PONTIANAK, KOMPAS.com – Kampung Wisata Tenun Khatulistiwa di Kecamatan Pontianak Utara, Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar) menjadi salah satu ikon daerah penghasil kerajinan kain tenun mendunia.
Telah berdiri sejak 1999, siapa sangka, terwujudnya kampung tenun ini, dipelopori Kurniati (45), seorang eks pengungsi konflik etnis di Kabupaten Sambas.
“Waktu kerusuhan itu, kami mengungsi ke Pontianak. Bingung mau kerja apa dan di mana,” kata Kurniati saat ditemui di rumahnya, Kamis (10/8/2023).
Baca juga: 6 Pesona Desa Tenganan Bali, Ada Perang Pandan dan Tenun Gringsing
Saat itu, yang dimiliki Kurniati hanyalah keterampilannya menenun kain yang dipelajari sejak sekolah dasar. Dengan hanya modal nekat dan uang seadanya, Kurniati memberanikan diri membeli peralatan tenun dan memulai usahanya.
“Saya memang berniat mandiri, usaha sendiri, tidak bergantung dengan orang lain. Sehingga dengan minjam modal sama abang, saya beli alat tenun buka sendiri sampai sekarang,” ujar Kurniati.
Setelah Kurniati memulai usaha tenun, perlahan warga-warga sekitar turut tertarik belajar menenun kain. Menurut Kurniati, saat ini ada 25 penenun yang aktif dengan rata-rata produksi masing-masing 3 lembar kain per bulan.
“Pengrajin yang aktif di sini ada 25 orang. Ada yang karyawan saya, ada juga sudah nenun sendiri. Tapi mereka tetap jual atau nitip jualnya ke saya, dan saya yang pasarkan ke luar,” ujar Kurniati.
Kurniati menyebut, harga kain tenun yang sudah Jadi dijual dengan kisaran Rp 1 juta sampai Rp 7 juta, tergantung motif dan bahan baku benang.
“Untuk bahan baku pewarna alami lebih mahal, karena ada proses pembuatan dan pewarnaan benangnya lebih dulu,” ungkap Kurniati.
Baca juga: Festival Kopi Manggarai di Ruteng 4-6 Agustus, Bisa Ngopi hingga Belanja Tenun
Kurniati mengungkapkan, kain-kain tenun yang telah dia produksi telah diminati mancanegara. Melalui program pembinaan corporate social responsibility (CSR) Pertamina Patra Niaga, kain tenun Kurniati telah dijual ke Amerika, Belanda, Jepang, Qatar, Turki, Malaysia dan Brunai.
“Lebih banyak penjualannya melalui pameran-pameran di luar negeri, tapi ada juga turis yang datang ke sini, melihat proses tenun dan membeli kainnya,” jelas Kurniati.
Menurut Kurniati, turis asing tersebut senang dengan proses pembuatan kain yang manual atau melalui proses tenun.
“Turis lebih suka yang manual seperti ini, susah dicari, pengrajinnya juga sudah jarang,” ucap Kurniati.
Kampung Wisata Tenun Khatulistiwa mulai diresmikan pada tahun 2018. Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono memastikan pihaknya terus melakukan pembinaan kepada warga tersebut dengan menggandeng Pertamina, perbankan dan komunitas pencinta wisata demi menjadikan kampung tersebut sebagai kawasan wisata unggul bukan hanya di Pontianak namun di Kalbar.
“Kita bina penenun, berkolaborasi dengan perusahaan-perusahaan dan komunitas demi terciptanya kampung wisata yang unggul. Perbankan juga kita ajak dari sisi permodalan. Antusiasme masyarakat kita lihat sendiri sangat tinggi. Ini modal dasar bagaimana nantinya kawasan ini akan bernilai ekonomi,” kata Edi dalam keteranagn tertulisnya.
Baca juga: Lakon Indonesia Eksplorasi 100 Modern Look dari Tenun Lurik