Salin Artikel

Toko Obat "Dokter S" yang Ternyata Sarjana Pendidikan Agama, Laris dan Populer di Kalangan Warga Desa

Lantaran populer di kalangan masyarakat desa, toko obat tersebut ramai dikunjungi warga.

Kini S, sang pemilik toko obat, ditangkap polisi dengan sangkaan menjalankan praktik pengobatan dan menjual obat tanpa izin.

Salah seorang pelanggan toko obat tersebut, warga Desa Kemloko bernama Imron (32) mengatakan, toko obat milik S merupakan toko langganannya untuk mendapatkan obat murah yang manjur untuk gangguan asam urat yang dia alami.

"Wah, itu toko langganan saya beli obat asam urat. Setiap kambuh saya beli ke toko itu. Obatnya murah dan manjur," ujar Imron, ditemui Kompas.com di wilayah Kota Blitar, Rabu (19/5/2021),

"Pekan lalu saya beli dua 'stel' (paket). Saya baru minum satu 'stel' sudah sembuh," ujar dia sembari menunjukkan obat, terdiri dari tiga tablet berwarna merah, putih dan kuning.

Tidak hanya saat asam urat kambuh, ujarnya, jika terserang demam karena gejala flu pun dirinya akan datang ke toko obat milik S.

Imron menilai wajar jika toko obat milik S laris karena situasi kesehatan yang tidak menentu ditambah ekonomi masyarakat yang semakin sulit sejak pandemi Covid-19.

Toko obat milik S, ujar Puspa, setiap hari dipadati warga yang datang untuk berobat meski toko yang berlokasi tidak jauh dari pasar desa itu berukuran kecil dengan bangunan sederhana.

Pada waktu-waktu tertentu setiap harinya terutama menjelang malam, ujarnya, antrian warga yang datang berobat bisa mencapai puluhan orang.

"Di saat ramai, S akan memanggil antrean 3 hingga 5 orang sekaligus kemudian ditanya keluhannya apa. Dia catat, kemudian dia ke belakang untuk mengambil obatnya," ujarnya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun polisi, ujar Puspa, dua faktor yaitu harga murah dan kemanjuran obat racikan S menjadi alasan larisnya toko obat milik S.

Apalagi, ujarnya, toko obat itu berada di pinggir utara wilayah Kabupaten Blitar yang cukup jauh dari pusat kota.

Setiap harinya, ujar Puspa, tidak kurang dari 75 orang yang datang berobat ke toko milik S yang kerap masyarakat panggil dengan sebutan "Dokter S" itu.

Kapolres Blitar Kota AKBP Yudhi Hery Setiawan mengatakan, omzet penjualan toko obat milik S berkisar antara Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta setiap hari.

Meski omzet bisa mencapai Rp 2 juta per hari, S mengaku hanya mendapatkan keuntungan antara Rp 100.000 hingga Rp 200.000 per hari.

Keuntungan sebesar itu, kata S, belum dipotong biaya operasional di luar biaya pembelian bahan obat racikan.

Ketika dihadirkan pada konferensi pers pengungkapan kasus yang menjeratnya di Kantor Polres Blitar Kota, S juga berusaha mengelak sangkaan praktik pengobatan.

"Saya cuma jual obat mas, Rp 2.500. Saya hanya jual obat," ujarnya kepada wartawan yang menanyainya.

S mengatakan, dirinya mendapatkan pengetahuan meracik obat dengan belajar sendiri ditambah pengalamannya bekerja sebagai asisten seorang dokter 1997 hingga 2011.

Tahun 2015, ujar S, dia membuka usaha berjualan obat.

Dia mengaku meracik obat dari obat-obatan yang dia beli dari apotek.

Menurutnya, selama ini tidak ada pelanggannya yang mengeluhkan efek samping setelah mengonsumsi obat racikannya.

"Tidak ada," ujarnya saat ditanya apakah pernah menghadapi keluhan pelanggan terkait efek samping setelah meminum obat racikannya.

S yang merupakan sarjana ilmu pendidikan agama Islam ditangkap di toko obatnya di Desa Dayu, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar beserta 99 barang bukti berupa obat-obatan dan alat kesehatan.

Polisi menjerat S dengan pasal-pasal Undang-Undang tentang kesehatan dan tenaga kesehatan dengan ancaman hukuman kurungan masing-masing 15 tahun dan 5 tahun.

https://regional.kompas.com/read/2021/05/19/211057278/toko-obat-dokter-s-yang-ternyata-sarjana-pendidikan-agama-laris-dan-populer

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke