PATI, KOMPAS.com - Mbah Sani, nenek berusia 64 tahun, terancam kehilangan rumah dan pekarangannya di Desa Ngemplak Lor, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, lantaran kalah digugat tetangganya.
Saat ini pengadilan sudah bersiap melaksanakan pengosongan lahan seluas 1.000 meter persegi milik warga miskin penerima bantuan pemerintah itu.
Untuk diketahui, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Pati No. 42/Pdt.G/2017/PN.Pati, gugatan tetangga Mbah Sani (Srigati, Hariyati, Haryanto, dan Haryatun) dikabulkan.
Dalam putusan pengadilan itu, tanah beserta rumah Mbah Sani masuk menjadi bagian dari Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 320 atas nama Kahar yang merupakan orangtua para penggugat.
Kini Mbah Sani melalui kuasa hukumnya Sukarman berupaya melakukan perlawanan terhadap rencana eksekusi. Mbah Sani mengaku sudah mengantongi keabsahan akta jual beli. Bahkan, sebagai pemilik resmi, ia sudah melakukan kewajiban membayar pajak tanah setiap tahunnya.
Sukarman menyampaikan, awal pekan ini tim hukumnya sudah mengirimkan surat permohonan penundaan eksekusi ke PN Pati. Penundaan eksekusi, kata Karman, merupakan bentuk menghormati proses hukum dan penerapan asas equality before the law atau persamaan di depan hukum, serta proses peradilan yang murah cepat dan sederhana.
Dia mengatakan, proses di Pengadilan Negeri Pati terhadap putusan a quo diduga ada ketimpangan hukum lantaran saat itu Mbah Sani tidak didampingi pengacara. Padahal, tersedia posko bantuan hukum untuk memberikan pendampingan secara cuma-cuma sesuai UU No.16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
Sementara itu, sambung Karman, pada pekan depan memori Peninjauan Kembali (PK) juga akan didaftarkan ke Mahkamah Agung (MA) melalui PN Pati.
"Kemarin kita resmi kirim surat ke PN Pati untuk melakukan penundaan eksekusi. Putusan sudah inkrah, namun proses peradilan tak seimbang. Klien kami miskin dan buta hukum tak memperoleh kesempatan yang sama untuk pembuktian karena tak didampingi advokat. Tak ajukan bukti tertulis, saksi ataupun ahli sehingga ini mempengarui putusan pengadilan," kata Karman saat dihubungi Kompas.com melalui ponsel, Kamis (12/1/2023).
Dijelaskan Karman, selain mengajukan penundaan eksekusi, tim hukumnya juga akan melaporkan Majelis Hakim yang menyidangkan perkara kliennya ke Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY).
Karman menilai ada praktik dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim ketika menyidangkan perkara Mbah Sani. Hal ini merujuk pada keputusan bersama Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan 02/SKB/ P.KY/IV/2009 antara Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.
Baca juga: Pemprov DIY kepada Pedagang Jalan Perwakilan yang Ditipu Oknum Penyewa Lahan: Perkarakke Wae
"Hakim tidak profesional, tidak bersikap adil dan lalai mengabaikan fakta. Biarkan Bawas MA dan Komisi Yudisial yang melakukan pemeriksaan nantinya. Kita juga meminta perkara ini dilakukan eksaminasi sehingga ditemukan apakah putusan mbah Sani sesuai koridor hukum atau tidak. Bahkan apakah ada pelanggaran kode etik dan perilaku hakim," terang Karman.
Terkait permasalahan itu, Mbah Sani pun nekat berjalan kaki sejauh 30 kilometer dari rumahnya di Desa Ngemplak Lor, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, untuk meminta pertolongan ke DPRD Pati, Jumat (6/1/2023) sore.
Mbah Sani yang berkerudung ini datang ke Gedung DPRD Pati didampingi salah seorang kerabatnya serta kuasa hukumnya Sukarman. Mereka diterima Wakil Ketua DPRD Pati Hardi dan Wakil Ketua Komisi C DPRD Pati Irianto Budi Utomo. Turut hadir pula Wakil Ketua DPD Gerindra Jawa Tengah Ari Wachid.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.