Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buaya Muncul di Sungai Sekitar Permukiman, Warga Dilarang Berenang

Kompas.com - 24/10/2016, 10:37 WIB
Megandika Wicaksono

Penulis

PALNGKARAYA,  Kompas.com – Buaya muara atau Crocodylus porosus dalam sepekan terakhir muncul di Sungai Arut, Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah terutama di perairan sekitar permukiman warga. Diduga ikan sungai yang jadi pakan buaya semakin sedikit sehingga buaya mencari makan di sekitar permukiman warga.

“Buaya muncul ke permukiman kemungkinan karena keterbatasan sumber pakan. Di daerah permukiman ada banyak buangan sisa-sisa makanan,” kata Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kotawaringin Barat Fahrizal Fitri, Minggu (23/10/2016) saat dihubungi dari Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Fahrizal mengatakan, keterbatasan sumber pakan itu disebabkan oleh adanya praktik illegal fishing dengan menggunakan setrum.

“Setrum ini adalah cara mendapat ikan yang tidak ramah lingkungan karena menghabisi ikan dari ukuran kecil sampai besar. Ini mengganggu siklus hidup ikan sehingga ikan semakin langka,” ujarnya.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Pangkalan Bun Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Kalimantan Tengah Agung Widodo menyebutkan, buaya muara dengan panjang sekitar 3-4 meter berwarna cokelat kehitam-hitaman muncul pada hari Senin (17/10/2016), Selasa (18/10/2016), dan Rabu (19/10/2016) pekan lalu terutama pada sore hari di sungai di belakang Pasar Baru atau di sekitar Kelurahan Mendawai dan Raja Seberang, Kecamatan Arut Selatan.

“Sejumlah faktor membuat buaya muncul ke wilayah perairan permukiman, misalnya mencari makan sisa-sisa ikan atau jeroan ayam yang dibuang di belakang pasar dan juga akibat tercemarnya air sungai oleh limbah pupuk sawit yang masuk ke sungai karena hujan,” papar Agung.

Selain itu, lanjut Agung, buaya juga muncul ke wilayah permukiman karena saat ini hampir memasuki musim kawin yang terjadi pada bulan November sampai Maret. “Bisa juga karena habitat di sekitar sarang buaya sudah mulai rusak, misalnya di Danau Saluluk dan Rasak, yang berjarak sekiar 5 kilometer dari permukiman,” ujarnya.

Menurut Agung, terakhir kali buaya muara muncul ke wilayah permukiman warga pada tahun 2013. Bahkan pada 2009, seekor buaya muara menerkam seorang laki-laki dewasa pencari kayu hingga tewas.

Dia belum dapat memastikan berapa jumlah buaya yang sering muncul ke permukaan dalam sepekan terakhir ini, diperkirakan 1-4 ekor. “Buaya muara adalah buaya yang besar dan ganas. Mereka aktif pada sore, malam hingga pagi hari,” katanya.

Terkait dugaan pencemaran air sungai akibat limbah pupuk sawit, Fahrizal mengatakan, BLH telah melakukan uji kualias air sungai pada September dan ditemukan bahwa terjadi penurunan PH dari 5 menjadi 3,5.

“Saat awal musim penghujan terjadi penurunan PH dari 5 menjadi 3,5. Ini karena adanya pencucian-pencucian dari daratan. Misalnya kandungan besi atau Fe di rawa-rawa larut ke sungai. Limbah sawit itu tidak dominan, tapi semua itu terakumulasi,” kata Fahrizal.

Bersama Satuan Kepolisian Air Polres Kotawaringin Barat, BKSDA memasang spanduk imbauan agar tidak mandi, berenang, dan menyelam ke sungai.

Kepala Satuan Kepolisian Air Polres Kotawaringin Barat Ajun Komisaris Wawan Arinanda mengatakan, selain memasang spanduk, pihaknya juga membantu tim BKSDA untuk berpatroli menggunakan speedboat dan mengimbau warga melalui toa (pengeras suara) agar waspada. Patroli dimulai pukul 06.30 sampai 08.00.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com