BORONG, KOMPAS.com- Tangan keriput Regina Ronghong (66) terampil memecahkan kemiri di ruang tamu berlantai tanah di rumahnya, Kampung Mesi, Dusun Mesi, Desa Ranakolong, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu (18/11/2023).
Kemiri-kemiri tersebut nantinya akan dijual demi menghidupi putra Regina, Albertus Leon (30) yang mengalami disabilitas sejak dilahirkan.
"Kalau kami kehabisan beras, saya biasa masak ubi kayu dan keladi untuk makan pagi, siang, dan malam untuk makan Albertus Leon," katanya pada Kompas.com saat ditemui di rumahnya, Sabtu (18/11/2023).
Baca juga: Kronologi Mahasiswi Gadungan Ajak Orangtua Hadiri Wisuda di Manggarai NTT, Ternyata Tak Terdaftar
UPDATE : Kompas.com mengajak pembaca untuk membantu kisah ini. Uluran tangan Anda dapat disalurkan dengan cara klik di sini
Regina harus berjuang seorang diri merawat anaknya. Sebab sang suami telah meninggal dunia.
"Sejak September 2022 lalu, suami saya, ayah dari Leon sudah meninggal dunia. Dulu sewaktu suami masih hidup, suami saya yang bekerja di kebun. Kini, suami saya telah tiada," kenang Regina.
Untuk bertahan hidup, Regina memunguti kemiri kemudian menjualnya ke pasar.
"Tapi kini kemirinya tidak berbuah banyak," ungkapnya.
Baca juga: Kronologi Pebalap Road Race di NTT Tabrak Penonton hingga 5 Orang Luka Berat
Anaknya Albertus Leon lahir pada tahun 1993. Sejak lahir, Leon, sapaannya hanya bisa terbaring. Tubuhnya seperti mengalami kelumpuhan.
Ia bercerita bahwa sejak bayi, putra bungsunya tersebut tidak pernah berobat secara medis.
Lantaran tak memiliki biaya, Leon hanya mendapatkan pengobatan tradisional.
"Anak saya dari bayi hingga usia 30 tahun tidak bisa duduk, dan hanya berbaring di tempat tidur. Putra bungsunya ini tinggal satu-satunya anak laki-laki di keluarga. Tiga kakak laki-laki sudah meninggal dunia, sedangkan lima anak perempuan sudah berkeluarga. Jadi sehari-hari, kami hanya dua orang di rumah," ceritanya.
Regina Roghong harus memangku sang anak, menyuapinya, membantu Leon saat buang air besar dan kecil.
"Apakah anak saya ini bisa sembuh atau tidak, saya juga kurang tahu. Sebagai ibu yang melahirkannya, saya merawatnya dengan penuh kasih sayang walau hidup anak saya sangat sengsara," jelas dia.
Baca juga: Mari Bantu Marselino, Bayi di NTT yang Lahir Tanpa Lubang Anus
Regina Roghong tak berharap bantuan dari pemerintah untuk meringankan bebannya.
Kadang kala, hasil kebun tak bisa mencukupi kebutuhan mereka.
"Saya hanya pasrah dengan keadaan ini dan berharap bantuan rutin dari pemerintah untuk kebutuhan makanan sehari-hari. Selain itu, usia saya yang sudah 66 tahun tidak mampu lagi bekerja yang berat," kata dia.
Baca juga: Mari Bantu Ngalimun, Pemetik Kelapa yang Jatuh Patah Tulang dan Tunggak Biaya RS Puluhan Juta Rupiah
UPDATE : Kompas.com mengajak pembaca untuk membantu kisah ini. Uluran tangan Anda dapat disalurkan dengan cara klik di sini
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.