Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jam Istiwak di Solo Hanya Berfungsi Saat Ada Matahari

Kompas.com - 25/06/2015, 13:57 WIB
Kontributor Surakarta, M Wismabrata

Penulis


SOLO, KOMPAS.com - Jam Istiwak atau Jam Matahari menjadi salah satu warisan yang dimiliki Keraton Kasunanan Surakarta yang hingga saat ini masih terawat dengan baik. Penanda waktu yang diperkirakan dibuat pada zaman Pakubuwono III tersebut menjadi daya tarik bagi para pengunjung, khususnya saat bulan puasa tiba.

Sesuai namanya, jam tersebut hanya bisa terbaca pada siang hari atau saat cuaca cerah. Jemaah Masjid Agung Solo, Jawa Tengah, yang tengah beristirahat di masjid saat bulan puasa bisa melongok ke sebuah bangunan kecil setinggi kurang lebih satu setengah meter.

Bangunan kecil warisan jaman pemerintahan Pakubuwono XIII tersebut adalah penanda waktu atau sering disebut jam matahari oleh jemaah.

Jam sebagai penentu waktu shalat Dzuhur dan Azhar tersebut berupa tiang beton kurang lebih setinggi dada orang dewasa dan mempunyai cekungan setengah diameter lingkaran. Cekungan tersebut dilapisi kuningan dengan di atasnya tertulis angka-angka. Tepat di atasnya, sebuah jarum sepanjang kurang lebih 15 sentimeter yang letaknya tepat di tengah cekungan tersebut.

Menurut salah satu pengurus Masjid Agung Solo, Abdul Basid, prinsip kerja jam tersebut adalah menggunakan bayangan dari jarum di atas cekungan. Bayangan jarum tersebut akan menunjukkan angka yang tertera di atas permukaan cekungan di bawahnya.

"Deretan angka di sisi barat itu angka 12-6 lalu sebaliknya, di bagian timur, angka 1 sampai 6, jadi kalau matahari pas persis jam 12 dan langit cerah, bayangan jarum akan tepat di tengah tengah di antara deretan itu," kata Abdul.

Menurut Abdul, keberadaan Jam Istiwak tersebut cukup membantu bagi jemaah yang ingin mengetahui waktu shalat Dzuhur dan Azhar. Untuk masalah ketepatan waktu dibandingkan jam konvensional, lanjutnya, Jam Istiwak masih bisa terpercaya. Namun, jam kuno tersebut sangat tergantung dengan kondisi cuaca, terutama sinar matahari.

"Kalau malam yang tidak bisa berfungsi," katanya, Kamis (25/6/2015).

Sementara itu, menurut Kepala Tata Usaha Masjid Agung Solo, Muhammad Alif, tidak ada referensi pasti mengenai pembuat jam istiwak tersebut. Namun, jam tersebut diperkirakan sudah ada pada tahun 1780-an atau semasa pemerintahan Pakubuwono III.

Alif juga menjelaskan keberadaan jam tersebut tidak hanya membantu para jemaah untuk mengetahui waktu beribadah, tetapi juga menarik perhatian wisatawan yang berkunjung ke Masjid Solo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com