, enam kapal pengungsi Rohingya tiba di Aceh setelah melalui perjalanan laut yang berbahaya.

Teranyar, 216 pengungsi Rohingya mendarat di Pulau Weh, Kota Sabang, Aceh, pada Selasa (21/11/2023) sekitar pukul 23.00 WIB.

Ketua Panglima Laot Aceh Miftachuddin Cut Adek mengatakan enam kapal itu tiba pada 14 November di Pidie, 15 November di Pidie, 19 November di Bireuen, 19 November di Pidie, 19 November di Aceh Timur, dan 21 November di Sabang.

Jumlah mereka mencapai 1.539 orang.

“Jumlahnya 1.323 orang, tambah 216 yang baru tiba di Sabang,” kata Miftach kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Kamis (23/11/2023).

Perwakilan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) Indonesia Faisal Rahman, menyebutkan sebagian pengungsi Rohingya kini sudah diizinkan untuk tinggal sementara di lokasi penampungan di eks Kantor Imigrasi di Lhokseumawe sesuai dengan arahan penjabat Gubernur Aceh, Achmad Marzuki.

Pengungsi Rohingya yang tiba di Sabang dan kemudian langsung dievakuasi ke Lhokseumawe.

Achmad Marzuki mengimbau kepada masyarakat Aceh untuk bersabar terkait kedatangan pengungsi Rohingya, karena sedang dalam proses pengaturan.

"Sudah diimbau oleh bupati dan diharapkan juga masyarakat bisa bersabar sambil mengatur semuanya," kata Achmad Marzuki, di Banda Aceh, Rabu petang.

Marzuki menyampaikan, penanganan imigran Rohingya tersebut merupakan urusan kemanusiaan, dan untuk penanganan akan berjalan sesuai ketentuan.

"Ini urusannya kemanusiaan, ada waktunya kemudian SOP-nya akan diatur lagi," ujarnya.

Menurut Marzuki, terkait kedatangan gelombang imigran Rohingya ke Aceh, UNHCR sejauh ini juga telah berkomunikasi dengan Kemenkumham terkait penempatan para pengungsi tersebut.

"Sudah ada surat dari Kemenkumham untuk penempatan pengungsi Rohingya, untuk sementara agar dibantu oleh IOM dan UNHCR," ujar Marzuki.

Kini, 482 pengungsi Rohingya ditampung di Kamp Pengungsian Minaraya, Kabupaten Pidie.

Selain itu ada 551 pengungsi di eks Kantor Imigrasi Lhokseumawe dan 232 orang masih berada di tenda sementara di Gampong (Desa) Kulee Kecamatan Batee, Kabupaten Pidie.

https://regional.kompas.com/read/2023/11/23/171445878/kisah-yasin-pengungsi-rohingya-yang-berlayar-dari-coxs-bazar-ke-aceh

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke