NUNUKAN, KOMPAS.com – Kejaksaaan Negeri Nunukan, Kalimantan Utara, menemukan indikasi kerugian Negara sekitar Rp 11 miliar dalam proyek irigasi Lembudud, di Desa Lembudud, dataran tinggi Krayan, yang dikerjakan pada 2020 lalu.
Proyek irigasi Lembudud, dianggarkan Rp 19.903.848.000 oleh Kementrian PUPR, dan dikerjakan oleh Satker Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan V di Kota Tarakan.
"Proyek irigasi Lembudud, merupakan proyek yang diatensi Presiden Jokowi. Presiden ingin warga Krayan bisa terus melestarikan pertanian organik padi Adan khas Krayan," ujar Kepala Seksi Intel Kejari Nunukan, Bonar Satrio Wicaksono, pada Kamis (13/7/2023).
Bonar melanjutkan, Presiden Jokowi mengabulkan permintaan masyarakat Krayan yang ingin memiliki bendungan irigasi, untuk memudahkan pengairan sawah, yang selama ini hanya mengandalkan hujan.
Baca juga: Dapat Kenalan dari Aplikasi Kencan, Remaja 14 Tahun di Nunukan Dicabuli Saat Bertemu
Proyek irigasi, sebenarnya sudah dikerjakan sejak 2018, dengan sistem bertahap.
Mulai pembendungan sungai, sistem pipanisasi, sampai penguatan bendungan dengan konstruksi beton.
"Jaksa sudah melakukan penyelidikan sejak 14 Februari 2023. Sementara kita fokus untuk yang proyek 2020 karena fisiknya ambrol diterjang banjir. Masyarakat tidak pernah menerima manfaat proyeknya, dan potensi kerugian negaranya lumayan besar, sekitar Rp 11 miliar dari total APBN 2020 untuk proyek irigasi Lembudud sebesar Rp 19 miliar," kata Bonar.
Sejauh ini, penyidik Kejari Nunukan telah memeriksa 16 orang saksi dan 2 orang ahli konstruksi sumber daya air, serta memeriksa dokumen-dokumen terkait.
"Jaksa menemukan dugaan pidana adanya perbuatan melawan hukum dan atau penyalahgunaan wewenang yang berpotensi dapat merugikan keuangan negara sekitar Rp 11 miliar," ujar dia.
Seharusnya, lanjut Bonar, yang namanya proyek irigasi, tentu ada bangunan bendungan atau minimal semacam tanggul untuk menampung debit air.
Tapi faktanya, di titik lokasi pengerjaan, hanya terlihat batu-batu sungai berserakan tanpa ada bekas bangunan beton.