Salin Artikel

Belasan Tahun Jadi TKI di Arab Saudi, Sri Naning Masih Menunggu Gaji yang Belum Dibayar Majikan (Bagian 2)

BLORA, KOMPAS.com - Belasan tahun bekerja di Arab Saudi, memberi kesan mendalam bagi seorang Sri Naning Wahyu Kurniawati yang akhirnya dapat pulang ke kampung halamannya pada awal tahun 2020 lalu.

Sri Naning yang merupakan warga Desa Plosorejo, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, berangkat ke Arab Saudi sekitar tahun 2006, dengan usia yang masih 16 tahun.

Naning menerima ajakan dari kepala desanya waktu itu, untuk bekerja di Arab Saudi bisa dibilang dengan modal nekat.

Semua persyaratan administrasi dan lainnya juga diurus oleh kepala desa.

Padahal, waktu itu, dirinya juga tidak bisa berbahasa Arab.

Awal bekerja sebagai pembantu di Mekkah, Arab Saudi, tampak berjalan normal.

Ia masih bisa berkomunikasi dan mengirimkan uang ke keluarganya melalui perantara tetangga rumahnya yang ada di desa.

Namun, semua berubah, saat orang yang dimintai tolong tersebut memiliki masalah pribadi.

Nomor ponsel dan nomor rekeningnya telah diblokir dan tidak bisa digunakan lagi.

Naning tidak bisa lagi berkomunikasi dan mengirimkan uang kepada keluarganya.

Sehingga, uang gajian yang biasa dikirimkan ke keluarganya, masih disimpan oleh sang majikan.

Selama berada di Arab Saudi, dirinya juga tidak diperbolehkan ke luar rumah tanpa pendampingan majikan serta tidak diizinkan bersosialisasi dengan sesama TKI di sana.

"Namanya orang bekerja kan bosan, pengin keluar menghirup udara segar, tapi kalau belanja enggak bisa, sehingga kalau belanja atau keluar ya sama majikan dan itu pun enggak bisa bebas," ucap Naning, saat ditemui wartawan, di rumahnya, pada Rabu (14/6/2023).


Alami kekerasan fisik

Selain itu, selama belasan tahun di Arab Saudi, Naning mengaku pernah mendapatkan kekerasan fisik akibat pekerjaan yang dilakukannya kurang tepat di mata majikan.

"Kalau aku melakukan kesalahan ya kadang ada kekerasan fisik, paling parah ya dipukul," kata dia.

Dengan kondisi yang seperti itu, dalam suatu momentum dirinya mendapatkan kesempatan untuk keluar dari rumah majikannya.

Pintu dapur dan pintu rumah depan yang terbuka dan saling berhadap-hadapan, memberikan kesempatan bagi Naning untuk kabur dari rumah majikan.

"Kok rasanya pengin keluar, sewaktu aku masak melihat pintu dapur dan pintu rumah depan saling berhadapan, enggak tahu pintu itu terbuka, kemudian aku pergi dari rumah," kata dia.

Alasannya kabur dari rumah majikan, karena dirinya depresi dengan rutinitas sebagai pembantu. 

"Karena enggak bisa bebas, tertekan, enggak bisa ngobrol sana-sini," ujar dia.

Sesampainya berada di luar rumah majikannya, Naning yang sudah bisa berbahasa Arab kemudian meminta tolong kepada sopir taksi untuk mengantarkannya ke Masjidil Haram.

Setelah cukup lama berada di lokasi tersebut, ia kemudian dihampiri oleh seorang polisi perempuan.

"Kemudian ada polisi menanyaiku, 'kamu mau pulang ke mana, ke majikanmu atau pulang ke Indonesia', 'aku mau pulang ke Indonesia saja', kemudian diajak polisi ke penampungan," terang dia.

Naning yang kabur hanya mengenakan pakaian yang dipakainya, tanpa bisa menunjukkan KTP ataupun paspor, kemudian diminta untuk berada di tempat penampungan selama kurang lebih 2 minggu.

Setelah itu, dirinya diperbolehkan pulang ke Indonesia dengan pengawalan dari pihak kepolisian, karena dikhawatirkan akan hilang.

Sesampainya berada di Jakarta, dirinya merasa bingung dan terlantarkan.

Belasan tahun berada di Arab Saudi, dirinya mengaku sudah tidak bisa berkomunikasi menggunakan berbahasa Indonesia dan hanya bisa dengan Bahasa Arab.

Teman sepenampungannya pun waktu itu mendadak dilarang suaminya untuk mengantarkan Naning pulang ke kampung halamannya.

Untungnya, ada pihak yang akhirnya bisa berkomunikasi dengannya. Setelah itu, pihak tersebut berkomunikasi dengan pihak yang ada di Semarang.

"Seminggu aku berada di Jakarta," ujar dia.


Di sisi lain, pihak yang ada di Semarang kemudian mengecek kampung halaman Naning dan ternyata keluarganya masih berada di desa tersebut.

Tanpa berpikir panjang, pihak keluarga yang sudah bertahun-tahun mencari keberadaannya kemudian berangkat ke Jakarta.

Sementara selama berada di Jakarta, Naning sempat ditemui oleh adik kandungnya.

Namun, sayangnya, Naning sudah tidak mengenali adik kandungnya.

"Sorenya aku dijemput laki-laki, tapi aku enggak kenal sama laki-laki itu yang ternyata adikku karena sudah lama enggak pernah bertemu. Kemudian, diperlihatkan foto masa sewaktu kecil," ujar dia.

Hingga akhirnya, Naning pun bisa pulang ke kampung halamannya dengan selamat.

Setelah peristiwa tersebut, Naning mengaku trauma dengan kejadian yang dialaminya.

Dirinya masih menanti gajinya yang masih belum dibayarkan oleh sang majikan.

Ia mengungkapkan, gajinya selama kurang lebih 12 tahun bekerja di Arab Saudi, masih disimpan oleh majikannya.

Pada waktu itu, sebagai asisten rumah tangga, ia digaji 600 riyal atau sekitar Rp 2 juta per bulan.

"Waktu itu kalau dirupiahkan Rp 2 juta per bulan, 2 juta kali 12 tahun," terang dia.

Sehingga sampai saat ini, ia masih berharap agar gajinya selama 12 tahun bisa diterima.

https://regional.kompas.com/read/2023/06/14/215946578/belasan-tahun-jadi-tki-di-arab-saudi-sri-naning-masih-menunggu-gaji-yang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke