BANGKA BARAT, KOMPAS.com - Musim kering mulai dirasakan dampaknya oleh masyarakat di Kepulauan Bangka Belitung.
Salah satunya dialami masyarakat daerah tambang timah di Desa Bakit, Parittiga, Bangka Barat. Di daerah ini penambangan dilakukan di darat dan laut.
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, warga terpaksa membelinya karena sumur-sumur mengering.
Baca juga: Bima Siaga Kekeringan, BPBD Mulai Distribusi Air Bersih
"Air sumur tidak ada lagi," kata Herman, pemilik warung makan di Dusun Bakit Pecinan, Desa Bakit, Rabu (9/8/2023).
Harga satu drum air berisi 200 liter sebesar Rp 25.000. Setiap hari ia membutuhkan satu drum air bersih. Air kategori dua tersebut terpaksa digunakan untuk mandi dan mencuci pakaian sejak sepekan terakhir.
Baca juga: Kini Warga NTT Tak Lagi Turun Gunung untuk Cari Air Bersih
Kondisi yang sama juga dirasakan warga Desa Sekar Biru, Parittiga bernama Syaria. Sumur di rumah wanita dua anak itu mengering sehingga harus mengandalkan air kolong bekas tambang.
Kolong air yang berlokasi satu kilometer dari rumah didatangi anaknya. Syaria sendiri sudah tidak berani lagi ke kolong karena pernah diserang buaya.
"Pernah langganan air PAM, tapi karena menunggak langsung diputus," ujar Syaria, janda yang bekerja honorer di salah satu sekolah.
Ia juga membeli air yang dijajakan menggunakan drum, namun tidak bisa rutin karena kekurangan uang.
Kepala Desa Sekar Biru, Munarfarzah mengakui daerahnya sedang musim kering.
Hal itu membuat warga banyak yang memamfaatkan air di kolong bekas penambangan.
"Kami selalu imbau dan beri spanduk peringatan untuk berhati-hati di kolong karena pernah ada serangan buaya," ujar Munarfarzah.
Ia berupaya mendorong jaringan pipa air minum daerah agar bisa menjangkau seluruh masyarakat.
Sementara penjual air keliling bernama Agus di desa setempat mendapatkan berkah tersendiri. Dalam sehari Agus bisa menjual 10 sampai 20 drum air.
Ia berkeliling menggunakan mobil pikap yang sudah dilengkapi mesin diesel sebagai pemompa air.
Agus menjual air kategori dua yang tidak dianjurkan untuk konsumsi.
"Kami ambil di kolong. Bukan untuk diminum, tapi buat warga mencuci," ujar Agus.
Menjajakan air, kata Agus, hanya dilakoni saat musim kering saja. Biasanya ia membawa hasil kebun atau mengangkut material bangunan.
"Usaha musiman saja pak, kebetulan lagi kemarau," beber dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.