KOMPAS.com - Sejumlah pengamat mendukung rencana Pemerintah Indonesia yang bakal mengembalikan para pengungsi Rohingya di Aceh ke negara asal.
Sebab, menurut peneliti ASEAN dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Adriana Elizabeth, persoalan pengungsi Rohingya sudah mengganggu situasi domestik di dalam negeri. Apalagi dalam waktu dekat Indonesia akan menggelar pemilu -yang dikhawatirkan akan menambah beban dan memecah konsentrasi aparat keamanan.
Menko Polhukam, Mahfud MD, sebelumnya berkata Indonesia menerima pengungsi berdasarkan rasa kemanusiaan. Tetapi cara itu, kata Adriana, membuat kewalahan pemda sehingga harus dicarikan solusi.
Merespons masalah ini, juru bicara UNHCR Indonesia, Mitra Salima Suryono, masih berharap ada semangat solidaritas dan kemanusiaan dari Pemerintah Indonesia untuk menangani pengungsi Rohingya.
Baca juga: Sindikat Penyelundup Pengungsi Rohingya ke Aceh Sudah Kantongi Rp 3 Miliar
Kedatangan enam kapal pengungsi Rohingya ke Aceh dalam waktu yang berdekatan menuai penolakan dari warga.
Masyarakat setempat menuding para pengungsi Rohingya kerap membuat masalah ketika sampai di daratan, seperti kabur dari penampungan dan mengeluh ketika diberi makanan.
Maimum Fikri, warga Kabupaten Bireun yang sekarang menetap di Banda Aceh, juga bercerita penolakan terhadap pengungsi Rohingya bermula dari sikap para pengungsi yang tak lagi menghargai pemberian warga.
"Dulu di Bireun masyarakat sampai menjamu Rohingya dengan membuat kenduri [jamuan], memberikan pakaian layak pakai, dan bersimpati. Tapi mereka kabur ke Malaysia ketika sudah sehat," ucap pria berusia 53 tahun ini kepada wartawan Hidayatullah yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Baca juga: 16 Pengungsi Rohingya Kabur dari Tempat Penampungan di Lhokseumawe
Maimum terang-terangan menolak keras keberadaan pengungsi Rohingya di Aceh, apalagi kalau sampai pemda setempat memberikan lahan khusus kepada mereka.
"Ini sudah terorganisir, seperti ada agen yang sengaja membawa mereka datang. Sekarang tugas pemerintah untuk memutus mata rantai ini."
Vira Ramadhani juga senada.
Dia menolak pengungsi Rohingya dalam waktu lama di Aceh. Tapi kalau untuk sementara waktu, dia memandang para pengungsi bisa tinggal dengan alasan kemanusiaan.
"Kalau menetap tidak setuju. Tapi kalau dikasih waktu beberapa hari tidak apa-apa, kasihan lihat mereka," ucap Vira.
Perempuan 27 tahun ini mengatakan masyarakat Aceh mengancam akan menggelar demonstrasi besar-besaran kalau pemda membiarkan mereka menetap.
"Paling lama seminggu [boleh tinggal]. Kalau Pemerintah membiarkan Rohingya menetap di Aceh, kami akan melakukan aksi demo. Jadi kami kasih waktu ke orang Rohingya kalau sudah melewati waktu diusir saja."
Baca juga: Warga Bangladesh Penyelundup Pengungsi Rohingya ke Aceh Ditangkap
Sikap sejumlah penolakan terhadap pengungsi Rohingya telah mengemuka sejak kapal-kapal yang membawa para pengungsi hendak merapat ke beberapa pantai di Aceh, pada November lalu.
Dalam rekaman video yang diterima BBC News Indonesia pada pertengahan November lalu, beberapa warga Aceh memaksa sejumlah pengungsi Rohingya kembali ke kapal kayu yang berjarak sekitar 30 meter dari bibir pantai di Desa Ule Madon, Kabupaten Aceh Utara.
“Nggak boleh [masuk], naik ke atas boat kapal,“ kata beberapa pria Aceh.
Kemudian, pada 4 Desember lalu, sejumlah warga di Sabang, Aceh, membongkar paksa tenda penampungan pengungsi Rohingya di Desa Balohan.