KOMPAS.com - Luapan anak Sungai Brantas memicu banjir bandang yang menerjang Kota Batu, Jawa Timur pada Kamis (4/11/2021) sore. Luapan anak sungai tersebut membawa material lumpur dan kayu.
Dari bencana di Kota Batu, ada tujuh warga yang meninggal dunia dan 89 kepala keluarga yang terdampak.
Selain itu ada 35 rumah rusak, 33 rumah terendam lumpur, 7 mobil dan 73 motor rusak, 107 ekor ternak hanyut dan 10 kandang ternak rusak.
Baca juga: Asal-usul Nama Pasuruan
Bagi masyarakat Jawa Timur, Sungai Brantas adalah berkah. Dari kaki Gunung Arjuna di Malang, sungai besar (bengawan) Brantas bersama 39 anak sungainya menggeliat dan membentang di 15 kabupaten di Jawa Timur.
Legenda Sungai Brantas tak bisa dilepaskan dari Kediri.
Dikutip dari Kompas.com, diceritakan di masa lalu, kawasan Kediri adalah sebuah kerajaan besar bernama Kerajaan Medang yang saat itu dipimpin oleh Prabu Airlangga.
Baca juga: Asal-usul Kaum Abangan
Sang Prabu berasal dari Bali dan menjadi Raja Medang setelah menikahi seorang putri Raja medang.
Prabu Airlangga dikenal sebagai sosok yang religius.
Saat usianya sudah senja, ia memilih menjadi seorang pertapa. Ia pun menyerahkan tahta kerajaan kepada putri permaisuri yang berama Dyah Sangmawijaya.
Namun Dyah menolak karena juga memilih menjadi pertapa seperti ayahnya.
Prabu merasa bingung dan agar adil, ia meminta batuan Empu Baradha untuk membagi Kerajaan Medang menjadi dua bagian untuk kedua putranya.
Dengan kesaktiannya Empu Baradha pun terbang dengan membawa kendi yang berisi air. Ia kemudian menumpahkan air kendi itu dari angkasa persis di tengah-tengah Kerajaa Medang.
Ajaibnya, tanah yang terkena air dari kendi tersebut berubah menjadi sungai yang kini dikenal dengan Sungai Brantas.
Baca juga: Bung Hatta dan Asal-usul Nama Indonesia
Kerajaan Medang pun kini terbagi menjadi dua wilayah yang dibatasi Sungai Brantas.
Bagian sebelah timur diserahkan kepada Raden Jayengrana yang diberi nama Kerajaan Jenggala.
Sedangkan bagian barat sungai diberikan kepada Raden Jayanagara yang diberi nama Kerajaan Kadiri atau yang kini dikenal dengan nama Kediri.
Hal itu menujukkan bahwa Sungai Brantas memiliki sejarah yang sangat panjang baik secara sosial, politik, ekonomi, kebudayaan dan militer.
Bahkan Sungai Brantas menjadi saksi era kerajaan yang muncul silih berganti, mulai dari Kerajaan Mataram Mpu Sindok (akhir abad ke-9 Masehi) hingga masa akhir Kerajaan Majapahit di abad ke-16 Masehi.
Di masa Kerajaan Mapapahit, Sang Raja Hayam Wuruk mengeluarkan Prasasti Canggu (1358 Masehi). Prasasti tersebut menyebutkan hak-hak istimewa pada penjaga tempat penyebarangan di Sungai Brantas.
Baca juga: Hayam Wuruk, Raja Terbesar Kerajaan Majapahit
Saat ini Canggu berada di Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto yang terletak di sepanjang aliran Sungai Kalimas (cabang dari Sungai Brantas).
Di masa lalu, desa-desa di pinggir sungai (nitipradesa) yang menjadi lokasi panambangan adalah daerah perdikan sebagai imbalan atas kewajiban menyeberangkan penduduk dan pedagang secara cuma-cuma.