Salin Artikel

Kecelakaan Lion Air JT 610: Duka Jannatun Cintya Dewi dan Belajar Ikhlas dari Penyintas

SIDOARJO, KOMPAS.com - Suasana haru masih menyelimuti rumah duka keluarga korban Lion Air JT 610, Jannatun Cintya Dewi (24), di Dusun Prumpon, Desa Suruh, Kecamatan Sukodono, Sidoarjo, Jumat (2/11/2018).

Orangtua Jannatun, Bambang Supriadi (49) dan Sutriyem (45), tak pernah menyangka puterinya itu meninggal dalam kecelakaan pesawat yang menewaskan ratusan orang.

Bambang dan Sutiyem juga tak pernah mengira Jannatun begitu cepat dipanggil Sang Kuasa.

Sutriyem masih tak percaya jika anaknya menjadi korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang, yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, pada Senin (29/10/2018).

Sampai saat ini, Sutriyem belum berani melihat perkembangan kecelakaan Lion Air JT 610 melalui saluran TV.

"Saya masih trauma sekali, hanya mendengar dari orang-orang. Saya juga ikut merasakan bagaimana rasanya bagi keluarga korban lain yang jenazahnya belum ditemukan," kata Sutriyem, menceritakannya kepada Kompas.com, Jumat (2/11/2018).

Sebelum mendengar kabar keberadaan jenazah puterinya, perasaan Sutriyem cukup berat dan sesak. Tetapi, Sutriyem bersyukur karena puterinya berhasil ditemukan dan jenazahnya telah dimakamkan di tanah kelahirannya.

"Ini merupakan bentuk kuasa Allah terhadap almarhumah, yang tentu selaras dengan apa yang dilakukan almarhumah semasa hidup," tutur Sutriyem.

Berencana menikah tahun depan

Akhir bulan November nanti, Jonna, sapaan Jannatun Cintya Dewi, akan dilamar oleh kekasihnya, Hilman Dhohir, warga asal Sukabumi yang bekerja di Kedubes Australia di Jakarta.

Menurut Bambang, pada Maret atau April 2019 mendatang, keduanya akan dinikahkan karena keluarga kedua belah pihak sudah saling mengenal.

"Semua sudah cocok, sudah saling suka, dan orangtua saling menyetujui," kata Bambang Supriadi.

Tetapi, peristiwa jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 yang membawa Jonna di dalamnya betul-betul membuat keluarga terpukul. Bambang menceritakan, calon menantunya itu betul-betul sedih dan kehilangan.

"Semua sangat kecewa, menyesal, dan tentunya sangat sedih. Sangat terpukul dan kehilangan juga," ujar Bambang.

Hilman, kata Bambang, selalu menemani dia dan Sutriyem selama di Jakarta untuk mengurus kepulangan jenazah anaknya.

Saat ini, calon menantunya masih ada di Sidoarjo dan ikut memakamkan jenazah Jonna.

"Dia (Hilman Dhohir) dari awal mendampingi saya dan sampai cuti dari pekerjaannya, untuk membantu mengurus saya sampai selesai. Saya juga diantarkan sampai ke rumah kemarin itu," kata dia.



Belajar ikhlas dari penyintas

Bambang Supriadi dan Sutriyem sangat terpukul kehilangan anak pertamanya, Jannatun Cintya Dewi, begitu pula adik Jannatun, Nadzir Ahmad Firdaus.

Akan tetapi, Bambang dan Sutriyem tidak mau berlarut dalam kesedihan. Mereka ikhlas dengan kepergian Jonna, karena hidup mesti terus dilanjutkan.

"Saya dari kecil merawat dan membesarkan anak itu (Jonna), rasanya tidak bisa dijelaskan. Tetapi mau tidak mau, ini sudah terjadi jadi harus diikhlaskan," kata Bambang.

"Karena mungkin sudah menjadi kehendak dari yang Maha Kuasa. Apapun yang saya lakukan, tetap Jonna tidak bisa kembali," imbuhnya.

Menurut Sutriyem, simpati yang ditunjukkan saudara, kerabat, para tetangga, dan ribuan pelayat yang datang ke rumah duka almarhumah, dianggap sudah membantu menguatkan keluarga untuk ikhlas menerima dan melanjutkan hidup.

"Ada ribuan orang datang, guru teman SD, SMP, SMA Jonna, teman kuliah, teman organisasi, teman kantornya dan lain-lain, ini sangat luar biasa," tutur Sutriyem.

Harapan untuk penerbangan di Indonesia

Kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 yang menewaskan Jannatun Cintya Dewi dan ratusan orang lainnya harus menjadi pelajaran berharga untuk tak terulang kembali.

Bambang Supriadi berharap, jangan sampai ada lagi kecelakaan dan korban mati sia-sia. Menurut dia, pengawasan perlu diperketat karena ini menyangkut nyawa setiap manusia.

"Pengawasan saya kira harus diperketat lagi ya. Kalau masih terjadi, seakan-akan nyawa ini tidak berharga," ucap Bambang.

Sementara itu, Sutriyem meminta agar kondisi pesawat selalu diperhatikan sebelum diberangkatkan dan pengecekan tidak dilakukam sekedarnya.

"Semuanya harus betul-betul dicek terlebih dahulu," kata dia.

Sebab kehilangan anak, saudara, dan orang-orang tercinta bagi Sutriyem amat menyesakkan.

"Ini menyangkut ratusan nyawa saudara-saudara kita. Karena bagaimana pun, ditinggal oleh keluarga itu sangatlah berat sekali. Saya seperti tidak sanggup," tutur Satriyem.

Untuk diketahui, Jannatun tergolong anak pendiam dan cerdas. Saat menempuh studi di SMAN 1 Sidoarjo, dia sering mendapatkan beasiswa dan menempuh jenjang SMA hanya dua tahun.

Lulus SMA, Jannatun melanjutkan studi di ITS dengan mengambil jurusan teknik kimia. Setelah lulus kuliah, Jannatun sempat bekerja di Bank Mandiri Jakarta dan setahun berselang bekerja sebagai staf di Kementerian ESDM.

Musibah jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 itu membawa 181 penumpang yang terdiri dari 178 penumpang dewasa, satu penumpang anak-anak, dan dua bayi serta 7 orang kru.

Jannatun Cintya Dewi adalah korban jenazah Lion Air JT 610 pertama yang berhasil diidentifikasi.

https://regional.kompas.com/read/2018/11/02/18330311/kecelakaan-lion-air-jt-610-duka-jannatun-cintya-dewi-dan-belajar-ikhlas-dari

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke