Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kegigihan Orangtua Rawat Anak Disabilitas: Apakah Anak Saya Masih Punya Mimpi?

Kompas.com - 02/11/2023, 08:44 WIB
Susi Gustiana,
Farid Assifa

Tim Redaksi

SUMBAWA, KOMPAS.com - MH (13) sedang bermain di teras rumah. Ia mengutak-atik bola dengan kaki yang lincah. Bola itu kekurangan angin, tetapi ia berusaha menendangnya.

Sekilas ia tampak asyik bermain seperti anak-anak pada umumnya. Keseharian MH bermain di rumah. Ia seolah memiliki dunia sendiri, sulit berteman dan beradaptasi dengan lingkungan.

Ia adalah anak penyandang disabilitas ganda rungu, wicara dan intelektual. MH sama sekali belum pernah merasakan bangku pendidikan dasar.

Ia hanya mendapatkan pendidikan nonformal dari kedua orangtuanya saja dengan segala keterbatasan.

MH adalah anak kedua dari pasangan Sahami dan Saparuddin di Desa Lekong, Kecamatan Alas Barat Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Baca juga: Akhirnya, Keluarga Miskin Penyandang Disabilitas Intelektual di Blitar Terima Bantuan Pemerintah

Ketiga anak Sahami lahir dalam kondisi disabilitas fisik dan intelektual.

Kondisi MH membatasi komunikasi dengan keluarganya. Apalagi ia belum pernah mempelajari bahasa isyarat untuk berkomunikasi.

Hal Itu membuat Sahami cukup kesulitan berkomunikasi dengan sang anak. Ketika ditanya tentang impian anaknya, ia tampak bingung.

"Saya tidak tahu MH punya impian apa. Apakah masih ada mimpi yang diinginkan anak saya dengan kondisi terbatas itu? Jangankan bertanya impian, kadang kalau saya nyuruh ambilkan sesuatu, yang dia bawa malah yang lain," cerita Sahami, Senin (30/10/2023).

Menurut Sahami, berbagai upaya dicoba untuk mengenalkan huruf dan angka namun sama sekali sulit untuk dipahami anak keduanya itu.

"Kami pikirkan yang terbaik untuk MH. Karena takut dia tidak bisa belajar dengan baik dan mengikuti proses di sekolah seperti temannya," ucap Sahami.

Ia memikirkan bagaimana mengajarkan MH agar bisa bertahan hidup di masa depan meski dengan kondisi terbatas.

Latar belakang pendidikan Sahami dan Saparuddin hanya lulusan SD. Hal itu menambah kesulitan ketika mengajarkan anak-anaknya yang berkebutuhan khusus.

Sementara anak pertama Sahami, SU (14) dengan kondisi disabilitas wicara dan intelektual terpaksa putus sekolah.

"Saya takut anak saya SU tidak bisa ikuti pembelajaran seperti temannya," cerita Sahami.

Ketakutan terbesar Sahami apabila sang anak mendapatkan perundungan maupun kekerasan ketika tidak mampu bergaul dengan teman sebaya di sekolah.

Ketakutan itu karena cara berpikir Sahami yang belum berkembang. Pola pikir itu juga diperparah dengan rendahnya tingkat pendidikan dan keterbatasan ekonomi.

Keluarga SU masuk kategori miskin ekstrem di Desa Lekong, Kecamatan Alas Barat, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Gara-gara itu, orangtuanya tidak bisa melanjutkan pendidikan sang anak.

"Tidak ada biaya untuk ke jenjang SMP. Bantuan PKH sudah dicabut, tak ada cair lagi," kata Sahami.

Menurutnya, lokasi SMP cukup jauh dari Desa. Sementara SD bisa diakses dengan jalan kaki.

Anak pertama dari pasangan Sahami dan Saparuddin ini kini hanya beraktivitas di rumah. Ia pernah bersekolah sampai bangku SD.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU Karawang Polisikan Pembuat SK Palsu Caleg Terpilih

KPU Karawang Polisikan Pembuat SK Palsu Caleg Terpilih

Regional
Diduga Lecehkan Santri, Ponpes di Sekotong Lombok Dirusak Warga

Diduga Lecehkan Santri, Ponpes di Sekotong Lombok Dirusak Warga

Regional
Didorong Maju Pilkada, Rumah Petani di Brebes Digeruduk Ribuan Warga

Didorong Maju Pilkada, Rumah Petani di Brebes Digeruduk Ribuan Warga

Regional
Kaget Ada Motor yang Melintas, Truk di Semarang Tabrak Jembatan Penyeberangan Orang

Kaget Ada Motor yang Melintas, Truk di Semarang Tabrak Jembatan Penyeberangan Orang

Regional
Tawuran Pelajar SMK di Jalan Raya Bogor, Satu Tewas akibat Luka Tusukan

Tawuran Pelajar SMK di Jalan Raya Bogor, Satu Tewas akibat Luka Tusukan

Regional
Kunjungi Banyuwangi, Menhub Siap Dukung Pembangunan Sky Bridge

Kunjungi Banyuwangi, Menhub Siap Dukung Pembangunan Sky Bridge

Regional
Berlayar Ilegal ke Australia, 6 Warga China Ditangkap di NTT

Berlayar Ilegal ke Australia, 6 Warga China Ditangkap di NTT

Regional
Video Viral Diduga Preman Acak-acak Salon di Serang Banten, Pelaku Marah Tak Diberi Uang

Video Viral Diduga Preman Acak-acak Salon di Serang Banten, Pelaku Marah Tak Diberi Uang

Regional
Tawuran 2 Kampung di Magelang, Pelaku Kabur, Polisi Amankan 5 Motor

Tawuran 2 Kampung di Magelang, Pelaku Kabur, Polisi Amankan 5 Motor

Regional
Dua Dekade Diterjang Banjir Rob, Demak Rugi Rp 30 Triliun

Dua Dekade Diterjang Banjir Rob, Demak Rugi Rp 30 Triliun

Regional
Rektor Universitas Riau Cabut Laporan Polisi Mahasiwa yang Kritik UKT

Rektor Universitas Riau Cabut Laporan Polisi Mahasiwa yang Kritik UKT

Regional
Pembuang Bayi di Semarang Tinggalkan Surat di Ember Laundry, Diduga Kenali Saksi

Pembuang Bayi di Semarang Tinggalkan Surat di Ember Laundry, Diduga Kenali Saksi

Regional
Pencuri Kain Tenun Adat di NTT Ditembak Polisi Usai 3 Bulan Buron

Pencuri Kain Tenun Adat di NTT Ditembak Polisi Usai 3 Bulan Buron

Regional
Duel Maut 2 Residivis di Temanggung, Korban Tewas Kena Tusuk

Duel Maut 2 Residivis di Temanggung, Korban Tewas Kena Tusuk

Regional
Tungku Peleburan di Pabrik Logam Lampung Meledak, 3 Pekerja Alami Luka Bakar Serius

Tungku Peleburan di Pabrik Logam Lampung Meledak, 3 Pekerja Alami Luka Bakar Serius

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com