KOMPAS.com - Hidup di tempat pengungsian bukan hal yang menyenangkan. Suasana berkumpul bersama keluarga di rumah selalu dirindukan.
Sayangnya, rindu itu harus diurungkan untuk sementara waktu. Sebab badai belum berlalu.
Itulah yang dialami Nando (9), siswa Sekolah Dasar (SD) Nawokote, Desa Nawokote, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pada Jumat (12/1/2024) pagi, Nando bersama puluhan siswa korban erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki belajar bersama di bawah tenda pengungsian yang dibangun Kemendikbud.
Baca juga: Gunung Lewotobi Kembali Erupsi Siang Ini, Semburkan Asap Tebal Setinggi 1,5 Km
Para siswa begitu gembira bermain bersama teman sebayanya. Apalagi guru-guru mereka memperagakan permainan khas anak-anak.
Namun tidak dengan Nando. Wajahnya tampak sedih.
Beberapa kali, Andre (11) yang duduk sebelahnya, mengajak untuk bermain. Sama saja, ia tak begitu bersemangat.
Nando berusaha tersenyum, tetapi ia tidak mampu menyembunyikan perasaan sedih yang terpancar dari wajahnya.
"Saya rindu pulang ke rumah," ucap Nando lirih saat ditemui Kompas.com di tenda pengungsian.
Nando bercerita, sudah lebih dari sepekan ia bersama ayah dan ibunya tinggal di lokasi pengungsian, yang berjarak sekitar 7 kilometer dari Gunung Lewotobi Laki-laki.
Hampir setiap malam ia selalu bertanya kepada orang tuanya kapan mereka pulang ke rumah.
"Mama selalu bilang, kita belum bisa pulang karena situasinya belum aman. Nanti pasti kita akan pulang," tuturnya.
Baca juga: Jumlah Pengungsi Lewotobi Bertambah Jadi 6.536 Orang
Meski begitu Nando tak putus asa. Ia selalu berdoa Gunung Lewotobi Laki-laki cepat normal agar mereka bisa pulang berkumpul di rumah.
Kerinduan yang sama juga dirasakan Siprianus Toda Sura, Sekretaris Desa Klatanlo, Kecamatan Wulanggitang.
Saking lama tak bertemu, ia menulis sepucuk surat untuk istri dan anaknya, lalu membagikan ke akun media sosial Facebook.