Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lumpuh Selama 20 Tahun, Kakek Abdul Tak Bisa Berobat karena Miskin

Kompas.com - 04/02/2017, 14:07 WIB
Syarifudin

Penulis

BIMA, KOMPAS.com - Abdul Hamid (60), warga Desa Tonggorisa, Kecamatan Palibelo, Kabupaten Bima, menderita lumpuh selama 20 tahun.

Karena miskin, ia hanya bisa pasrah menunggu ajal lantaran tak punya biaya untuk berobat.

Kondisi kakek ini cukup memprihatinkan. Semakin hari penyakit yang dideritanya kian parah. Mirisnya, selama puluhan tahun menderita lumpuh, Abdul belum pernah dibawa ke dokter sehingga membuat kondisinya memburuk.

Abdul adalah seorang duda. Istrinya meninggal saat kedua anak laki-lakinya masih berusia balita. Kini, ia tinggal bersama anak bungsunya bernama Husain (29) di sebuah rumah panggung yang tidak layak huni.

Sebagian dinding rumahnya terlihat bolong, begitu juga sebagian atap rumahnya yang terbuat dari genteng sudah bocor.

Di teras rumah kayu itu tampak sebuah gubuk kecil berukuran 2x3 meter berdindingkan bambu dan beralaskan kayu.

Di teras itulah Abdul terbaring di atas tikar bekas dan bantal yang sudah kusut. Bau amis pun menyengat hidung saat masuk ke tempat ia tergolek.

Abdul hanya bisa pasrah. Kedua tulang kakinya kaku dan mengecil hingga tak mampu lagi bergerak. Bahkan, akibat penyakit yang menyerangnya membuat kedua telapak kaki Abdul menghitam dan terkelupas.

Setiap hari, rasa sakit yang ia rasakan tak mengenal waktu selama bertahun-tahun. Sesekali Abdul harus menarik ikatan tali sekuat tenaga untuk menahan rasa sakit.

Saat ditemui Kompas.com di kediamannya, Sabtu (4/2/2017), kakek Abdul sedang meringis kesakitan. Saat itu, ia didampingi kedua anaknya, Junadin dan Husain.

Di tempat tidurnya, Abdul hanya bisa terbaring lemah. Sebuah pernyataan mengharukan terdengar bahwa dia ingin segera mati karena tak kuasa lagi menahan rasa sakit yang selalu tiba-tiba menyerang.

“Sudah 20 tahun saya menderita sakit ini. Siang dan malam tak bisa tidur, badan panas seperti api. Lebih baik mati tapi daripada saya harus menderita setiap hari,” tutur Abdul sambil meneteskan air mata.

Faktor ekonomi menjadi penyebab Abdul tak pernah mendapat perawatan medis. Ia hanya bisa pasrah dan menunggu ajalnya tiba karena sadar penyakit yang dialaminya sulit disembuhkan.

Ia tak punya keluarga yang bisa diandalkan untuk meringankan beban hidup. Sementara Junadin, anak pertamanya sudah berumah tangga dan memiliki dua orang anak. Junadin tak bisa berbuat banyak karena tak memiliki pekerjaan tetap, sehingga harapan untuk membantu pengobatan ayahnya sulit dilakukan.

“Buat makan saja susah, Pak. Untungnya ada bantuan raskin yang bisa diandalkan. Itu pun tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Sesekali saya terpaksa jadi buruh tani ketika dibutuhkan warga,” kata Junadin.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com