KOMPAS.com - Jam Gadang dikenal sebagai salah satu destinasi wisata sekaligus ikon Kota Bukittinggi, Provinsi Sumatera Barat.
Dalam bahasa Minangkabau, sebutan Jam Gadang memiliki arti sebagai jam besar.
Hal ini tentunya merujuk pada bentuknya, dengan bangunan menara setinggi 26 meter dan diameter jam di keempat sisinya sebesar 80 sentimeter.
Baca juga: Pengalaman Naik ke Atas Puncak Jam Gadang, Ada Apa di Dalamnya?
Menilik sejarahnya, Jam Gadang mulai dibangun pada 1926-1927 atas inisiatif Hendrik Roelof Rookmaaker yang merupakan sekretaris atau controleur kota Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia Belanda.
Jam yang digunakan pada keempat sisinya adalah hadiah dari Ratu Belanda, Wilhelmina didatangkan langsung dari Rotterdam melalui Pelabuhan Teluk Bayur.
Baca juga: 7 Fakta Menarik Jam Gadang, Mesin Cuma 2 di Dunia hingga Misteri Penulisan Angka 4
Dalam pembangunannya, bentuk Jam Gadang dirancang oleh Yazid Rajo Mangkuto dari Koto Gadang, sementara pelaksana pembangunan adalah Haji Moran dengan mandornya Sutan Gigi Ameh.
Jam Gadang yang kemudian menjadi tujuan wisatawan yang populer di Kota Bukittinggi ternyata tidak hanya menyimpan keindahan bentuk arsitektur namun juga sebuah teka-teki.
Baca juga: Sejarah Jam Gadang
Tidak banyak orang menyadari adanya sebuah teka-teki yang tersimpan pada angka penunjuk waktu di Jam Gadang.
Keseluruhan angka pada penunjuk waktu di Jam Gadang dibuat dengan menggunakan angka romawi.
Namun hal yang tidak biasa ditemukan pada penulisan angka 4 pada Jam Gadang yang ditulis menjadi IIII, di mana seharusnya penulisan romawi adalah IV.
Berdasarkan penelusuran TribunTravel.com dan Kompas.com, terdapat beberapa penjelasan terkait teka-teki penulisan angka tersebut.
Hal ini diperkirakan berkaitan dengan sejarah King Louis XIV (5 September 1638 - 1 September 1715) yang meminta kepada seorang untuk membuat sebuah jam baginya.
Pada masa itu, pembuat jam memberi angka penunjuk waktu pada setiap jam yang dibuatnya sesuai dengan aturan angka Romawi.
Namun setelah melihat jam yang diberikan kepadanya, King Louis XIV tidak setuju dengan penulisan IV sebagai angka "4".
Alasannya, penulisan angka IV dianggap tak memiliki keseimbangan visual dengan angka seberangnya yaitu angka VIII.