LUWU TIMUR, KOMPAS.com – Kasus dugaan adanya pedagang di Pasar Wawondula, Luwu Timur, Sulawesi Selatan yang menggunakan formalin sebagai bahan pengawet makanan terus berlanjut.
Lukman Al Kadri, kuasa hukum pihak penggugat yakni Frangky mengatakan ada kekeliruan atas informasi yang beredar bahwa kasus tersebut perdata bukan pidana.
“Setelah saya mencermati ada kekeliruan di dalamnya, artinya saya mau publik tahu bahwa ini bukan pidana tapi perdata, jadi kasus ini sudah melalui 3 tahapan dan sekarang sudah masuk di tingkat kasasi, setelah kasasi kita harus patuhi putusan yang sudah ada,” kata Lukman saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Jumat (10/12/2021).
Menurut Lukman, apa yang mereka sampaikan itu sudah tersampaikan di pengadilan dan kliennya punya bukti unggahan, bahkan kliennya sempat merugi.
Dia mengungkapkan karena unggahan dugaan makanan yang dijual mengandung formalin, usaha kliennya mengalami kemacetan.
“Bukan hanya itu, tapi arah langganan, artinya orang yang ingin membeli ayamnya seperti usaha Sari Laut, ikut macet karena orang tahu bahwa langganan dari warung makan itu adalah Frangky,” ucap Lukman.
Lanjut Lukman, kasus ini pihak tergugat sempat ingin berdamai namun gagal, bahkan pihaknya meminta untuk disampaikan ke publik bahwa ayam yang dijual kliennya tidak positif.
“Kami tahu bahwa mereka ingin berdamai tapi tidak jadi, kami tidak meminta hal apa hanya satu kami minta kemarin sampaikan kembali pada publik bahwa ayam kami tidak positif, hanya itu yang kami inginkan,” ujar Lukman.
Lukman mengatakan, gugatan ini dilakukan setelah ada pihak yang mengunggah bahwa usaha kliennya mengandung formalin.
Baca juga: Cerita Lengkap Nakes Didenda Rp 2 Miliar Usai Sidak Makanan Berformalin di Luwu Timur
Dia menuturkan, pihaknya tidak akan mengajukan gugatan jika ada tak ada orang yang mengunggah bahwa makanan kliennya berformalin.
"Pengadilan lebih paham apakah tergugat ini layak atau tidak. Jika dia tidak bersalah, maka gugatan ini bakal gugur. Karena tak gugur maka hasilnya seperti ini (perdata)," tuturnya.
Lukman menjelaskan bahwa formalin Kit yang digunakan saat pengambilan sampel hanya 30 persen, namun mereka justru terburu-buru mempublikasikan bukannya menunggu hasil dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Selisihnya hanya satu hari dari hasil itu, dan hasil dari BPOM menunjukan negatif,” imbuh Lukman.
Sebelumnya diberitakan Hasmawati (33) bingung, tindakannya yang menjalankan tugas malah membawanya ke jerat pidana.
Pengadilan mewajibkan tenaga kesehatan Puskesmas Puskesmas Wawondula, Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, ini membayar denda sebesar Rp 2 miliar karena dianggap melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Baca juga: Temukan Makanan Berformalin Saat Sidak Pasar, Nakes di Sulsel Malah Didenda Rp 2 Miliar