Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

112 Orang Tewas Ditabrak Angkutan Batubara, Pemprov Jambi Diminta Serius Tangani

Kompas.com - 08/07/2022, 20:22 WIB
Suwandi,
Reni Susanti

Tim Redaksi

JAMBI, KOMPAS.com - Ribuan angkutan batubara membanjiri jalanan sepanjang 200 kilometer dari Sarolangun ke Muarojambi setiap hari. Operasi angkutan batubara ini menyebabkan 176 kecelakaan hingga membuat 112 orang meninggal dunia.

"Kecelakaan terjadi lantaran jumlah kendaraan melebihi kapasitas ruas jalan. Kemudian adanya konvoi angkutan batubara dan kemacetan," kata Inisiator Aliansi Advokasi Tambang (Antam) Feri Irawan saat jumpa pers di Kenara caffe, Rabu (6/7/2022).

Feri menjelaskan, selama 10 tahun semenjak Perda Angkutan Batubara diterbitkan, pemerintah belum berhasil mendorong terwujudnya jalur khusus batubara.

"Korban jiwa meningkat, tapi kompensasi tidak memadai," tegas Feri.

Baca juga: Antisipasi Arus Mudik, Truk Angkut Sawit dan Batubara di Bengkulu Dilarang Melintasi Jembatan

Dalam evaluasi setahun, angka kematian akibat angkutan batubara meningkat 37 persen atau sekitar 44 orang periode Januari-Juli 2022.

Ini memperlihatkan belum ada keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat.

"Angkutan batubara menjadi penyebab kecelakaan hampir setiap hari. Bahkan sudah 112 orang meninggal, karena ditabrak truk batubara," kata Feri.

Untuk itu, pihaknya mendorong pemerintah menghentikan angkutan batubara di jalanan umum, agar tidak jatuh korban.

Selain menyebabkan kecelakaan, angkutan batubaru membuat jalanan macet setiap hari. 

Solusi lain, pemerintah secepatnya mendorong perusahaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) membangun jalan khusus batubara sesuai amanat Perda Nomor 13 Tahun 2012 terkait Angkutan Batubara.

Baca juga: Pabrik Semen SBI Manfaatkan Sampah Olahan sebagai Bahan Bakar Alternatif Pengganti Batu Bara

Antam yang terdiri dari gabungan lembaga lingkungan dan kepemudaan menilai, pemerintah maupun perusahaan belum hadir dalam kecelakaan akibat angkutan batubara.

"Yang bentrok di lapangan ya masyarakat dan sopir angkutan batubara. Dua-duanya jadi korban," tutur Feri.

Santunan tidak memadai

Tidak adanya kompensasi dari perusahaan dan pemerintah terhadap keluarga korban kecelakaan, berdampak pada santunan kepada keluarga korban tidak memadai.

"Kasus yang kami temukan, keluarga korban yang meninggal hanya diberi uang Rp 1,5 juta," kata Direktur Perkumpulan Hijau ini.

Dampak angkutan batubara juga memicu konflik sosial, masyarakat kerap berhadap-hadapan langsung dengan sopir batubara.

Contoh terbaru, kasus pengeroyokan terhadap seorang sopir truk batubara, yang berujung pada pembakaran truk batubara terjadi di kawasan Olak Kemang, Danau Teluk, Kota Jambi, Selasa (5/10/2021) pukul 01.00 WIB.

Baca juga: Kecelakaan Melibatkan Truk Batu Bara di Jambi Tewaskan Dua Pemotor dalam Semalam

Kemudian ribuan warga Kelurahan Sridadi, Kecamatan Muarabulian menggelar demo dengan memasang tenda di tengah jalan. Aksi mereka juga disertai pengusiran terhadap angkutan batubara.

Untuk menekan peningkatan korban angkutan batubara, pemerintah mengatur jam operasional angkutan batubara yakni masyarakat beraktivitas siang hari, sementara angkutan batubara malam hari.

Pembatasan aktivitas warga ini, dinilai Antam melanggar hak asasi. Karena adanya pembiaran terhadap korban-korban angkutan batubara oleh pemerintah, pihaknya akan melaporkan pemerintah ke Komnas HAM.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

4 Selat Strategis Pelayaran Dunia yang Ada di Kawasan Indonesia

4 Selat Strategis Pelayaran Dunia yang Ada di Kawasan Indonesia

Regional
Bocah SD di Brebes Diduga Jadi Korban Pencabulan Tetangga, Modus Pelaku Pinjamkan Ponsel

Bocah SD di Brebes Diduga Jadi Korban Pencabulan Tetangga, Modus Pelaku Pinjamkan Ponsel

Regional
Pengangguran Terbanyak di Banten Lulusan SMK, BPS: Lulusan SD Paling Banyak Bekerja

Pengangguran Terbanyak di Banten Lulusan SMK, BPS: Lulusan SD Paling Banyak Bekerja

Regional
Kasus Ayah Perkosa Anak Terungkap saat Korban Ketakutan di Pojok Ruangan

Kasus Ayah Perkosa Anak Terungkap saat Korban Ketakutan di Pojok Ruangan

Regional
Ratusan Ribu Suara Pemilu di Babel Tidak Sah, KPU Siapkan Pengacara

Ratusan Ribu Suara Pemilu di Babel Tidak Sah, KPU Siapkan Pengacara

Regional
2.540 Ekor Burung Liar Diselundupkan ke Jawa, Diduga Hasil Perburuan Hutan Lampung

2.540 Ekor Burung Liar Diselundupkan ke Jawa, Diduga Hasil Perburuan Hutan Lampung

Regional
HUT Ke-477 Kota Semarang, Pemkot Semarang Beri Kemudahan Izin Nakes lewat Program L1ON

HUT Ke-477 Kota Semarang, Pemkot Semarang Beri Kemudahan Izin Nakes lewat Program L1ON

Kilas Daerah
Polda NTT Bentuk Tim Gabungan Ungkap Kasus Penemuan Mayat Terbakar di Kota Kupang

Polda NTT Bentuk Tim Gabungan Ungkap Kasus Penemuan Mayat Terbakar di Kota Kupang

Regional
Ketua Nasdem Sumbar Daftar Pilkada Padang 2024

Ketua Nasdem Sumbar Daftar Pilkada Padang 2024

Regional
Sopir Innova Tewas Diduga Serangan Jantung dan Tabrak 2 Mobil di Solo

Sopir Innova Tewas Diduga Serangan Jantung dan Tabrak 2 Mobil di Solo

Regional
Tujuan Pria di Semarang Curi dan Timbun Ratusan Celana Dalam Perempuan

Tujuan Pria di Semarang Curi dan Timbun Ratusan Celana Dalam Perempuan

Regional
Banjir Rob Demak, Kerugian Petambak Ikan Capai 14 Miliar Setahun Terakhir

Banjir Rob Demak, Kerugian Petambak Ikan Capai 14 Miliar Setahun Terakhir

Regional
Sebelum Meninggal, Haerul Amri Keluhkan Mata Perih dan Kebas

Sebelum Meninggal, Haerul Amri Keluhkan Mata Perih dan Kebas

Regional
Bukan Fenomena 'Heat Wave', BMKG Sebut Panas di Jateng Disebabkan Hal Ini

Bukan Fenomena "Heat Wave", BMKG Sebut Panas di Jateng Disebabkan Hal Ini

Regional
301 KK Warga Desa Laingpatehi dan Pumpente di Pulau Ruang Akan Direlokasi, Pemprov Sulut: Mereka Siap

301 KK Warga Desa Laingpatehi dan Pumpente di Pulau Ruang Akan Direlokasi, Pemprov Sulut: Mereka Siap

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com