Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Undip: Pertarungan Politik PDI-P Vs Keluarga Jokowi Bikin Elektabilitas Ganjar-Mahfud Merosot

Kompas.com - 13/12/2023, 12:24 WIB
Titis Anis Fauziyah,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Pengamat Politik Universitas Diponegoro (Undip), Muchamad Yulianto menilai adanya pertarungan mesin politik PDI-P melawan keluarga Presiden Jokowi yang berdampak pada merosotnya survei elektabilitas pasangan calon (paslon) Ganjar-Mahfud dalam Survei Litbang Kompas.

"Khusus di Jateng sesungguhanya adalah pertarungan mesin politik PDI-P melawan keluarga Jokowi. Ternyata Jokowi makin ke sini makin memperoleh simpati di masyarakat Jateng. Membuat suara anaknya (Gibran Rakabuming Raka) makin kuat," tutur Yuli melalui sambungan telepon, Rabu (13/12/2023).

Untuk diketahui, survei Litbang Kompas mencatat elektabilitas Prabowo-Gibran menempati posisi pertama sebesar 39,3 persen. Kedua, paslon Anies-Muhaimin sebanyak 16,7 persen. Lalu di posisi terakhir Ganjar-Mahfud di angka 15,3 persen.

Baca juga: Tanggapi Survei Litbang Kompas, Istana: Kepuasan Terhadap Jokowi Hanya Turun Sedikit, Masih Tetap Tinggi

Yuli mengatakan, sikap PDI-P yang seakan menyerang Jokowi membuat sikap simpatisan Jokowi yang sempat mendukung Ganjar akhirnya berubah dan beralih mendukung kubu Prabowo.

"Ada perasaan janggal, iba, tidak terima dari pendukung Jokowi yang selama ini memilih Ganjar. Sehingga dia bermigrasi ke Prabowo. Itu efek negatif bagi PDI-P," tandasnya.

Pihaknya menyebut, situasi politik yang terjadi saat ini merupakan efek politik belas kasihan.

Pasalnya, menurutnya, Jokowi dilihat sebagai representasi orang Jateng yang berhasil memimpin RI.

"Karena masyarakat Jateng itu kalau (Jokowi) dikuyo-kuyo (direndahkan) itu malah dapat simpati. Jadi kalau Jokowi diserang, di Jateng malah makin kuat, itu efek politik belas kasihan," bebernya.

Sementara itu, Pengamat Politik Undip lainnya, Wahid Abdulrahman menilai anjloknya nilai Ganjar-Mahfud dalam survei itu disebabkan mesin politik PDI-P di Jateng yang belum bekerja sepenuhnya untuk paslon tersebut.

"Kalau kita melihat basis pemilih di Indonesia itu terkonsentrasi di Jawa, apalagi Jateng sering disebut kandang banteng itu menunjukkan mesin politik PDI-P belum berjalan maksimal untuk Pak Ganjar," ungkap Wahid.

Menurut Wahid, mestinya paslon nomor urut 3 itu bisa mencapai 28 persen dengan latar belakang sejumlah partai politik yang mendukungnya.

Baca juga: Anjlok di Survei Litbang Kompas, TPD Ganjar-Mahfud Jateng: Ini Kandang Banteng, Kita Akan Menang Tebal

"Ternyata PDI-P belum solid, mesinnya belum begitu masimal untuk Pak Ganjar. Apalagi PPP, Hanura yang ada di bawah kubunya Ganjar-Mahfud harusnya di angka 28 persen," jelasnya.

Pihaknya menyebut sejauh kampanye berlangsung, dukungan parpol yang tergabung dalam koalisi belum maksimal.

"Ada ketidaklinearan antara dukungan partai dengan dukungan terhadap pilpres. Ada semacam keterbelahan antara dukungan partai dengan dukungan terhadap capres," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Ingin Libatkan Megawati dalam Penyusunan Kabinet, Gibran: Semuanya Kami Mintain Masukan

Prabowo Ingin Libatkan Megawati dalam Penyusunan Kabinet, Gibran: Semuanya Kami Mintain Masukan

Regional
Perjuangan Guru Erni Seberangi Lautan demi Mengajar, Perahu yang Dinaiki Pernah Terbalik

Perjuangan Guru Erni Seberangi Lautan demi Mengajar, Perahu yang Dinaiki Pernah Terbalik

Regional
Cekcok dengan Ibunya, Mahasiswa di Banjarmasin Ditemukan Tewas Gantung Diri

Cekcok dengan Ibunya, Mahasiswa di Banjarmasin Ditemukan Tewas Gantung Diri

Regional
Banjir Rendam Sekolah di Maja Lebak, Semua Murid Diliburkan

Banjir Rendam Sekolah di Maja Lebak, Semua Murid Diliburkan

Regional
Untidar Magelang Kini Jadi BLU, Rektor Klaim UKT Tak Naik

Untidar Magelang Kini Jadi BLU, Rektor Klaim UKT Tak Naik

Regional
Kisah Siswa SDN 104 Krui, Naik ke Bukit Cari Sinyal Belajar 'Online' buat Ujian

Kisah Siswa SDN 104 Krui, Naik ke Bukit Cari Sinyal Belajar "Online" buat Ujian

Regional
Kisruh Penerima KIP Kuliah di Undip Semarang, Ini Penjelasan Pihak Kampus

Kisruh Penerima KIP Kuliah di Undip Semarang, Ini Penjelasan Pihak Kampus

Regional
Korupsi BLT Covid-19, Mantan Kades di Tangerang Divonis 2,5 Tahun Penjara

Korupsi BLT Covid-19, Mantan Kades di Tangerang Divonis 2,5 Tahun Penjara

Regional
28 Calon TKI Ilegal yang Akan Berangkat ke Malaysia Diselamatkan di Pesisir Nunukan

28 Calon TKI Ilegal yang Akan Berangkat ke Malaysia Diselamatkan di Pesisir Nunukan

Regional
Santap Jamur Liar dari Pekarangan Rumah, Sekeluarga di Cilacap Keracunan

Santap Jamur Liar dari Pekarangan Rumah, Sekeluarga di Cilacap Keracunan

Regional
Jalan Rangkasbitung-Bogor Longsor, Kendaraan Roda Empat Dialihkan ke Jalur Alternatif

Jalan Rangkasbitung-Bogor Longsor, Kendaraan Roda Empat Dialihkan ke Jalur Alternatif

Regional
Calon Perseorangan Pilkada Sumbar 2024 Butuh 347.532 Dukungan

Calon Perseorangan Pilkada Sumbar 2024 Butuh 347.532 Dukungan

Regional
Ingin Diresmikan Jokowi, Pembangunan Bendungan Keureto Aceh Dikebut

Ingin Diresmikan Jokowi, Pembangunan Bendungan Keureto Aceh Dikebut

Regional
Rugikan Negara Rp 8,5 Miliar, Mantan Dirut PDAM Kabupaten Semarang Ditahan

Rugikan Negara Rp 8,5 Miliar, Mantan Dirut PDAM Kabupaten Semarang Ditahan

Regional
Kebakaran Kapal Wisata di Labuan Bajo Diduga akibat Korsleting di Ruang Mesin

Kebakaran Kapal Wisata di Labuan Bajo Diduga akibat Korsleting di Ruang Mesin

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com