BANDA ACEH, KOMPAS.com-Aroma harum aneka masakan menyeruak sesekali, ketika kaki melangkah di lorong selasar pasar tradisional Peunayong, Banda Aceh.
Beberapa lampion terlihat bergelantungan di bagian atas pasar yang didominasi warna merah.
Masuk semakin ke dalam suasana pagi yang riuh rendah terekam di sana.
Aktivitas mereka cuma saat jual beli kebutuhan sarapan pagi, seperti nasi plus lauk dan sayurnya, kopi dan teh serta aneka kue.
Baca juga: Mahasiswa Asal Aceh Buka Puasa di Rumania, Coba Masakan Tradisional Mirip Bakso
Cuma di lorong ini saja ada aktivitas sarapan pagi, selebihnya suasana pasar sepi, pasalnya ini adalah Ramadhan.
Kendati riuh rendah, tak semua pintu kedai terbuka lebar, hanya beberapa saja dengan pintu yang terbuka setengahnya.
Kawasan Peunayong Banda Aceh memang dikenal sebagai kawasan pecinan terbesar di Banda Aceh, bahkan di Provinsi Aceh.
Toleransi antarwarga begitu kental di sini.
Hal ini terbukti dengan tetap beroperasinya kedai yang dikelola oleh warga keturunan Tionghoa yang notabenenya non-muslim, untuk menyediakan sarapan pagi bagi warga non-muslim selama Ramadhan.
Baca juga: Aceh, Sumut, dan Jabar KLB Polio, 15 Juta Dosis Vaksin Didistribusikan
Namun, kedai-kedai ini diizinkan dibuka dengan batasan waktu tertentu dan pengawasan yang ketat.
"Kedai boleh dibuka hanya dari pukul 5.00 pagi hingga pukul 9.00 wib, setelah itu mereka harus tutup dan baru bisa buka lagi pada malam hari setelah acara usai salat tarawih, jika ada yang melanggar maka akan dikenakan sanksi," jelas Kho Kie Siong, Ketua Yayasan Hakka Aceh, perhimpunan masyarakat Tionghoa di Aceh, Selasa (4/4/2023).