Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imigrasi Diminta Awasi Petani Asing di Indonesia

Kompas.com - 08/12/2016, 18:44 WIB
Ramdhan Triyadi Bempah

Penulis

BOGOR, KOMPAS.com - Peneliti Utama Pusat Kajian Holtikultura Tropika (PKHT) Institut Pertanian Bogor, Sobir mengatakan, kehadiran para imigran asal Tiongkok yang berprofesi sebagai petani di Indonesia harus mendapat pengawasan ketat dari pihak keimigrasian.

Pasalnya, kebanyakan dari mereka (imigran) bebas bercocok tanam dan menyewa lahan meski tak dilengkapi dokumen yang sah.

Baca juga: Buka Ladang di Pedalaman Bogor, 4 Warga China Ditangkap

Dalam kasus penangkapan empat warga negara asing (WNA) Tiongkok yang berprofesi sebagai petani cabai di Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, beberapa waktu lalu, Sobir menilai, mereka dapat dikenai pasal berlapis dan masuk ke unsur pidana yang dapat diproses oleh aparat penegak hukum.

"Jika mereka menggunakan bibit dan pupuk dibawa dari negaranya (Tiongkok) itu melanggar undang-undang. Ini sudah diatur. Selain kena masalah imigrasi, bisa diproses pelanggaran undang-undang tentang holtikultura," ucap Sobir, Kamis (8/12/2016).

Meski begitu, lanjut Sobir, kehadiran petani Tiongkok yang bercocok tanam di Indonesia dapat membawa dampak positif dan negatif. Ia menjelaskan, keuntungannya dapat dilihat dari etos kerja dan teknologi yang digunakan oleh para petani Tiongkok tersebut.

Sementara di sisi lain, keberadaan petani Tiongkok akan mengurangi kesempatan petani lokal dalam memperoleh pekerjaan.

"Jadi perlu ada regulasi betul. Imigrasi harus jelas, izinnya seperti apa bagi mereka yang mau bekerja di Indonesia," katanya.

Di era pasar bebas, lanjut dia, sewajarnya negara-negara maju mulai berekspansi ke negara berkembang. Kondisi itu terjadi seiring bertambahnya jumlah penduduk dunia.

Dia mencontohkan, Jepang sudah tidak berpikir lagi untuk menjadi negara yang memimpin teknologi, tetapi sudah beralih ke bidang pangan sehingga melakukan ekspansi ke Amerika Selatan.

Tak terkecuali dengan negara-negara yang padat penduduk seperti Tiongkok untuk berekspansi.

"Ini sudah jadi strategi negara. Untuk melindungi ancaman itu, kita buat regulasi. Jadi petani asing tidak ada lagi ilegal dan kita bisa mengambil keuntungan dari kehadiran mereka," jelas dia.

Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Holtikultura, disebutkan, penggunaan bibit tanaman dan pupuk harus sudah mendapat izin dari badan karantina serta tidak boleh bibit dari negara lain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com