Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengatasi Kabut Asap yang Kehadirannya bak Musim Buah...

Kompas.com - 11/07/2015, 16:11 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan

Penulis

PONTIANAK, KOMPAS.com – Kabut asap, kehadirannya laksana musim buah. Hampir terjadi setiap tahun dengan periode yang sama, yaitu musim kemarau. Begitu pun di Pontianak, sejak menjelang akhir Juni 2015, kota ini kembali diselimuti kabut asap.

Kabut sangat jelas terlihat pada malam hari. Jarak pandang untuk dalam kota pun hanya berkisar satu hingga dua kilometer saja. Tak hanya itu, kabut asap seolah datang membawa pasangan, bau hangus yang khas menyengat, partikel abu yang berterbangan dan tentu saja mengganggu pernafasan.

Upaya penanggulangan pun selalu terjadi ketika api sudah membakar. Bahu membahu memadamkan api, mulai dari pihak kepolisian, swasta, bahkan masyarakat turut terlibat. Imbauan demi imbauan yang dikeluarkan rupanya tak cukup untuk menghentikan musibah tahunan ini.

Diperlukan komitmen dari semua stakeholder  hingga ke masyarakat maupun korporasi untuk menanggulangi kabut asap. Selain itu, upaya pencegahan maupun peringatan sejak dini (early warning system) perlu diterapkan. Siklus yang terjadi setiap tahun tersebut seharusnya bisa menjadi acuan dalam membuat langkah dan upaya pencegahan sejak dini.

Berdasarkan hasil pemantauan Lembaga Titian bersama Eye On The Forest, setidaknya ada 217 titik api di wilayah Kalimantan Barat. Data tersebut terekam melalui satelit Nasa Frims Eosdis mulai dari 28 Juni sampai dengan 6 Juli 2015. Titik api tersebut  tersebar di 10 kabupaten.

Titik api terbanyak terpantau di kabupaten Kubu Raya sebanyak 81 titik api kabupaten Sambas sebanyak  44  titik api dan Kabupaten Ketapang sebanyak 36 titik api.

Direktur Titian, Sulhani menjelaskan, dari 217 titik api yang ada di Kalbar, 57 persen atau 124 titik api di antaranya berada pada konsensi izin sawit. Titik api tersebut tersebar di beberapa kabupaten, di antaranya Kubu Raya sebanyak 71 titik api, kemudian Ketapang 19 titik api dan Sambas sebanyak 11 titik api.  

“Sedangkan jumlah titik api yang berada di luar izin konsensi sawit sebanyak 75 titik api atau sekitar 35 persen,” kata Suhalni, Sabtu (11/7/2015).

Sulhani menambahkan, Satuan Tugas Kebakaran Hutan dan Lahan (Satgas Karhutla) Polda Kalbar dan Pemerintah Provinsi, harus melakukan pencegahan dan pemadaman kebakaran sejak dini. Upaya tersebut dengan melakukan koordinasi dengan Pemkab dan pengusaha perkebunan sawit, mengingat titik-titik api yang terdeteksi sebagian besar berada pada kawasan gambut yaitu sebanyak 103 titik api.

Sementara itu, Direktur Kontak Rakyat Borneo, M. Lutharif mengapresiasi langkah cepat Satgas Karhutla Polda Kalbar dalam melakukan pemadaman kebakaran dan menangkap beberapa masyarakat yang diduga sebagai pelaku pembakaran hutan dan lahan.

“Akan tetapi, Polda jangan terburu-buru menyalahkan masyarakat dengan asap di Kalbar mengingat sebagian besar titik api justru berada didalam izin konsensi perkebunan sawit,” kata Lutharif.

Sesuai aturan, lanjut Lutharif, tak peduli siapa pun yang melakukan pembakaran, jika titik api di wilayah konsesi izin perusahaan bisa diproses hukum. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup, mengenal adanya pertanggungjawaban pidana korporasi dan ini yang harus digunakan oleh pihak berwajib.

Demi menanggulagi asap di Kalbar, menurut Lutharif, diperlukan Rumusan strategi penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, dalam hal ini Pemprov Kalbar harus merevisi Perda Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Kalimantan Barat dengan merujuk pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009. Hal ini demi menjerat pelaku pembakar lahan hutan dan lahan terutama koorporasi baik secara sengaja atau tidak sengaja melakukan pembakaran lahan dan hutan.

Upaya Kepolisan Daerah Kalimantan Barat dalam menindak pelaku pembakaran hutan dan lahan tidak main-main. Sejak terjadinya kebakaran dalam dua minggu terakhir, setidaknya Polda Kalbar sudah menetapkan enam tersangka. Langkah sigap Polda tersebut patut diapresiasi. Bahkan, Polda juga mengeluarkan Maklumat Kepolisian sejak tanggal 7 Juli yang lalu, sebagai bentuk imbauan dan upaya pencegahan kepada masyarakat, termasuk ancaman hukuman 10 tahun penjara kepada pelaku.

Kepala Bidang Humas Polda Kalbar AKBP Arianto mengungkapkan, Polda Kalbar sejauh ini proaktif bekerja sama dengan instansi terkait melakukan upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Polda juga sudah melakukan pembentukan satuan tugas dalam melaksanakan langkah dan upaya penegakan hukum. 

"Polda akan memberdayakan babinkamtibmas untuk melaksanakan pemantauan di wilayah masing-masing," ujar Arianto.

Menyikapi kebakaran tersebut, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar pun turun langsung melakukan pantauan udara di wilayah Kalbar, Jumat (10/7/2015). Menggunakan helikopter seri EC109  milik Susi Air, Siti didampingi Kapolda Kalbar, Sekda Provinsi, dan perangkat lainnya terbang memantau titik api.  

Terkait kebakaran hutan dan lahan yang nyaris terjadi setiap tahun, Siti mengatakan, kondisi seperti ini sudah terlalu lama dibiarkan. Menurut dia, saat ini yang terpenting adalah memobilisasi stakeholder dan pemangku kepentingan untuk saling bahu membahu mengatasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

“Dari atas akan lebih mudah memantau bekas yang terbakar, apakah itu dibakar dengan sengaja atau tidak. Semua akan terlihat jelas dari atas. Saat ini yang terpenting adalah memobilisasi stakeholder dan pemangku kepentingan untuk saling bahu membahu mengatasinya” ujar Siti Nurbaya, sesaat sebelum melakukan pantauan udara, Jumat (10/7/2015). 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com