KOMPAS.com - Pemberontakan PRRI Permesta adalah sebuah peristiwa sejarah berupa gerakan revolusi dari golongan oposisi terhadap pemerintah Indonesia pasca kemerdekaan.
Kondisi pemerintahan yang belum stabil dan belum meratanya kesejahteraan serta pembangunan membuat situasi sangat sulit.
Baca juga: Ahmad Husein, Pendiri PRRI
Pemberontakan-pemberontakan ini sebetulnya merupakan perang saudara karena sesama warga negara yang seharusnya bahu-membahu membangun Indonesia justru saling berseteru.
Baca juga: Alasan Gerakan Permesta Sulit Ditumpas Dibanding Pemberontakan Lainnya
Salah satu pemicunya adalah kebijakan pemerintah pusat yang dianggap mengistimewakan Pulau Jawa dibanding dengan pulau-pulau lain.
Baca juga: Keterlibatan Amerika Serikat dalam PRRI
Kebijakan itulah yang memunculkan sentimen dan memicu upaya revolusi di daerah seperti pemberontakan PRRI dan Permesta.
Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) adalah sebuah pemerintahan baru berupa gerakan pertentangan di Sumatera pada 1950.
PRRI diprakarsai oleh beberapa tokoh seperti: Letnan Kolonel Ahmad Husein, Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Mr. Assaat Dt. Mudo, Maluddin Simbolon, Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo, Moh. Sjafei, J.F. Warouw, Saladin Sarumpaet, Muchtar Lintang, Saleh Lahade, Ayah Gani Usman, dan Dahlan Djambek.
Setelah pembentukan Dewan Banteng pada tanggal 20 Desember 1956, Letkol Ahmad Husein kemudian merebut kekuasaan Pemerintah Daerah dari Gubernur Ruslan Muljohardjo.
Dengan dalih gubernur yang ditunjuk pemerintah tidak berhasil menjalankan pembangunan daerah, Letkol Ahmad Husein kemudian mencetuskan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada 15 Februari 1958.
PRRI kemudianmengajukan tiga tuntutan kepada pemerintah pusat, yaitu:
Tuntutan lain yang juga diajukan oleh PRRI juga terkait dengan masalah otonomi daerah karena pemerintah pusat dianggap tidak adil kepada para warga sipil dan militer soal pemerataan dana pembangunan.
Pemerintah menganggap pemberontakan PRRI harus segera dituntaskan dnegan melakukan operasi gabungan yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara Angkatan Perang RI (APRI).
Tentara APRI melayangkan berbagai macam tindak kekerasan, bahkan ribuan orang juga ditangkap dengan cara paksa karena dicurigai sebagai simpatisan PRRI.
Selama kondisi tersebut diketahui korban jiwa yang jatuh sebanyak 22.174 jiwa, 4.360 orang mengalami luka-luka, dan 8.072 orang menjadi tawanan.
Melalui Jenderal Abdul Haris Nasution, tentara PRRI berusaha dibujuk untuk menyerah dan kembali setia kepada NKRI.